Rabu, 22 Februari 2017

DragonflEye, Saat Capung Hidup Diubah Jadi Drone

 DragonflEye, Saat Capung Hidup Diubah Jadi Drone
Capung yang jadi drone cyborg bernama DragonflEye.(draper.com)
 
CB, Jakarta - Manusia bisa menciptakan drone. Tapi tak ada yang sempurna. Tak ada yang bisa menyamai kehebatan gerak serangga, yang lebih luwes dan lihai bergerak dalam menangkap obyek yang diinginkan.

Para ilmuwan di Charles Stark Draper Laboratorium (Draper) punya ide untuk menjadikan capung sebagai drone. Namanya: DragonflEye. Draper adalah lembaga riset nonprofit yang berbasis di Massachusetts, Amerika Serikat.

Capung dibuat tak ubahnya cyborg atau robot hidup. Para ahli mengendalikan gerak serangga itu sesuai dengan keinginan mereka. Caranya?

Para ilmuwan itu menggabungkan biologi sintesis, neuroteknologi, dan navigasi. Semuanya dijalankan menggunakan metode canggih optogenetika—teknik yang memanfaatkan cahaya untuk mengirim sinyal ke neuron. Dengan begitu, para peneliti bisa memodifikasi seekor capung agar mereka lebih sensitif terhadap cahaya dan mengontrolnya.

Semua itu dikendalikan dengan alat yang dipasang pada badan capung dan tersambung ke kepala. “Alatnya seperti ransel untuk binatang,” kata Jesse J. Wheeler, insinyur biomedis di Draper dan peneliti utama program DragonflEye, seperti dikutip dari laman lembaga mereka, akhir pekan lalu. Proyek ini merupakan kolaborasi antara Draper dan Howard Hughes Medical Institute (HHMI).

Capung dipilih karena memiliki kepala besar, badan panjang, dan dua pasang sayap yang tidak bergerak selaras. Hasil penelitian pada 2007 yang diterbitkan dalam jurnal Physical Review Letters mengungkapkan, capung dapat melesat dengan cepat jika memaksimalkan dua pasang sayap tersebut.

Tim ilmuwan HHMI, yang dipimpin Anthony Leonardo, mencari cara meningkatkan sistem kendali neuron capung. “Agar capung lebih sensitif terhadap cahaya,” kata Leonardo.

Adapun ilmuwan Draper membuat komponen ransel capung yang disebut sebagai optrodes. Alat ini terbuat dari serat optik lentur untuk membungkus saraf capung. Dengan begitu, para ilmuwan dapat menargetkan neuron yang berperan dalam aktivitas terbang tanpa mengganggu neuron lain di sekitarnya.

Saat dikendalikan, drone cyborg ini berhasil melakukan banyak hal, antara lain meletakkan barang mikro, mengintai seperti mata-mata, dan membantu penyerbukan bunga. Selain pada capung, menurut Wheeler, teknologi ini bisa digunakan pada lebah madu, yang populasinya makin berkurang dalam 25 tahun terakhir. Sebagai informasi, kontribusi lebah madu dalam pertanian di Amerika sebesar US$ 15 miliar.

Tak hanya itu, optrodes juga bisa digunakan untuk terapi otak. “Teknologi ini memungkinkan diagnostik langsung ke saraf target,” ujar Wheeler. Tapi tentunya, dia menambahkan, diperlukan uji coba lebih mendalam terlebih dulu.



Credit  tempo.co