WASHINGTON
- Sejumlah dokumen rahasia Amerika Serikat (AS) yang tidak
diklasifikasikan mengungkap rencana Pentagon menghancurkan Uni Soviet
dan China dengan bom nuklir. Rencana itu dibuat tahun 1964, namun batal
dijalankan.
Uni Soviet telah runtuh tahun 1991 dan sekarang bernama Rusia.
Rencana perang nuklir dirancang oleh Angkatan Darat AS pada 1964. Tujuan pemboman nuklir kala itu adalah menghancurkan potensi industri dan melenyapkan sebagian besar populasi kedua negara tersebut.
Review terhadap rencana perang nuklir oleh Staf Gabungan AS pada tahun 1964 baru-baru ini diterbitkan oleh proyek Arsip Keamanan Nasional Universitas George Washington. Dokumen-dokumen rahasia itu menunjukkan bagaimana Pentagon mempelajari opsi "layak" untuk menghancurkan masyarakt Uni Soviet dan China.
Review,
yang dilakukan dua tahun setelah Krisis Misil Kuba, merancang
penghancuran Uni Soviet "sebagai masyarakat yang hidup" dengan
memusnahkan 70 persen dari luas lantai industrinya selama serangan
nuklir pre-emptive dan pembalasan.
Tujuan yang sama juga untuk untuk China, mengingat ekonominya saat itu berbasis agraris.
Menurut rencana, AS akan memusnahkan 30 kota besar China, membunuh 30 persen populasi perkotaan dan mengurangi separuh kemampuan industrinya. "Keberhasilan pelaksanaan serangan nuklir berskala besar akan memastikan bahwa China tidak lagi menjadi negara yang layak," bunyi ulasan dokumen tersebut, seperti dikutip Russia Today, semalam (2/9/2018) .
Staf Gabungan AS kala itutelah mengusulkan untuk menggunakan “hilangnya populasi sebagai tolak ukur utama untuk keefektifan dalam menghancurkan masyarakat musuh yang kolateral terhadap kerusakan industri".
Menurut para peneliti di Universitas George Washington, ide yang mengkhawatirkan itu berarti bahwa selama pekerja dan manajer kota terbunuh, kerusakan aktual untuk target industri mungkin tidak terlalu penting.
Rencana tahun 1964 tidak menyebutkan tingkat korban musuh yang diantisipasi, tetapi—seperti yang dicatat para peneliti—perkiraan sebelumnya dari tahun 1961 memproyeksikan bahwa serangan AS akan membunuh 71 persen penduduk di pusat-pusat perkotaan utama Soviet dan 53 persen penduduk di China.
Pentagon hingga tahun ini masih sangat bergantung pada pencegahan nuklir, dan seperti pada 1960-an, strategi nuklir AS masih menganggap kemampuan militer Rusia dan China sebagai tantangan utama yang dihadapi oleh Washington.
Dokumen Nuclear Posture Review terbaru pemerintah Donald Trump yang diadopsi pada bulan Februari 2018 lalu menggarisbawahi ancaman utama yang berasal dari Beijing dan Moskow. Dokumen, yang menyebutkan Rusia 127 kali itu, mengutip modernisasi persenjataan nuklir Rusia sebagai masalah bagi AS.
Tujuan yang sama juga untuk untuk China, mengingat ekonominya saat itu berbasis agraris.
Menurut rencana, AS akan memusnahkan 30 kota besar China, membunuh 30 persen populasi perkotaan dan mengurangi separuh kemampuan industrinya. "Keberhasilan pelaksanaan serangan nuklir berskala besar akan memastikan bahwa China tidak lagi menjadi negara yang layak," bunyi ulasan dokumen tersebut, seperti dikutip Russia Today, semalam (2/9/2018) .
Staf Gabungan AS kala itutelah mengusulkan untuk menggunakan “hilangnya populasi sebagai tolak ukur utama untuk keefektifan dalam menghancurkan masyarakat musuh yang kolateral terhadap kerusakan industri".
Menurut para peneliti di Universitas George Washington, ide yang mengkhawatirkan itu berarti bahwa selama pekerja dan manajer kota terbunuh, kerusakan aktual untuk target industri mungkin tidak terlalu penting.
Rencana tahun 1964 tidak menyebutkan tingkat korban musuh yang diantisipasi, tetapi—seperti yang dicatat para peneliti—perkiraan sebelumnya dari tahun 1961 memproyeksikan bahwa serangan AS akan membunuh 71 persen penduduk di pusat-pusat perkotaan utama Soviet dan 53 persen penduduk di China.
Pentagon hingga tahun ini masih sangat bergantung pada pencegahan nuklir, dan seperti pada 1960-an, strategi nuklir AS masih menganggap kemampuan militer Rusia dan China sebagai tantangan utama yang dihadapi oleh Washington.
Dokumen Nuclear Posture Review terbaru pemerintah Donald Trump yang diadopsi pada bulan Februari 2018 lalu menggarisbawahi ancaman utama yang berasal dari Beijing dan Moskow. Dokumen, yang menyebutkan Rusia 127 kali itu, mengutip modernisasi persenjataan nuklir Rusia sebagai masalah bagi AS.
Strategi nuklir Washington tersebut juga memungkinkan AS untuk melakukan serangan nuklir tidak hanya dalam menanggapi serangan nuklir musuh, tetapi juga sebagai tanggapan terhadap serangan strategis non-nuklir yang signifikan di AS, sekutu dan mitra.
Dokumen Nuclear Posture Review AS telah dikecam oleh Rusia dan China. Moskow mengecam strategi itu sebagai sikap konfrontatif. Sedangkan Beijing menggambarkan pendekatan Pentagon sebagai contoh dari mentalitas Perang Dingin.
Credit sindonews.com