Jumat, 24 Februari 2017

Perundingan Damai Suriah, Oposisi Tekankan Transisi Politik


 
Perundingan Damai Suriah, Oposisi Tekankan Transisi Politik  
Ilustrasi Suriah di bawah pemerintahan Bashar al-Assad. (REUTERS/Omar Sanadiki)
 
Jakarta, CB -- Perserikatan Bangsa-Bangsa memimpin perundingan damai Suriah di Jenewa. Pertemuan ini merupakan babak baru perundingan politik dalam upaya mengakhiri konflik selama hampir enam tahun.

Dalam perundingan itu, negosiator pemimpin oposisi menekankan kepada mediator PBB Staffan de Mistura, agar fokus pada pembahasan transisi politik.

"Jika Staffan serius, ia harus tetap berpegang pada subjek pertama dalam agenda yaitu transisi politik yang diterima oleh rakyat Suriah," kata Nasr al-Hariri, seperti dikutip Reuters.

Namun, tambahnya, delegasi pemerintah tidak ingin ada transisi sebagaimana yang diinginkan oposisi. Kelompok oposisi takut ada peran Iran yang ikut bermain di balik layar.

"Iran adalah kendala utama untuk setiap jenis kesepakatan politik," katanya.


Perundingan ini berlangsung pada Kamis (23/2), setelah terhenti selama 10 bulan karena pertempuran meningkat dalam perebutan Aleppo. Mediator dari PBB mempertemukan kedua pihak yang bertikai demi mengakhiri perang dan menyepakati masa depan pemerintahan Suriah.

Perundingan Jenewa pada April tahun lalu tidak pernah mempertemukan para perunding untuk bertatap muka. De Mistura bertemu dengan para delegasi secara terpisah.

Setelah pasukan pemerintah mengambil kendali Aleppo dengan dukungan militer Rusia, posisi Presiden Suriah Bashar al-Assad saat ini semakin kuat dibanding satu tahun lalu.
Mediator PBB Staffan de Mistura. 
Mediator PBB Staffan de Mistura. (Reuters/Denis Balibouse)
Wakil Rusia di PBB mengatakan, para pemberontak beserta pendukungnya di kalangan Barat dan Arab yang menuntut agar Assad mundur adalah permintaan "konyol".

"Delegasi pemerintah (Suriah) sudah tiba di Jenewa dengan arahan konstruktif untuk membuat kemajuan dalam perundingan ini," kata Duta Besar Rusia Alexei Borodavkin.

"Yang saya tahu, agenda pembicaraan belum siap," ujarnya.

Dia berharap perundingan itu menghasilkan kemajuan dalam pembentukan pemerintahan kesatuan nasional, penyusunan undang-undang dasar, serta penjadwalan pemilihan umum, seperti yang diamanatkan resolusi PBB.


Ruang lingkup pembicaraan telah dibatasi pada masalah politik utama sejak tahun lalu setelah Rusia, Turki dan Iran mengeluarkan masalah militer yang rumit dari agenda perundingan Jenewa. Sedangkan, masalah militer akan dibahas pada pertemuan terpisah di ibu kota negara Kazakhstan, Astana.

"Jenewa akan memusatkan pembicaraan pada masalah-masalah politik. Astana akan menjadi tempat yang pas untuk memperkuat gencatan senjata," kata seorang diplomat dari negara Barat.

Pertemuan Astana telah menghasilkan gencatan senjata yang rapuh, yang tidak mengikutsertakan kelompok-kelompok jihad garis keras seperti IS. Pertempuran terus berlangsung di berbagai wilayah Suriah pada Kamis.

Serangan udara menghancurkan daerah-daerah yang dikuasai kalangan pemberontak di provinsi Deraa dan Hama. Sementara para pemberontak menembakkan roket-roket ke arah fasilitas pemerintahan. Namun secara keseluruhan, tingkat kekerasan di Suriah barat telah menurun dibandingkan hari-hari sebelumnya.



Credit  CNN Indonesia