Jumat, 17 Februari 2017

F-108 Rapier, Anak yang Tak Diharapkan Lahir


 
Sumber gambar: Live Journal
Dimulai dengan keinginan AU AS  tahun 1955 untuk memiliki pesawat penyergap jarak jauh, maka dicanangkanlah konsep Long Range Interceptor Expermen (LRI-X). Konsep ini ditawarkan kepada Lockheed, Northrop, dan North American.
Dari ketiganya, konsep milik North American akhirnya terpilih menjadi pemenang. Pabrikan yang sebelumnya telah sukses melahirkan pesawat legendaris P-51 Mustang ini mengajukan konsep dengan kode NA-236.
Sayang setahun kemudian proyek ini ditangguhkan oleh AU AS  karena alasan klasik, yaitu terlalu mahalnya biaya dalam menentukan spesifikasi yang dibuat oleh pihak Komando Pertahanan Udara.
Tapi rupanya kondisi Perang Dingin yang semakin memanas  antara dua kutub ini menjadikan proyek LRI-X kembali dilanjutkan pada tahun 1957.
Maka pihak North American yang telah ditunjuk  sebagai pemenangnya diberikan kewenangan membuat dua buah purwarupa (prototipe). Syaratnya, pesawat itu harus dapat terbang tiga kali kecepatan suara (Mach 3) dengan radius terbang lebih dari 2.000 km.
Pesawat yang direncanakan sebagai pengganti dari F-102 Delta Dagger dan F-106 Delta Dart ini rencananya juga akan dilengkapi rudal jenis baru yang mengunakan sistem electronic fire-control buatan Hughes Aircraft..
Lukisan F-108 Rapier yang dibuat untuk keperluan promosi. Sumber gambar: Cavok/Asas da Informacao
Lukisan F-108 Rapier yang dibuat untuk keperluan promosi. Sumber gambar: Cavok/Asas da Informacao
Tuntutan akan F-108 memang tinggi. Untuk itu North American merencanakan desain pesawat ini benar-benar baru dan cukup radikal, terutama pada pengunaan materialnya sehingga dapat terbang dengan aman pada kecepatan Mach 3.
North American juga menggandeng rekanannya yang sudah terkenal andal membuat mesin pesawat, yaitu General Electric yang menawarkan mesin jenis baru J93 Turbojet.
Pada saat bersamaan North American sedang mengembangkan pembom jarak jauh bermesin jet yang didesain dapat menembus pertahanan udara Uni Soviet (sekarang Rusia).
Seiring berjalannya waktu, pesawat pembom yang sedang dikembangkan itu kemudian diberi nama XB-70 Valkyrie. Karena pesawat pembom selalu dianggap riskan terhadap serangan lawan, sehingga diperlukan pesawat lainnya yang bertindak sebagai pengawal. Kelak Rapier inilah yang menjadi pendampingnya.
North American menggunakan konstruksi pesawat yang disebut stainless-steel honeycomb, dimana bahan ini juga sudah teruji ketika digunakan pada XB-70.
Selain itu, pabrikan juga mendesain kanopi dengan sistem kapsul dimana sebagian kokpitnya dapat terlepas dari badan pesawat jika diinginkan oleh awaknya. Kanopi itu tentunya sudah dilengkapi dengan parasut dan kantung udara.
Pihak Hughes Aicraft mempersiapkan rudal udara ke udara GAR-9 untuk F-108. Sementara untuk pertempuran jarak dekat pesawat dilengkapi empat buah kanon kaliber 20 mm.
Pesawat juga mampu membawa bom sampai 4.000 pon. Selain persenjataan ,pihak Hughes Aircraft juga melengkapi pesawat dengan radar, yakni Hughes AN/ASG-18 dengan sistem pulse doppler. Radar jenis ini belum pernah digunakan sebelumnya.
Sayangnya, kehebatan F-108 Rapier tidak diimbangi dengan keinginan yang kuat dari pemerintah. Berita yang sangat mengejutkan terdengar pada 23 September 1960 dari Menhan Robert McNamara yang menyatakan secara resmi proyek F-108 dibatalkan.
Selain masalah pembiayaan, pada saat bersamaan pengembangan rudal balistik lawan di luar perhitungan. Sekutu Rusia maju pesat sehingga  strategi untuk menghancurkan lawan dengan penggunaan pesawat penyergap perlu dievaluasi lagi.
Apalagi saat itu pihak AU AS masih sangat trauma dengan tertembaknya pesawat pengintai U-2 yang dipiloti Francis Gary Power oleh rudal darat ke udara.
Tapi rupanya proyek yang batal ini tidak musnah begitu saja. Banyak bagian-bagian dari pesawat itu yang terus dikembangkan sehingga menjadi produk unggulan, seperti radar yang kelak menjadi cikal bakal radar berkemampuan look-down/shoot-down.
Sementara kemampuan rudal GAR terus digali sehingga kecepatannya mampu mencapai Mach 6 dengan jangkauan mencapai 180 km. Rudal ini kemudian diberi kode AIM-47.




Credit  angkasa.co.id