Selasa, 17 Februari 2015

Ini Penampakan Kapal Perang Made in Surabaya yang Dipesan Filipina

lah satu fitur pembeda dari Perang Dunia I adalah meluasnya penggunaan senjata kimia. Berbagai gas kimia mematikan, termasuk gas sawi, fosgen, dan gas air mata, digunakan untuk melumpuhkan dan membunuh tentara musuh. Meskipun senjata kimia memainkan peran utama selama Perang Dunia, penggunaannya telah berasal dari periode yang jauh lebih awal dalam sejarah peradaban umat manusia.
Salah satu referensi awal penggunaan senjata kimia dalam literatur Barat dapat ditemukan dalam mitos Yunani, Hercules, di mana sang pahlawan mencelupkan panahnya ke darah Hydra yang beracun. Hal ini juga telah diklaim bahwa panah beracun disebutkan oleh Homer dalam kedua eposnya, Iliad dan Odyssey.
Rekaman penggunaan senjata kimia juga muncul di peradaban kuno di Timur. Di India, misalnya, penggunaan racun selama perang dapat ditemukan baik di Mahabharata dan Ramayana, dua epos Sansekerta utama yang berasal dari sekitar abad ke-4 SM Selain itu, resep untuk senjata beracun dapat ditemukan di Kautilya yaitu Arthashastra, yang berasal dari periode Maurya India (322-185 SM).
Di Tiongkok, berbagai tulisan mendeskripsikan penggunaan gas beracun untuk memertahankan kota. Asap beracun yang dihasilkan oleh bola sawi atau sayuran beracun terbakar lainnya, dipompa ke terowongan yang digali oleh tentara yang mengepung dari bawah tanah.
Kembali ke dunia Barat, penggunaan asap beracun dapat ditelusuri ke Perang Peloponnesia, yang berlangsung selama abad ke-5 SM. Dalam salah satu pertempuran antara Sparta dan Athena, bekas campuran kayu, tanah, dan sulfur yang terbakar di bawah dinding, digunakan untuk melumpuhkan pihak yang bertahan, dengan demikian melumpuhkan kemampuan mereka untuk melawan serangan tentara Sparta.
Contoh yang diberikan sejauh ini telah diperoleh melalui bukti sastra yang masih eksis. Sedangkan untuk bukti arkeologi tentang penggunaan awal senjata kimia, kita perlu untuk melihat lokasi Dura- Europos, yang terletak di tepi Sungai Efrat di Suriah. Dura-Europos adalah sebuah kota Romawi yang jatuh ke Sassaniyah sekitar pertengahan abad ke-3 Masehi
Meskipun tidak ada catatan sastra yang merinci tentang pengepungan akhir itu, arkeologi memberikan petunjuk mengenai apa yang terjadi. Dura-Europos digali selama tahun 1920-an dan 30- an oleh arkeolog Perancis dan Amerika. Di antara fitur yang ditemukan terdapat pertambangan, salah satunya digali oleh bangsa Persia dan lainnya lagi oleh orang Romawi sebagai tandingan. Selain itu, di terowongan itu juga ditemukan tumpukan tubuh setidaknya 19 tentara Romawi dan seorang prajurit Sassania sendirian.
Penafsiran awal adalah terjadi pertempuran sengit di terowongan itu, dimana bangsa Sassaniyah berhasil memukul mundur para pejuang Romawi. Setelah pertempuran, Sassaniyah menghancurkan tambang milik Romawi dengan membakarnya, hal itu terbukti dengan adanya kristal belerang dan aspal di dalam terowongan.
Pada 2009, pemeriksaan ulang bukti yang tersisa itu menyebabkan reinterpretasi tentang peristiwa tersebut. Terowongan itu dirasa terlalu sempit untuk secara efektif melakukan pertempuran tangan-melawan tangan. Selain itu, posisi tubuh para tentara Romawi itu seperti sengaja ditumpukkan, menunjukkan bahwa ini bukan tempat di mana mereka tumbang. Interpretasi alternatif, seperti yang disarankan oleh Profesor Simon James, seorang arkeolog di University of Leicester, Inggris, adalah bahwa Sassaniyah menggunakan gas beracun untuk membunuh tentara Romawi. Ketika belerang dan aspal dilemparkan ke api, akan menghasilkan gas tersedak, dan berubah menjadi asam sulfat ketika dihirup oleh para pejuang Romawi. Dan dalam beberapa menit, orang-orang Romawi yang berada di terowongan itu akan mati.
