Kabul (CB) - Satu buku biografi mantan pemimpin Taliban, yang
bermata satu, Mullah Omar, menyebutkan ia tinggal di dekat satu
pangkalan AS selama bertahun-tahun, bukan di Pakistan seperti yang telah
dikatakan para pejabat Amerika.
Buku itu mengungkapkan kegagalan Barat untuk melacak dia. Tapi seorang juru bicara presiden Afghanistan menggambarkan pernyataan tersebut sebagai "khayalan".
Di dalam bukunya, "Op Noek Naar De Vijand (Mencari Seorang Musuh)", wartawati Belanda Bette Dam mengatakan Mullah Omar tak pernah tinggal di negara tetangga Afghanistan, Pakistan.
Milisi Taliban, yang dipimpin Mullah Omar, menguasai Afghanistan dari 1996 sampai 2001, dan telah melancarkan perlawanan anti-pemerintah sejak itu.
Mullah Omar, yang melimpahkan kemimpinan Taliban sejak 2001, tampaknya telah bertindak lebih sebagai pemimpin spiritual, kata buku tersebut, sebagaimana dilaporkan Reuters --yang dipantau Antara di Jakarta, Kamis malam. Dan gerakan garis keras itu merahasiakan kematiannya pada 2013 selama dua tahun.
Ia dicari di Amerika Serikat karena menyediakan tempat bersembunyi buat pemimpin Al-Qaida Osama bin Laden, yang disebut-sebut menjadi otak serangan 11/9 di Amerika Serikat dan bersembunyi di Pakistan. Washington telah menjanjikan imbalan 10 juta dolar AS untuk pemberi keterangan mengenai keberadaan Osama.
Pasukan AS bahkan menggeledah tempat tinggalnya dalam satu kejadian, tapi gagal menemukan tempat persembunyian Omar, kata Dam kepada Reuters.
"Buku tersebut menggaris-bawahi kegagalan dinas intelijen Barat pada saat para pejabat AS dan Taliban mengadakan pembicaraan perdamaian guna mengakhiri perang 17-tahun di Afghanistan," kata wartawati itu.
Kedutaan besar AS di Ibu Kota Afghanistan, Kabul, belum menanggapi permintaan untuk memberi komentar. Amerika Serikat telah menghentikan Dana Dukungan Koalisi buat Pakiatan akibat "kegagalannya" untuk melakukan tindakan tegas terhadap anggota Taliban Afghanistan yang beroperasi dari wilayah Pakistan.
Haroon Chakhansuri, Juru Bicara Presiden Afghanistan Ashraf Ghani, "dengan tegas membantah" buku tersebut dan mengatakan itu adalah "pernyataan khayalan" bahwa Omar berada di Afghanistan.
"Kami memiliki cukup bukti yang memperlihatkan ia (Omar) menetap dan meninggal di Pakistan ...," kata Chakhansuri di akun Twitter.
Amrullah Saleh, mantan kepala dinas intelijen Afghanistan dan calon dalam pemilihan presiden mendatang, juga menolak buku itu.
"Apa yang disebut laporan investigasi dan menyatakan Mullah Omar tinggal dan meninggal di Afghanistan tak lebih dari sepotong propaganda manipulatif," katanya di akun Twitter.
Pada Juli 2015, Taliban secara resmi mengkonfirmasi Mullah Omar telah meninggal dua tahun sebelumnya.
Putra paling tua Mullah Omar, Mohammad Yaqoob, mengatakan di dalam rekaman audio pada September 2015 bahwa ayahnya telah menderita hepatitis C dan meninggal di Afghanistan.
Dam sebelumnya telah menerbitkan buku mengenai Afghanistan dan menjadi pengajar tamu mengenai Afghanistan di Sciences Po di Paris.
Buku itu mengungkapkan kegagalan Barat untuk melacak dia. Tapi seorang juru bicara presiden Afghanistan menggambarkan pernyataan tersebut sebagai "khayalan".
Di dalam bukunya, "Op Noek Naar De Vijand (Mencari Seorang Musuh)", wartawati Belanda Bette Dam mengatakan Mullah Omar tak pernah tinggal di negara tetangga Afghanistan, Pakistan.
Milisi Taliban, yang dipimpin Mullah Omar, menguasai Afghanistan dari 1996 sampai 2001, dan telah melancarkan perlawanan anti-pemerintah sejak itu.
Mullah Omar, yang melimpahkan kemimpinan Taliban sejak 2001, tampaknya telah bertindak lebih sebagai pemimpin spiritual, kata buku tersebut, sebagaimana dilaporkan Reuters --yang dipantau Antara di Jakarta, Kamis malam. Dan gerakan garis keras itu merahasiakan kematiannya pada 2013 selama dua tahun.
Ia dicari di Amerika Serikat karena menyediakan tempat bersembunyi buat pemimpin Al-Qaida Osama bin Laden, yang disebut-sebut menjadi otak serangan 11/9 di Amerika Serikat dan bersembunyi di Pakistan. Washington telah menjanjikan imbalan 10 juta dolar AS untuk pemberi keterangan mengenai keberadaan Osama.
Pasukan AS bahkan menggeledah tempat tinggalnya dalam satu kejadian, tapi gagal menemukan tempat persembunyian Omar, kata Dam kepada Reuters.
"Buku tersebut menggaris-bawahi kegagalan dinas intelijen Barat pada saat para pejabat AS dan Taliban mengadakan pembicaraan perdamaian guna mengakhiri perang 17-tahun di Afghanistan," kata wartawati itu.
Kedutaan besar AS di Ibu Kota Afghanistan, Kabul, belum menanggapi permintaan untuk memberi komentar. Amerika Serikat telah menghentikan Dana Dukungan Koalisi buat Pakiatan akibat "kegagalannya" untuk melakukan tindakan tegas terhadap anggota Taliban Afghanistan yang beroperasi dari wilayah Pakistan.
Haroon Chakhansuri, Juru Bicara Presiden Afghanistan Ashraf Ghani, "dengan tegas membantah" buku tersebut dan mengatakan itu adalah "pernyataan khayalan" bahwa Omar berada di Afghanistan.
"Kami memiliki cukup bukti yang memperlihatkan ia (Omar) menetap dan meninggal di Pakistan ...," kata Chakhansuri di akun Twitter.
Amrullah Saleh, mantan kepala dinas intelijen Afghanistan dan calon dalam pemilihan presiden mendatang, juga menolak buku itu.
"Apa yang disebut laporan investigasi dan menyatakan Mullah Omar tinggal dan meninggal di Afghanistan tak lebih dari sepotong propaganda manipulatif," katanya di akun Twitter.
Pada Juli 2015, Taliban secara resmi mengkonfirmasi Mullah Omar telah meninggal dua tahun sebelumnya.
Putra paling tua Mullah Omar, Mohammad Yaqoob, mengatakan di dalam rekaman audio pada September 2015 bahwa ayahnya telah menderita hepatitis C dan meninggal di Afghanistan.
Dam sebelumnya telah menerbitkan buku mengenai Afghanistan dan menjadi pengajar tamu mengenai Afghanistan di Sciences Po di Paris.
Credit antaranews.com