Selasa, 22 Maret 2016

Israel Cegah Utusan Khusus PBB Asal Indonesia ke Palestina


 
AFP Photo Pelapor Khusus PBB untuk Konflik Palestina, Makarim Wibisono, tidak mendapat izin dari Israel masuk Palestina.

GENEVA, CB — Perserikatan Bangsa-Bangsa melayangkan kecaman keras terhadap Israel karena utusan khususnya, Makarim Wibisono, tidak mendapat izin masuk Palestina. Wibisono ditugaskan PBB untuk memantau situasi HAM di wilayah otonomi Palestina. "Dengan penyesalan mendalam, saya harus menerangkan bahwa saya telah gagal memenuhi mandat yang diberikan kepada saya," kata Makarim Wibisono di depan sidang Dewan HAM di Geneva, Swiss, Senin (21/3/2016).
Makarim sejak 2014 bertugas sebagai utusan khusus PBB (special rapporteur) untuk Palestina. Dia diminta merampungkan laporan tentang situasi HAM di wilayah yang dijajah Israel itu dan menyerahkan laporan akhir kepada Dewan HAM PBB di Geneva.
Dalam laporan di hadapan sidang dewan PBB, Makarim menyayangkan sikap Israel yang tidak memberi izin kepadanya untuk masuk ke wilayah Palestina.
Diplomat Indonesia itu mengatakan, ketika diserahi tugas oleh PBB tiga tahun lalu, dia tadinya yakin akan mendapat akses ke Palestina. Namun, permintaannya untuk berkunjung ke wilayah itu justru berulang kali ditolak.
"Kurangnya kerja sama (Israel) tampaknya menjadi indikasi bahwa situasi HAM warga Palestina tetap akan memburuk setiap hari di bawah pendudukan Israel," katanya dan menegaskan "kurangnya akuntabilitas" dalam hal pelanggaran HAM di wilayah kerjanya.
Israel memang sejak lama menuduh Dewan HAM bias dalam penilaian terhadap politiknya di Palestina. Delegasi Israel tidak menghadiri sidang dewan HAM di Geneva.
Kementerian Luar Negeri Israel sebelumnya juga menuduh rencana kunjungan Makarim sebagai "bias".
Perwakilan Uni Eropa di Dewan HAM, Peter Soerensen, dari Denmark, menyatakan penyesalan bahwa Israel tidak mengizinkan Makarim mengakses wilayah Palestina.
Sorensen juga menyayangkan mandat yang diberikan kepada diplomat Indonesia itu "terbatas untuk menyelidiki pelanggaran HAM Israel". Seharusnya, semua pelanggaran HAM "tunduk pada pengawasan", terlepas dari siapa pelakunya.
Perwakilan Palestina, Ibrahim Khraishi, mengecam bahwa penunjukan pengganti Makarim tertunda-tunda setelah kelompok HAM Israel mengirim surat yang isinya menuduh kedua calon, yaitu profesor hukum Penny Green dari Inggris dan ahli hukum Michale Lynk dari Kanada, sebagai "aktivis anti-Israel".
Khraishi menyebut penundaan itu sebagai "pelanggaran terang-terangan" atas aturan Dewan HAM.
Dalam laporannya kepada Dewan HAM, Makarim menekankan perlunya seorang pengganti yang bisa melanjutkan tugasnya, sekaligus dia menyuarakan keprihatinan atas eskalasi kekerasan terbaru antara Palestina dan Israel.
Sejak Oktober lalu, hampir 200 warga Palestina, 28 warga Israel, 2 warga Amerika, seorang warga Eritrea, dan seorang warga Sudan tewas dalam gelombang kekerasan terbaru.
Utusan khusus PBB Makarim menekankan, tindakan kekerasan individual yang sewenang-wenang, baik yang dilakukan warga Palestina maupun Israel, tidak dapat diterima dan harus diselidiki dan dituntut secara hukum.
Makarim mengatakan, berbagai aksi kekerasan itu terjadi karena sengketa tak berkesudahan dengan latar belakang pembangunann permukiman ilegal di Tepi Barat dan blokade jalur Gaza.



Credit  KOMPAS.com