Hal ini terjadi ketika tambang Sassania dirusak oleh orang Romawi, yang tambang saingannya berada tepat di atas mereka. Prajurit Sassania yang seorang itu mungkin telah menjadi korban senjatanya sendiri, dan meninggal karena gas beracun juga. Setelah terowongan bersih dari gas beracun, Sassaniyah menumpuk tubuh tentara Romawi di mulut tambang sebagai dinding perisai, dan terus menghancurkan tambang ini sehingga mereka bisa melanjutkan pekerjaan mereka.
Penemuan arkeologi di Dura-Europos ini mengungkapkan bahwa senjata kimia sudah digunakan selama zaman kuno, dan memberikan bukti fisik pertama yang biasanya kurang bias dianggap valid jika hanya berdasarkan dari sumber-sumber sastra belaka. Seberapa sering senjata kimia tersebut digunakan merupakan pertanyaan lainnya.
Apakah Dura-Europos contoh yang unik dari penggunaan senjata kimia, atau apakah senjata tersebut umum digunakan pada saat itu? Mungkin bukti arkeologi yang lebih valid akan muncul untuk memberikan jawabannya
- See more at: http://erabaru.net/detailpost/bukti-perang-kimia-1700-tahun-lalu#sthash.sNDg2tv9.dpuf
Salah satu fitur pembeda dari Perang Dunia I adalah meluasnya penggunaan senjata kimia. Berbagai gas kimia mematikan, termasuk gas sawi, fosgen, dan gas air mata, digunakan untuk melumpuhkan dan membunuh tentara musuh. Meskipun senjata kimia memainkan peran utama selama Perang Dunia, penggunaannya telah berasal dari periode yang jauh lebih awal dalam sejarah peradaban umat manusia.
Salah satu referensi awal penggunaan senjata kimia dalam literatur Barat dapat ditemukan dalam mitos Yunani, Hercules, di mana sang pahlawan mencelupkan panahnya ke darah Hydra yang beracun. Hal ini juga telah diklaim bahwa panah beracun disebutkan oleh Homer dalam kedua eposnya, Iliad dan Odyssey.
Rekaman penggunaan senjata kimia juga muncul di peradaban kuno di Timur. Di India, misalnya, penggunaan racun selama perang dapat ditemukan baik di Mahabharata dan Ramayana, dua epos Sansekerta utama yang berasal dari sekitar abad ke-4 SM Selain itu, resep untuk senjata beracun dapat ditemukan di Kautilya yaitu Arthashastra, yang berasal dari periode Maurya India (322-185 SM).
Di Tiongkok, berbagai tulisan mendeskripsikan penggunaan gas beracun untuk memertahankan kota. Asap beracun yang dihasilkan oleh bola sawi atau sayuran beracun terbakar lainnya, dipompa ke terowongan yang digali oleh tentara yang mengepung dari bawah tanah.
Kembali ke dunia Barat, penggunaan asap beracun dapat ditelusuri ke Perang Peloponnesia, yang berlangsung selama abad ke-5 SM. Dalam salah satu pertempuran antara Sparta dan Athena, bekas campuran kayu, tanah, dan sulfur yang terbakar di bawah dinding, digunakan untuk melumpuhkan pihak yang bertahan, dengan demikian melumpuhkan kemampuan mereka untuk melawan serangan tentara Sparta.
