Mesir berupaya memperantarai gencatan senjata jangka panjang Israel dan Hamas.
CB,
YERUSALEM -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Kamis, mengaku
telah berbicara dengan Presiden Mesir Abdel Fattah Al Sisi saat
negaranya berupaya mengatur gencatan senjata di Gaza. Pertemuan kedua
pemimpin berlangsung di sela-sela sidang Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa di New York, Amerika Serikat.
"Pembicaraan Netanyahu dengan Sisi pada Rabu (26/9) malam waktu
setempat memusatkan pembahasan pada perkembangan di kawasan," tulis
Perdana Menteri Israel itu di
Twitter tanpa memberikan keterangan rinci.
Mesir
belakangan ini berupaya memperantarai gencatan senjata jangka panjang
antara Israel dan gerakan Hamas yang dominan di Jalur Gaza. Gencatan
berupaya diwujudkan di tengah kekerasan yang kerap muncul di sepanjang
perbatasan Israel-Gaza. Di sekitar itu, banyak warga Palestina menggelar
protes setiap pekan.
Netanyahu dan Sisi pertama kali
bertemu di depan umum pada 2017. Media massa Israel bulan lalu
melaporkan bahwa mereka telah melangsungkan pertemuan rahasia di Mesir
pada Mei untuk membahas gencatan senjata di Gaza.
Gaza saat
ini berada di bawah aturan ketat perbatasan Israel dan Mesir. Mesir
merupakan salah satu dari beberapa negara Arab yang mengakui Israel di
bawah perjanjian perdamaian 1979 dan kedua negara itu terus menjalin
koordinasi erat menyangkut keamanan dan energi.
Pada Kamis,
perusahaan-perusahaan Israel dan Mesir mengumumkan bahwa mereka akan
membeli jalur pipa yang memungkinkan kesepakatan bersejarah ekspor gas
alam senilai 15 miliar dolar AS (sekitar Rp 223,5 triliun) bisa dimulai
tahun depan.
Pertemuan Netanyahu dan Sisi berlangsung
beberapa jam setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan ia
menginginkan penyelesaian dua-negara bagi konflik Israel-Palestina.
Namun kemudian pada Rabu, Trump berkata dalam acara jumpa pers bahwa ia
akan bersikap terbuka pada penyelesaian satu-negara jika kedua pihak
menginginkannya.
Dalam pernyataan, Netanyahu merasa yakin
rencana perdamaian yang dijanjikan AS akan mendukung tuntutan Israel
untuk tetap menjaga kendali di Tepi Barat. Tepi Barat, wilayah yang
diinginkan Palestina menjadi bagian dari negaranya pada masa mendatang,
diduduki Israel dalam perang 1967.
Palestina saat ini
sedang memboikot upaya perdamaian yang dilancarkan Washington setelah
Trump mendobrak kebijakan lama AS dengan mengakui Yerusalem sebagai Ibu
Kota Israel. Seiring dengan pengakuan tersebut, Amerika Serikat telah
memindahkan kedutaannya ke kota yang diperebutkan itu. Para pemimpin
Palestina mengatakan bahwa negara Palestina, dengan Yerusalem Timur
sebagai ibu kotanya, harus didasarkan atas perbatasan sebelum perang
1967 dan keberadaan militer Israel pada masa mendatang di sana akan
dianggap sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan.