Senin, 03 September 2018
Blak-Blakan Wamenlu Venezuela soal Penyebab Krisis Ekonomi
Foto: Reuters
Jakarta - Pemerintah Venezuela tengah memikul beban berat. Perekonomian negaranya porak-poranda akibat nilai mata uang rontok.
Jatuhnya mata uang bolivar memacu inflasi yang berlebihan atau hyperinflasi. International Monetary Fund (IMF) bahkan memprediksi inflasi di negara yang pernah dipimpin mendiang Hugo Chaves itu bisa mencapai 1.000.000% di akhir tahun.
Ramalan IMF bukan tanpa alasan, saat ini saja berapa harga produk di Venezuela harganya sudah selangit. Bayangkan saja 1 kg daging dihargai 9,5 juta bolivar, tisu toilet 2,6 juta bolivar, begitu juga dengan produk lainnya.
Wakil Menteri Luar Negeri Venezuela untuk wilayah Asia, Timur Tengah dan Oceania, Ruben Dario Molina datang ke Indonesia untuk menerima dukungan terutama dari organisasi-organisasi sosial di Indonesia. Di sela-sela kunjungannya, dia menjelaskan terkait kondisi ekonomi yang terjadi di negaranya.
Wakil Menteri Luar Negeri Venezuela untuk wilayah Asia, Timur Tengah dan Oceania, Ruben Dario Molina. Foto: Danang Sugianto/detikFinance
Wakil Menteri Luar Negeri Venezuela untuk wilayah Asia, Timur Tengah dan Oceania, Ruben Dario Molina menjelaskan, awal mula krisis ekonomi terjadi ketika pemerintahan Presiden Nicolas Maduro menerapkan sistem ekonomi dengan prinsip sosialisme.
Pemerintah Venezuela berusaha melakukan nasionalisme atas kekayaan negaranya yang paling besar berupa minyak bumi. Untuk mengurangi kemiskinan mereka juga melakukan penyesuaian gaji minimum serta membangun lebih dari 2 juta rumah untuk masyarakatnya.
"2 juta rumah itu bisa menampung sekitar 10 juta rakyat Venezuela. Pembangunan itu juga berimbas pada meningkatnya kesehatan dan pendidikan, mereka hidup layak. Tapi tentu Amerika Serikat dan Uni Eropa tidak senang dengan hal itu," tuturnya di Hotel Gran Melia, Jakarta.
Menurut Ruben ada sebuah blok ekonomi yang merupakan negara Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa yang menyerang Venezuela. Mereka menurutnya tak suka jika rakyat Venezuela mendapatkan akses terhadap kekayaan negaranya sendiri.
Sementara salah satu penyebab terjadinya hyper inflasi di Venezuela adalah kelangkaan ketersediaan mata uang bolivar di beberapa wilayah. Menurutnya ada pihak yang sengaja membawa banyak mata uang bolivar di wilayah perbatasan.
"Di perbatasan harganya lebih tinggi. Kalau hanya beredar di perbatasan, bagaimana di wilayah tengah ini, mau belanja kekurangan uang. Itu yang sebenarnya kita alami. Kelangkaan uang membuat kami sulit untuk membeli kebutuhan dasar," ungkapnya.
Kelangkaan uang tunai itu mendorong inflasi hingga titik yang mengejutkan. Sebab ternyata hanya sedikit dari masyarakat Venezuela yang memiliki kartu debit ataupun kartu kredit untuk transaksi.
"Makanya mereka menyerang Venezuela dari hal yang paling dasar. Sekarang kami dalam perang ekonomi," tambahnya.
Foto: Reuters
Pemerintah Venezuela mengaku ada kekuatan imperialisme kapitalis yang tengah menyerang negara mereka. Kekuatan itu juga yang menyebabkan mereka tengah menderita krisis ekonomi.
Menurut Ruben ada pihak-pihak yang tidak senang ketika Presiden Venezuela Nicolas Maduro mulai menjalankan sistem ekonomi mandiri dengan azas sosialisme.