Contoh yang diberikan sejauh ini telah diperoleh melalui bukti sastra yang masih eksis. Sedangkan untuk bukti arkeologi tentang penggunaan awal senjata kimia, kita perlu untuk melihat lokasi Dura- Europos, yang terletak di tepi Sungai Efrat di Suriah. Dura-Europos adalah sebuah kota Romawi yang jatuh ke Sassaniyah sekitar pertengahan abad ke-3 Masehi
Meskipun tidak ada catatan sastra yang merinci tentang pengepungan akhir itu, arkeologi memberikan petunjuk mengenai apa yang terjadi. Dura-Europos digali selama tahun 1920-an dan 30- an oleh arkeolog Perancis dan Amerika. Di antara fitur yang ditemukan terdapat pertambangan, salah satunya digali oleh bangsa Persia dan lainnya lagi oleh orang Romawi sebagai tandingan. Selain itu, di terowongan itu juga ditemukan tumpukan tubuh setidaknya 19 tentara Romawi dan seorang prajurit Sassania sendirian.
Penafsiran awal adalah terjadi pertempuran sengit di terowongan itu, dimana bangsa Sassaniyah berhasil memukul mundur para pejuang Romawi. Setelah pertempuran, Sassaniyah menghancurkan tambang milik Romawi dengan membakarnya, hal itu terbukti dengan adanya kristal belerang dan aspal di dalam terowongan.
Pada 2009, pemeriksaan ulang bukti yang tersisa itu menyebabkan reinterpretasi tentang peristiwa tersebut. Terowongan itu dirasa terlalu sempit untuk secara efektif melakukan pertempuran tangan-melawan tangan. Selain itu, posisi tubuh para tentara Romawi itu seperti sengaja ditumpukkan, menunjukkan bahwa ini bukan tempat di mana mereka tumbang. Interpretasi alternatif, seperti yang disarankan oleh Profesor Simon James, seorang arkeolog di University of Leicester, Inggris, adalah bahwa Sassaniyah menggunakan gas beracun untuk membunuh tentara Romawi. Ketika belerang dan aspal dilemparkan ke api, akan menghasilkan gas tersedak, dan berubah menjadi asam sulfat ketika dihirup oleh para pejuang Romawi. Dan dalam beberapa menit, orang-orang Romawi yang berada di terowongan itu akan mati.
Hal ini terjadi ketika tambang Sassania dirusak oleh orang Romawi, yang tambang saingannya berada tepat di atas mereka. Prajurit Sassania yang seorang itu mungkin telah menjadi korban senjatanya sendiri, dan meninggal karena gas beracun juga. Setelah terowongan bersih dari gas beracun, Sassaniyah menumpuk tubuh tentara Romawi di mulut tambang sebagai dinding perisai, dan terus menghancurkan tambang ini sehingga mereka bisa melanjutkan pekerjaan mereka.
Penemuan arkeologi di Dura-Europos ini mengungkapkan bahwa senjata kimia sudah digunakan selama zaman kuno, dan memberikan bukti fisik pertama yang biasanya kurang bias dianggap valid jika hanya berdasarkan dari sumber-sumber sastra belaka. Seberapa sering senjata kimia tersebut digunakan merupakan pertanyaan lainnya.
Apakah Dura-Europos contoh yang unik dari penggunaan senjata kimia, atau apakah senjata tersebut umum digunakan pada saat itu? Mungkin bukti arkeologi yang lebih valid akan muncul untuk memberikan jawabannya
- See more at: http://erabaru.net/detailpost/bukti-perang-kimia-1700-tahun-lalu#sthash.sNDg2tv9.dpuf
Salah satu fitur pembeda dari Perang Dunia I adalah meluasnya penggunaan senjata kimia. Berbagai gas kimia mematikan, termasuk gas sawi, fosgen, dan gas air mata, digunakan untuk melumpuhkan dan membunuh tentara musuh. Meskipun senjata kimia memainkan peran utama selama Perang Dunia, penggunaannya telah berasal dari periode yang jauh lebih awal dalam sejarah peradaban umat manusia.
Salah satu referensi awal penggunaan senjata kimia dalam literatur Barat dapat ditemukan dalam mitos Yunani, Hercules, di mana sang pahlawan mencelupkan panahnya ke darah Hydra yang beracun. Hal ini juga telah diklaim bahwa panah beracun disebutkan oleh Homer dalam kedua eposnya, Iliad dan Odyssey.
