Senin, 14 Maret 2016

China akan Bentuk Pengadilan Maritim Internasional


China akan Bentuk Pengadilan Maritim Internasional  
Ilustrasi (Reuters/Jason Lee)
 
Jakarta, CB -- Pemerintah China berencana membentuk "pusat pengadilan maritim internasional" untuk melindungi kedaulatan dan hak-hak negara itu di lautan. Rencana ini muncul seiring ketegangan antara China dan beberapa negara kawasan terkait sengketa wilayah di Laut China Selatan.

Diberitakan Reuters, hal ini disampaikan oleh Menteri Kehakiman China Zhou Qiang di depan parlemen di Beijing. Dia mengatakan pengadilan di seluruh China tengah merancang strategi nasional untuk menjadikan negara itu sebagai "kekuatan maritim."

"Kita harus menjaga kedaulatan nasional, hak maritim dan kepentingan inti China lainnya. Kita harus meningkatkan kinerja pengadilan maritim dan membangun pusat pengadilan maritim internasional," kata Zhou.

Dia tidak memberikan rincian atas pernyataannya itu. Belum diketahui kapan pengadilan itu akan mulai bekerja, dimana berlokasi dan kasus seperti apa yang akan ditangani.

Rencana ini muncul di tengah sengketa China dengan negara-negara Asia terkait wilayah Laut China Selatan yang kaya minyak. Selain dengan Malaysia, Vietnam, Filipina, Brunei dan Taiwan, China juga bersengketa dengan Jepang di Laut China Timur.

China dinilai kian agresif di perairan yang merupakan jalur perdagangan utama dunia itu dengan membangun pulau buatan dan pangkalan militer. Filipina telah mengadukan sengketa dengan China ini ke pengadilan arbitrase intenasional di The Hague, memicu kemarahan Beijing yang menolak mengakuinya.

Rencana ini juga diambil karena China memiliki kasus maritim terbanyak di dunia. Tahun lalu, China mencatat 16 ribu kasus kelautan. Zhou mengatakan, China memiliki pengadilan maritim terbanyak di dunia.

Salah satu contohnya, kata Zhou, adalah kasus tahun 2014 di pengadilan maritim China bagian tenggara soal tabrakan antara kapal pukat China dengan kapal kargo Panama di perairan dekat wilayah sengketa dengan Jepang.

Kasus itu berakhir dengan mediasi. Hal ini, lanjut Zhou, adalah bentuk kekuasaan yurisdiksi China terhadap wilayah itu.




Credit  CNN Indonesia