Jumat, 04 Maret 2016

'Napas' Amerika dalam Pesawat Tempur Indonesia-Korsel


 
AS, Korea Selatan, dan Indonesia menggelar pertemuan trilateral, membahas rencana transfer teknologi untuk pesawat tempur KF-X/IF-X yang dibuat Korsel bersama RI. (Dok. PT Dirgantara Indonesia)
Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Indonesia menggelar pertemuan trilateral akhir Februari. Ketiga negara membicarakan rencana transfer teknologi untuk pesawat tempur Korea Fighter Xperiment/Indonesia Fighter Xperiment (KF-X/IF-X) yang sedang dikembangkan bersama oleh RI dan Korsel.

Dalam pertemuan di AS itu, perwakilan perusahaan dirgantara masing-masing negara –Lockheed Martin, Korea Aerospace Industries, dan PT Dirgantara Indonesia– ikut hadir.

Jika mulus, Lockheed Martin akan mentransfer teknologi penting untuk pengembangan KF-X/IF-X yang direncanakan mewujud jet tempur generasi 4,5 dengan kemampuan nyaris setara dengan pesawat siluman (stealth fighter) generasi kelima.

“Pertemuan trilateral ini belum tentu sebulan selesai. Butuh waktu. (Perundingan) bisa sampai enam bulan atau satu tahun,” kata Kepala Program KF-X/IF-X PTDI Heri Yansyah, Jumat (19/2).

Berdasarkan data yang dihimpun CNNIndonesia.com, Korea Selatan telah berencana meminta bantuan Lockheed Martin untuk mengembangkan KF-X sejak Maret 2014 saat mereka memutuskan membeli 40 unit pesawat tempur siluman keluaran perusahaan itu, F-35 Lighting II.

F-35 Lighting II, jet tempur siluman terbaru buatan raksasa dirgantara Amerika Serikat, Lockheed Martin. Lockheed menawarkan transfer teknologi ke Korea Selatan untuk mengembangkan KF-X/IF-X. (U.S. Navy photo courtesy Lockheed Martin)
Sebagai bagian dari kesepakatan memborong F-35 tersebut, Lockheed menawarkan keahlian teknik setara 300 tahun masa kerja individu untuk membantu merancang KF-X. Lockheed bahkan berencana menyodorkan lebih dari 500 ribu halaman dokumentasi teknis terkait pembuatan jet tempur generasi keempat mereka, F-16 Fighting Falcon, serta F-35 Lighting II dan F-22 Raptor dari generasi kelima.

Korea Selatan, melalui Korea Aerospace Industries (KAI), dan Lockheed Martin memiliki sejarah kerja sama mengembangkan pesawat tempur ringan T-50 Golden Eagle –yang kini juga menjadi bagian dari armada udara Republik Indonesia.

Meski demikian, untuk proyek KF-X yang berjalan saat ini, Lockheed ragu memberikan dukungan penuh karena khawatir KF-X pada akhirnya menjadi kompetitor mereka sendiri di pasar ekspor jet tempur.

Penawaran saat itu bukan hanya datang dari Lockheed Martin dan KAI. Desember 2014, Airbus Eropa, Boeing AS, dan Korean Air bergabung dalam satu tim untuk mengusulkan alternatif pembuatan pesawat tempur yang lebih murah bagi Korea Selatan.

Tim Airbus-Boeing-Korean Air juga menawarkan alih teknologi. Boeing misalnya dapat menyediakan pengetahuan soal radar dan teknologi siluman pada jet tempur. Bermitra dengan Airbus membuat Boeing dapat mentransfer informasi tersebut meski aturan AS membatasi transfer teknologi hingga tingkat tertentu ke luar negeri.

Namun pada 9 Februari 2015, tenggat waktu yang ditetapkan bagi kedua tim untuk mengajukan penawaran, hanya KAI-Lockheed Martin yang menyerahkan proposal mereka, sedangkan Korean Air-Airbus masih memerlukan waktu untuk mempersiapkan penawaran mereka.

Batas waktu penyerahan proposal pun diundur karena aturan hukum Korea Selatan mensyaratkan tender diikuti oleh minimal dua peserta. Akhirnya pada 30 Maret 2015 pemerintah Korea Selatan mengumumkan tender proyek KF-X dimenangkan oleh Korea Aerospace Industries yang menggandeng Lockheed Martin sebagai mitra.

Namun enam bulan kemudian, September 2015, pemerintah Amerika Serikat dilaporkan menolak transfer empat dari 25 teknologi inti ke Korea Selatan. Transfer teknologi utama jet tempur dinilai AS melanggar kebijakan keamanan negara itu.

Harian Korea Selatan Chosun Ilbo melansir, salah satu yang dilarang AS untuk ditransfer ialah data teknologi terkait radar AESA (active electronically scanned array). Ini sistem radar canggih dengan kemampuan perang elektronik. AESA dapat mencari dan melacak target lebih cepat dan akurat daripada sistem-sistem yang sudah ada selama ini.

Selain radar AESA, tiga teknologi inti lain yang tak diizinkan pemerintah AS untuk ditransfer ialah sistem perang elektronik, pencari dan pelacak inframerah atau IRST (infrared search and track), serta electro-optical targeting pod.

Terancamnya transfer teknologi jet tempur dari Lockheed Martin membuat Presiden Korea Selatan Park Geun-hye dan Menteri Pertahanan Han Min-koo mencoba melobi AS dalam pertemuan mereka dengan Presiden Barack Obama dan Menteri Pertahanan AS Ashton Carter, Oktober 2015.