Rekaman penggunaan senjata kimia juga muncul di peradaban kuno di Timur. Di India, misalnya, penggunaan racun selama perang dapat ditemukan baik di Mahabharata dan Ramayana, dua epos Sansekerta utama yang berasal dari sekitar abad ke-4 SM Selain itu, resep untuk senjata beracun dapat ditemukan di Kautilya yaitu Arthashastra, yang berasal dari periode Maurya India (322-185 SM).
Di Tiongkok, berbagai tulisan mendeskripsikan penggunaan gas beracun untuk memertahankan kota. Asap beracun yang dihasilkan oleh bola sawi atau sayuran beracun terbakar lainnya, dipompa ke terowongan yang digali oleh tentara yang mengepung dari bawah tanah.
Kembali ke dunia Barat, penggunaan asap beracun dapat ditelusuri ke Perang Peloponnesia, yang berlangsung selama abad ke-5 SM. Dalam salah satu pertempuran antara Sparta dan Athena, bekas campuran kayu, tanah, dan sulfur yang terbakar di bawah dinding, digunakan untuk melumpuhkan pihak yang bertahan, dengan demikian melumpuhkan kemampuan mereka untuk melawan serangan tentara Sparta.
Contoh yang diberikan sejauh ini telah diperoleh melalui bukti sastra yang masih eksis. Sedangkan untuk bukti arkeologi tentang penggunaan awal senjata kimia, kita perlu untuk melihat lokasi Dura- Europos, yang terletak di tepi Sungai Efrat di Suriah. Dura-Europos adalah sebuah kota Romawi yang jatuh ke Sassaniyah sekitar pertengahan abad ke-3 Masehi
Meskipun tidak ada catatan sastra yang merinci tentang pengepungan akhir itu, arkeologi memberikan petunjuk mengenai apa yang terjadi. Dura-Europos digali selama tahun 1920-an dan 30- an oleh arkeolog Perancis dan Amerika. Di antara fitur yang ditemukan terdapat pertambangan, salah satunya digali oleh bangsa Persia dan lainnya lagi oleh orang Romawi sebagai tandingan. Selain itu, di terowongan itu juga ditemukan tumpukan tubuh setidaknya 19 tentara Romawi dan seorang prajurit Sassania sendirian.
Penafsiran awal adalah terjadi pertempuran sengit di terowongan itu, dimana bangsa Sassaniyah berhasil memukul mundur para pejuang Romawi. Setelah pertempuran, Sassaniyah menghancurkan tambang milik Romawi dengan membakarnya, hal itu terbukti dengan adanya kristal belerang dan aspal di dalam terowongan.
Pada 2009, pemeriksaan ulang bukti yang tersisa itu menyebabkan reinterpretasi tentang peristiwa tersebut. Terowongan itu dirasa terlalu sempit untuk secara efektif melakukan pertempuran tangan-melawan tangan. Selain itu, posisi tubuh para tentara Romawi itu seperti sengaja ditumpukkan, menunjukkan bahwa ini bukan tempat di mana mereka tumbang. Interpretasi alternatif, seperti yang disarankan oleh Profesor Simon James, seorang arkeolog di University of Leicester, Inggris, adalah bahwa Sassaniyah menggunakan gas beracun untuk membunuh tentara Romawi. Ketika belerang dan aspal dilemparkan ke api, akan menghasilkan gas tersedak, dan berubah menjadi asam sulfat ketika dihirup oleh para pejuang Romawi. Dan dalam beberapa menit, orang-orang Romawi yang berada di terowongan itu akan mati.
Hal ini terjadi ketika tambang Sassania dirusak oleh orang Romawi, yang tambang saingannya berada tepat di atas mereka. Prajurit Sassania yang seorang itu mungkin telah menjadi korban senjatanya sendiri, dan meninggal karena gas beracun juga. Setelah terowongan bersih dari gas beracun, Sassaniyah menumpuk tubuh tentara Romawi di mulut tambang sebagai dinding perisai, dan terus menghancurkan tambang ini sehingga mereka bisa melanjutkan pekerjaan mereka.
