Rabu, 30 Maret 2016

Taiwan Kembali Protes, Sebut Indonesia Tembaki Kapalnya Tanpa Peringatan



Taiwan Kembali Protes Sebut Indonesia Tembaki Kapalnya Tanpa Peringatan
Kapal Sheng Te Tsai, Taiwan. | (focustaiwan.tw)

TAIPEI - Pemerintah Taiwan kembali memprotes Pemerintah Indonesia atas penembakan dua kapal nelayan mereka pada 21 Maret 2016. Taiwan menyebut, aparat Indonesia menembaki dua kapal nelayan mereka tanpa mengeluarkan peringatan.

Protes kali ini disampaikan Badan Perikanan Taiwan. Pada 23 Maret 2016 lalu, Perdana Menteri Taiwan, Chang San-cheng, juga menyampaikan protes pada Indonesia yang dia anggap menggunakan cara kekerasan terhadap kapal-kapal asing yang diduga memasuki perairan Indonesia dan mencuri ikan atau illegal fishing.

Kepala Badan Perikanan Taiwan, Tsay Tzu-yaw, menyangkal jika dua kapal nelayan Taiwan memasuki perairan Indonesia. “Ada 17 peluru yang menyasar dua kapal, termasuk dua di antaranya menembus kabin,” bunyi laporan protes badan itu yang dilansir ABC, Rabu (30/3/2016).

Tidak ada yang terluka dan kapal tiba di Singapura tiga hari setelah insiden penembakan yang menurut Pemerintah Indonesia terjadi di wilayah perairan Indonesia di Selat Malaka.

Indonesia sebelumnya menegaskan kapal patroli telah menembaki kapal Sheng Te Tsai dan Lien I Hsing No. 116 setelah mengabaikan peringatan yang sudah diulang agar meninggalkan perairan Indonesia di Selat Malaka. Kedua kapal itu diduga mencuri ikan dan tidak mengibarkan bendera kebangsaan mereka.

Tsay Tzu-yaw tidak berkomentar soal dua kapal yang tidak mengibarkan bendera. Menurut badan itu, data perekam pelayaran kapal Sheng Te Tsai menunjukkan bahwa kapal tersebut telah berlayar pada kecepatan 7-8 knot (13-15 kilometer per jam). Dengan kecepatan itu, kapal sudah menetapkan jaring atau mengangkut ikan.


Protes Taiwan ini diduga sebagai langkah diplomatis untuk menghindari persepsi bahwa otoritas Taiwan tidak mampu atau tidak mau untuk melindungi warganya. Pada tahun 2013, seorang nelayan Taiwan tewas setelah kapalnya ditembaki pasukan penjaga pantai Filipina yang memicu pertikaian diplomatik dan penjatuhan sanksi ekonomi.



Credit  Sindonews