CB, Jakarta - Kehidupan ribuan masyarakat Kashmir mendadak
berubah 180 derajat setelah India dan Pakistan melancarkan agresi
militer. Ada yang melarikan diri dari rumah, ada yang berlindung di
bunker, ada pula yang menggali tanah agar bisa melihat pertempuran
pasukan militer India dan Pakistan.
Wilayah Garis Kendali atau LoC atau Kashmir saat ini telah menjadi medan pertempuran India dan Pakistan. Agresi militer dipicu serangan bom mobil pada 14 Februari 2019 di Kashmir yang menewaskan 40 tentara India. Kashmir adalah wilayah yang masih diperebutkan India dan Pakistan.
Pasukan militer India berjaga-jaga sebelum dilakukan pembebasan pilot Angkatan Udara India Abhinandan, yang ditangkap Pakistan pada hari Rabu, di perbatasan Wagah, di pinggiran kota utara Amritsar, India, 1 Maret 2019. Pakistan membebaskan pilot India yang ditahan setelah pesawatnya ditembak jatuh di wilayah Kashmir. REUTERS/Danish Siddiqui
Pertempuran
pasukan India dan Pakistan meletup dua pekan setelah serangan bom
mobil. Masyarakat Kashmir melihat jet-jet tempur berseliweran di atas
kepala mereka dan tiarap di bawah hujan tembakan.
Dikutip dari english.alarabiya.net, Minggu, 3 Maret 2019, setidaknya dua ribu orang yang tinggal di wilayah perbatasan meninggalkan tempat tinggal mereka. Otoritas berwenang meliburkan sekolah. Di sejumlah distrik terlihat eksodus warga.
"Semakin banyak orang meninggalkan tempat tinggal mereka dan berlindung ke tempat yang lebih aman," kata Umar Azam, pejabat senior Kotli, Kashmir.
Di sejumlah wilayah khususnya area perbatasan, akses internet sudah terputus. Perempuan, laki-laki dan anak-anak dengan membawa tas-tas besar berduyun-duyun di jalan-jalan utama Kashmir untuk mengungsi. Ada pula mereka yang mengungsi itu ambil membawa hewan ternak mereka.
Habib Ullah Awan, 46 tahun, seorang pemilik toko sembako di Chakothi, wilayah perbatasan India - Pakistan, mengatakan hujan peluru masih terjadi ketika dia meninggalkan rumahnya bersama delapan anggota keluarga yang lain pada Rabu pagi.
Sebagian besar masyarakat desa Chakothi mengungsi ke Muzaffarabad, jantung wilayah Kashmir yang dikuasai Pakistan atau tinggal menumpang di rumah sanak - saudara di desa yang lain. Mereka yang tak punya kerabat yang bisa menampung, pergi ke kamp Hattian Bala yang dibangun oleh pemerintah setempat.
Wilayah Garis Kendali atau LoC atau Kashmir saat ini telah menjadi medan pertempuran India dan Pakistan. Agresi militer dipicu serangan bom mobil pada 14 Februari 2019 di Kashmir yang menewaskan 40 tentara India. Kashmir adalah wilayah yang masih diperebutkan India dan Pakistan.
Pasukan militer India berjaga-jaga sebelum dilakukan pembebasan pilot Angkatan Udara India Abhinandan, yang ditangkap Pakistan pada hari Rabu, di perbatasan Wagah, di pinggiran kota utara Amritsar, India, 1 Maret 2019. Pakistan membebaskan pilot India yang ditahan setelah pesawatnya ditembak jatuh di wilayah Kashmir. REUTERS/Danish Siddiqui
Dikutip dari english.alarabiya.net, Minggu, 3 Maret 2019, setidaknya dua ribu orang yang tinggal di wilayah perbatasan meninggalkan tempat tinggal mereka. Otoritas berwenang meliburkan sekolah. Di sejumlah distrik terlihat eksodus warga.
"Semakin banyak orang meninggalkan tempat tinggal mereka dan berlindung ke tempat yang lebih aman," kata Umar Azam, pejabat senior Kotli, Kashmir.
Di sejumlah wilayah khususnya area perbatasan, akses internet sudah terputus. Perempuan, laki-laki dan anak-anak dengan membawa tas-tas besar berduyun-duyun di jalan-jalan utama Kashmir untuk mengungsi. Ada pula mereka yang mengungsi itu ambil membawa hewan ternak mereka.
Habib Ullah Awan, 46 tahun, seorang pemilik toko sembako di Chakothi, wilayah perbatasan India - Pakistan, mengatakan hujan peluru masih terjadi ketika dia meninggalkan rumahnya bersama delapan anggota keluarga yang lain pada Rabu pagi.
Sebagian besar masyarakat desa Chakothi mengungsi ke Muzaffarabad, jantung wilayah Kashmir yang dikuasai Pakistan atau tinggal menumpang di rumah sanak - saudara di desa yang lain. Mereka yang tak punya kerabat yang bisa menampung, pergi ke kamp Hattian Bala yang dibangun oleh pemerintah setempat.
Credit tempo.co