Penemuan arkeologi di Dura-Europos ini mengungkapkan bahwa senjata kimia sudah digunakan selama zaman kuno, dan memberikan bukti fisik pertama yang biasanya kurang bias dianggap valid jika hanya berdasarkan dari sumber-sumber sastra belaka. Seberapa sering senjata kimia tersebut digunakan merupakan pertanyaan lainnya.
Apakah Dura-Europos contoh yang unik dari penggunaan senjata kimia, atau apakah senjata tersebut umum digunakan pada saat itu? Mungkin bukti arkeologi yang lebih valid akan muncul untuk memberikan jawabannya
- See more at: http://erabaru.net/detailpost/bukti-perang-kimia-1700-tahun-lalu#sthash.sNDg2tv9.dpuf


//images.detik.com/content/2015/01/26/1036/080958_ssvfilipina.jpg 
 
Jakarta (CB) -PT PAL (Persero) untuk pertama kalinya mendapatkan pesanan kapal perang dari negara asing. Filipina memesan 2 kapal perang jenis strategic sealift vessel-1 (SSV) buatan pabrik yang bermarkas di Surabaya ini. Bagaimana bentuknya?

Kapal perang SSV adalah bentuk modifikasi dari kapal Landing Platform Dock (LPD) yang diproduksi PT PAL‎ dan disupervisi oleh Korea Selatan. Kapal ‎LPD sendiri kini dikenal dengan nama KRI Banda Aceh yang membantu proses evakuasi AirAsia QZ 8501 dan KRI Banjarmasin yang berkontrobusi membebaskan sandera perompak Somalia.

Bentuk‎ dari kapal SSV sebenarnya lebih pendek dibanding kapal perang terdahulunya itu. SSV memiliki panjang 123 meter sedangkan LPD 125 meter. Meski begitu, SSV bisa menampung lebih banyak penumpang yaitu 621 orang yang terdiri dari 500‎ penumpang dan 121 awak. Sedangkan LPD hanya 560 orang.

Kapal yang dipesan Filipina sebanyak 2 unit ini dilengkapi dengan mobile hospital, di mana bisa mengakomodir evakuasi korban musibah atau perang secara langsung dan segera. Selain itu, di kapal senilai US$ 45 juta ini terdapat tempat parkir untuk tank, truk mobil perang seperti jeep, hingga helikopter.

"Juga dilengkapi senjata, tapi kami belum bisa sebutkan (jenisnya)," ujar Kepala Humas PT PAL Bayu Witjaksono kepada detikFinance pekan lalu.

Karena digunakan untuk keperluan pertahanan atau perang, kapal ini juga didesain kuat dalam segala medan.



Credit  Detikfinance
Salah satu fitur pembeda dari Perang Dunia I adalah meluasnya penggunaan senjata kimia. Berbagai gas kimia mematikan, termasuk gas sawi, fosgen, dan gas air mata, digunakan untuk melumpuhkan dan membunuh tentara musuh. Meskipun senjata kimia memainkan peran utama selama Perang Dunia, penggunaannya telah berasal dari periode yang jauh lebih awal dalam sejarah peradaban umat manusia.
Salah satu referensi awal penggunaan senjata kimia dalam literatur Barat dapat ditemukan dalam mitos Yunani, Hercules, di mana sang pahlawan mencelupkan panahnya ke darah Hydra yang beracun. Hal ini juga telah diklaim bahwa panah beracun disebutkan oleh Homer dalam kedua eposnya, Iliad dan Odyssey.
Rekaman penggunaan senjata kimia juga muncul di peradaban kuno di Timur. Di India, misalnya, penggunaan racun selama perang dapat ditemukan baik di Mahabharata dan Ramayana, dua epos Sansekerta utama yang berasal dari sekitar abad ke-4 SM Selain itu, resep untuk senjata beracun dapat ditemukan di Kautilya yaitu Arthashastra, yang berasal dari periode Maurya India (322-185 SM).
Di Tiongkok, berbagai tulisan mendeskripsikan penggunaan gas beracun untuk memertahankan kota. Asap beracun yang dihasilkan oleh bola sawi atau sayuran beracun terbakar lainnya, dipompa ke terowongan yang digali oleh tentara yang mengepung dari bawah tanah.