"Kami diserang karena kami sedang menjalankan rencana kebebasan ekonomi. Setiap negara harus punya akses terhadap kekayaan negaranya sendiri. Yang paling parah kami diserang saat kita sedang mulai berusaha mengurangi kemiskinan," tuturnya di Hotel Gran Melia.
Menurut Ruben ada sebuah blok ekonomi yang beranggotakan negara Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa yang menyerang Venezuela. Mereka menurutnya, tak suka jika rakyat Venezuela mendapatkan akses terhadap kekayaan negaranya sendiri.
"Kami di Venezuela juga untuk mendapatkan obat-obatan dan makan itu sangat sulit. Karena adanya blok ekonomi keuangan politik dan gerakan diplomatis terhadap Venezuela," tambahnya.
Tak hanya itu, menurutnya media-media asing kenamaan juga ikut berpartisipasi. Menurutnya banyak media yang memberitakan kondisi yang tidak benar terhadap Venezuela.
"Mereka bilang kalau di Venezuela ada diktator, mereka bilang kalau di Venezuela ada penyelundupan narkoba. Mereka menuduh kita telah melakukan pembunuhan. Itu merupakan cara mereka untuk memanipulasi dan tidak mengizinkan kalau rakyat Venezuela memiliki hak," tegasnya.
Ruben yakin, tujuan dari negara tersebut ingin menggagalkan rencana pemerintah Venezuela menguasai kekayaan alamnya berupa minyak bumi melalui prinsip sosialisme. Mereka ingin agar kekayaan alam di Venezuela tetap bisa dikuasai oleh segelintir individu.
"Mungkin masih ingat apa yang terjadi di Kuba selama 50 tahun. Pihak yang memblok itu juga sedang mengaplikasikan ke Venezuela secara pelan-pelan sejak 3 tahun yang lalu. Mereka bilang Venezuela itu ancaman keamanan bagi AS, sebuah negara punya kekuatan militer dan ekonomi," tegasnya.
Foto: Dok. Reuters
Pemerintah Venezuela menyiapkan beberapa strategi untuk menyelamatkan rakyatnya dari kelaparan akibat lonjakan inflasi yang sangat tinggi. Pertama pemerintah Venezuela akan menganggarkan anggaran negaranya sebagian besar untuk mengurangi kemiskinan.
"Kami melakukan apa yang bisa kami lakukan agar rakyat Venezuela tidak menderita kelaparan. Kami menggelontorkan budget negara sebagian besar untuk warga Venezuela agar tak merasa kelaparan," kata Ruben.
Sebelum terjadi krisis, pemerintahan Presiden Nicolas Maduro juga telah menaikkan gaji minimum. Tujuannya agar mengurangi angka kemiskinan.
Selain itu sebelumnya pemerintah Venezuela juga membangun 2 juta rumah untuk rakyatnya. Perumahan itu diharapkan dapat menampung sekitar 10 juta penduduk Venezuela.
"Pembangunan itu juga berimbas pada tingkat kesehatan dan pendidikan yang naik, berimbas juga pada kehidupan yang layak. Tentu Amerika Serikat dan Uni Eropa tidak tertarik dengan hal itu," terangnya.
Untuk menstabilkan kondisi ekonomi, pemerintah Venezuela akan berjuang menstabilkan harga-harga pangan. Mereka juga tengah kesulitan pasokan bahan pangan.
Sementara untuk meredam inflasi, pemerintah Venezuela mengeluarkan mata uang baru bertajuk sovereign bolivar. Pada Februari lalu Maduro sudah mengeluarkan uang kripto bernama petro, yang kemudian mendapatkan penolakan dati Presiden AS Donald Trump.
Uang digital petro ini nilainya setara dengan US$ 60 atau satu barel minyak Venezuela. Petro diharapkan bisa mengumpulkan uang tunai di tengah krisis ekonomi yang melanda.
"Saat ini kami sedang berusaha melakukan rencana-rencana dalam bidang ekonomi dan politik agar bisa membangun Venezuela yang seperti dulu. Kami cinta damai tapi kami tidak bodoh. Kami akan melindungi kedaulatan kami. Kami tidak akan kalah dengan ancaman-ancaman itu. Kami akan selalu berjuang demi terjaminnya hak-hak kami," tegasnya.
Credit finance.detik.com