Senin, 28 Maret 2016

Memperkuat kehadiran Indonesia di Pasifik Selatan


Memperkuat kehadiran Indonesia di Pasifik Selatan
Voreqe Bainimarama (kiri) pada foto 17 September 2014. (AFP PHOTO / Peter PARKS)
 
Jakarta (CB) - Rencana kunjungan delegasi Indonesia ke Papua Nugini dan Republik Fiji pada 30 Maret - 3 April 2016 semakin meneguhkan keseriusan Jakarta dalam memperkuat hubungan bilateral dengan negara-negara di kawasan Pasifik Selatan.

Kunjungan yang rencananya dipimpin Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan ke kedua negara anggota Melanesian Spearhead Group (MSG) itu pun bukanlah yang pertama dilakukan anggota kabinet dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Menteri Luar Negeri Retno L.P.Marsudi pun telah melakukan kunjungan pertamanya ke Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Fiji. Dalam kunjungannya ke Kepulauan Solomon pada 28 Februari 2015, Menlu Retno diterima Menlu Milner Tozaka di Honiara.

Kedua menteri luar negeri mengakui bahwa baik Indonesia maupun Kepulauan Solomon memiliki latar belakang dan warisan budaya Melanesia yang dapat membantu mewujudkan hubungan bilateral yang lebih dekat demi kemaslahatan kedua negara dan bangsa.

Kedua menlu juga mengakui pentingnya prinsip saling menghormati integritas teritorial dalam membangun hubungan bilateral kedua negara di samping memperkuat kerja sama bidang ekonomi dan hubungan antarmasyarakat terutama melalui peningkatan kapasitas dan bantuan teknis.

Perihal pentingnya posisi negara-negara di kawasan Pasifik Selatan bagi kebijakan politik luar negeri Indonesia pun telah ditegaskan oleh Wakil Menlu A.M. Fachir pada KTT ke-20 MSG yang berlangsung di Heritage Park Hotel, Honiara, Kepulauan Solomon, pada 26 Juni 2015.

Bagi Indonesia yang memiliki 11 juta jiwa warga keturunan Melanesia yang tersebar di Provinsi Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara dan Nusa Tenggara Timur, kawasan Pasifik merupakan "salah satu prioritas utama", katanya dalam pidato di depan para pemimpin negara-negara anggota MSG.

Kunjungan kenegaraan Presiden Joko Widodo ke Port Moresby, Papua Nugini, pada 11-12 Mei 2015 atas undangan Perdana Menteri Peter ONeill merupakan "refleksi nyata dari prioritas ini", kata Wamenlu A.M.Fachir.

Seperti diungkapkan Wamenlu di depan forum yang menerima keanggotaan penuh Indonesia serta memberikan status peninjau kepada Gerakan Pembebasan Bersatu untuk Papua Barat (ULMWP) itu, komitmen Indonesia bagi MSG "nyata dan konkret".

Bahkan Indonesia berkomitmen membantu negara-negara anggota MSG agar dapat terlibat lebih dalam dengan komunitas internasional yang lebih luas melalui Forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) maupun Konferensi Asia Afrika.

Dalam pandangan Wamenlu A.M.Fachir, terbukanya konektivitas antara masyarakat Melanesia di negara-negara anggota MSG dan 11 juta WNI keturunan Melanesia yang tersebar di lima provinsi akan membuka jalan bagi semakin terbukanya akses ke pasar Indonesia yang besar.

Bersedia jadi pintu gerbang
Bahkan, Indonesia juga bisa berperan sebagai pintu gerbang bagi produk negara-negara di kawasan Pasifik Selatan untuk masuk ke pasar negara-negara anggota Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), katanya.

Peluang kerja sama Indonesia dan negara-negara anggota MSG itu tidak hanya terbatas pada bidang ekonomi dan perdagangan. Sebagai sesama negara kepulauan, kerja sama di bidang mitigasi bencana akibat dampak perubahan iklim dan peningkatan kesejahteraan rakyat sangat terbuka, katanya.

Namun di atas semua peluang memperkuat hubungan dan kerja sama bilateral dan multilateral itu, Wamenlu A.M.Fachir mengingatkan kembali Kesepakatan Pembentukan MSG tahun 2007 di mana "para anggota MSG sepenuhnya menghormati prinsip-prinsip hukum internasional yang mengatur hubungan antarbangsa".

Di antara prinsip-prinsip yang mutlak dihormati para anggota MSG itu adalah prinsip kedaulatan, kesetaraan kemerdekaan bagi seluruh bangsa, dan tidak ikut campur dalam urusan dalam negeri negara-negara, katanya.

Apa yang disampaikan Wamenlu RI di depan forum MSG di Honiara itu sangat berdasar terlebih lagi internasionalisasi isu Papua dan kampanye berisi gugatan atas keabsahan pelaksanaan Referendum Papua melalui Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1969 terus berlangsung.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Prof. Hikmahanto Juwana pun mengakui realitas ini dalam catatan pengantar yang dia berikan untuk buku karya Nico Gere berjudul "Merawat Kedaulatan Indonesia di Papua: Revitalisasi Prinsip Kedaulatan dan Prinsip Non-Intervensi dalam Piagam PBB" (2015).

"Papua adalah Indonesia. Namun sebagian masyarakat di Papua dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat di luar negeri belum menerima kenyataan ini. Oleh Karenanya, kedaulatan Indonesia di tanah Papua wajib terus dirawat," tulisnya dalam buku yang diterbitkan Perum LKBN Antara itu.

Di tengah kenyataan ini, kunjungan delegasi RI ke Papua Nugini, negara yang akan menjadi tuan rumah KTT ke-21 MSG pada 2017, dan Republik Fiji dilakukan.

Menurut Deputi Bidang Koordinasi Komunikasi, Informasi dan Aparatur Kemenko Polhukam Marsda TNI Agus Ruchyan Barnas, dalam kunjungannya ke Port Moresby, Papua Nugini, pada 30 Maret, Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan direncanakan bertemu dengan Perdana Menteri Peter ONeill.

Dari Port Moresby, delegasi RI akan melanjutkan misi kunjungan bilateral ke Suva, Ibu Kota Republik Fiji, pada 31 Maret-1 April. Dalam kunjungan ke Suva ini, Menko Polhukam juga direncanakan bertemu dengan Perdana Menteri Fiji J.V.Bainimarama.

Di antara agenda kunjungan delegasi RI ke Republik Fiji itu adalah penyerahan bantuan kemanusiaan dan pengiriman satu kompi pasukan zeni TNI Angkatan Darat guna ikut membantu proses rekonstruksi pasca-bencana Topan Winston kategori 5 yang menghantam wilayah negara itu Februari lalu, kata Agus.

Uluran tangan Indonesia kepada pemerintah dan rakyat Fiji pada saat-saat ini merefleksikan makna pepatah "teman sejati adalah teman di kala suka maupun duka". Hal yang sama juga dilakukan Indonesia tatkala Vanuatu diporakporadakan oleh badai Topan Pam pada 17 Maret 2015.



Credit  ANTARA News