Kembali ke dunia Barat, penggunaan asap beracun dapat ditelusuri ke Perang Peloponnesia, yang berlangsung selama abad ke-5 SM. Dalam salah satu pertempuran antara Sparta dan Athena, bekas campuran kayu, tanah, dan sulfur yang terbakar di bawah dinding, digunakan untuk melumpuhkan pihak yang bertahan, dengan demikian melumpuhkan kemampuan mereka untuk melawan serangan tentara Sparta.
Contoh yang diberikan sejauh ini telah diperoleh melalui bukti sastra yang masih eksis. Sedangkan untuk bukti arkeologi tentang penggunaan awal senjata kimia, kita perlu untuk melihat lokasi Dura- Europos, yang terletak di tepi Sungai Efrat di Suriah. Dura-Europos adalah sebuah kota Romawi yang jatuh ke Sassaniyah sekitar pertengahan abad ke-3 Masehi
Meskipun tidak ada catatan sastra yang merinci tentang pengepungan akhir itu, arkeologi memberikan petunjuk mengenai apa yang terjadi. Dura-Europos digali selama tahun 1920-an dan 30- an oleh arkeolog Perancis dan Amerika. Di antara fitur yang ditemukan terdapat pertambangan, salah satunya digali oleh bangsa Persia dan lainnya lagi oleh orang Romawi sebagai tandingan. Selain itu, di terowongan itu juga ditemukan tumpukan tubuh setidaknya 19 tentara Romawi dan seorang prajurit Sassania sendirian.
Penafsiran awal adalah terjadi pertempuran sengit di terowongan itu, dimana bangsa Sassaniyah berhasil memukul mundur para pejuang Romawi. Setelah pertempuran, Sassaniyah menghancurkan tambang milik Romawi dengan membakarnya, hal itu terbukti dengan adanya kristal belerang dan aspal di dalam terowongan.
Pada 2009, pemeriksaan ulang bukti yang tersisa itu menyebabkan reinterpretasi tentang peristiwa tersebut. Terowongan itu dirasa terlalu sempit untuk secara efektif melakukan pertempuran tangan-melawan tangan. Selain itu, posisi tubuh para tentara Romawi itu seperti sengaja ditumpukkan, menunjukkan bahwa ini bukan tempat di mana mereka tumbang. Interpretasi alternatif, seperti yang disarankan oleh Profesor Simon James, seorang arkeolog di University of Leicester, Inggris, adalah bahwa Sassaniyah menggunakan gas beracun untuk membunuh tentara Romawi. Ketika belerang dan aspal dilemparkan ke api, akan menghasilkan gas tersedak, dan berubah menjadi asam sulfat ketika dihirup oleh para pejuang Romawi. Dan dalam beberapa menit, orang-orang Romawi yang berada di terowongan itu akan mati.
Hal ini terjadi ketika tambang Sassania dirusak oleh orang Romawi, yang tambang saingannya berada tepat di atas mereka. Prajurit Sassania yang seorang itu mungkin telah menjadi korban senjatanya sendiri, dan meninggal karena gas beracun juga. Setelah terowongan bersih dari gas beracun, Sassaniyah menumpuk tubuh tentara Romawi di mulut tambang sebagai dinding perisai, dan terus menghancurkan tambang ini sehingga mereka bisa melanjutkan pekerjaan mereka.
Penemuan arkeologi di Dura-Europos ini mengungkapkan bahwa senjata kimia sudah digunakan selama zaman kuno, dan memberikan bukti fisik pertama yang biasanya kurang bias dianggap valid jika hanya berdasarkan dari sumber-sumber sastra belaka. Seberapa sering senjata kimia tersebut digunakan merupakan pertanyaan lainnya.
Apakah Dura-Europos contoh yang unik dari penggunaan senjata kimia, atau apakah senjata tersebut umum digunakan pada saat itu? Mungkin bukti arkeologi yang lebih valid akan muncul untuk memberikan jawabannya.
- See more at: http://erabaru.net/detailpost/bukti-perang-kimia-1700-tahun-lalu#sthash.sNDg2tv9.dpuf