Sampai sekarang transfer teknologi inti untuk KF-X/IF-X masih terus diupayakan terwujud. Perundingan kini melibatkan Indonesia setelah pemerintah RI resmi menandatangani kontrak kerja sama dengan Korea Selatan untuk menggarap fase kedua proyek KF-X/IF-X, yakni pembuatan prototipe pesawat, pada 7 Januari 2016.


Asal Jangan Siluman
Sampai sekarang transfer teknologi inti untuk KF-X/IF-X masih terus diupayakan terwujud. Perundingan kini melibatkan Indonesia setelah pemerintah RI resmi menandatangani kontrak kerja sama dengan Korea Selatan untuk menggarap fase kedua proyek KF-X/IF-X, yakni pembuatan prototipe pesawat, pada 7 Januari 2016.

“Korea belum tentu mendapatkan semua teknologi Amerika. Perlu negosiasi. Oleh sebab itu Korea juga mengembangkan teknologi sendiri. Soal ini harus kami selesaikan dalam waktu dua-tiga tahun ke depan. Teknologi mana yang bisa dapat dari Amerika, dan mana ya tidak sehingga dicari dari sumber lain,” ujar Heri Yansyah, Kepala Program KF-X/IF-X PT Dirgantara Indonesia.

Direktur Utama PTDI Budi Santoso berkata, “Jujur saja, tidak ada satu perusahaan pun yang akan memberikan teknologi kuncinya kepada siapapun. Yang namanya transfer teknologi, yang kita dapatkan itu bukan teknologi kunci.”

Proyek pesawat tempur selalu menjadi perhatian dunia. “Proses pembuatan pesawat KF-X/IF-X pun sudah menjadi perhatian internasional, bahkan saat masih rencana penentuan jenis pesawat. Baru mau bilang stealth, pesawat siluman, sudah ada yang ‘teriak-teriak’,” ujar Budi.

KF-X/IF-X lebih tepat disebut jenis pesawat semisiluman –mengadopsi teknik geometri pesawat siluman, namun tak menggunakan material jet siluman.

“KF-X/IF-X mendekati pesawat tempur generasi kelima (stealth fighter), tapi tidak menyaingi,” kata Direktur Teknologi dan Pengembangan PTDI, Andi Alisjahbana, dalam wawancara dengan CNNIndonesia.com.


Pun, mengharapkan lisensi sejumlah komponen avionik sepeti radar dan rudal yang masih diproduksi terbatas oleh negara-negara besar seperti AS, agak sulit.

“Kebijakan Amerika, kerahasiaan teknologi kunci harus dijaga, tidak boleh diberikan ke siapapun dan negara manapun,” kata Eris Herryanto, Wakil Ketua Komite Kebijakan Industri Pertahanan RI.

Walau begitu, ujar Eris, perusahaan-perusahaan Korea Selatan yang bergerak di bidang teknologi sejak dua tahun lalu mulai mengembangkan teknologi jet tempur. “Sekarang memang belum selesai, tapi tingkat keberhasilannya sudah mendekati 100 persen.”

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertahanan RI Anne Kusmayati mengatakan, total tak kurang dari 74 jenis teknologi yang harus dimiki suatu pesawat tempur, mulai aerodinamik, struktur, persenjataan, sistem logistik teintegrasi, dan lain-lain.

Berbagai teknologi dalam pengembangan KF-X/IF-X dibagi dalam paket pekerjaan. “Ada yang bisa diikuti Indonesia, ada yang tidak. Tapi Korea tetap memberikan kesempatan,” kata Anne.

Kompatibel dengan AS

Teknologi yang akan digunakan dalam KF-X/IF-X sesungguhnya bukan hanya berasal dari AS. “Ada teknologi Eropa juga, tapi bukan Rusia. Tapi memang lebih banyak teknologi Amerika,” kata Andi.

Ini karena Korea Selatan dan AS selama ini memang bersekutu. “Korsel memiliki pakta pertahanan dengan Amerika. Jadi semisal Korsel diserbu Korea Utara, Amerika akan menolong,” ujar Andi.

Untuk itu peralatan tempur Korea Selatan dengan AS mesti kompatibel satu sama lain. “Kalau Korsel pakai peluru lima milimeter, Amerika tujuh mili, ya tidak masuk ke senjatanya sehingga jika peluru Korsel habis, tidak bisa pakai peluru Amerika. Sederhananya begitu,” imbuh Andi.

Pesawat tempur siluman F-22 Raptor Amerika Serikat unjuk kekuatan dengan terbang di wilayah Korea Selatan menyusul langkah Korea Utara melakukan uji coba nuklir dan meluncurkan roket satelit. AS dan Korsel yang mengikat diri dalam pakta pertahanan akan kembali menggelar latihan militer bersama. (REUTERS/Wolfgang Rattay)
Persenjataan Korea Selatan dan AS yang mesti kompatibel satu sama lain, di dalamnya termasuk pesawat tempur. Apalagi perhatian utama Korsel ialah konfliknya dengan Korea Utara yang tak kunjung reda. Sampai sekarang kedua negara berstatus dalam gencatan senjata dan tak pernah berdamai.

Soal teknologi Korea Selatan yang berkiblat ke AS itu, menurut Andi, bukan persoalan bagi Indonesia dalam mengembangkan jet tempur KF-X/IF-X. “RI kan juga punya F-16 dan F-5 buatan AS. PTDI dalam membuat pesawat pun kerap bekerja sama dengan Boeing AS. Jadi tak ada masalah,” kata Andi.











Credit CNN Indonesia