Jumat, 20 Februari 2015

Jika Rusia Nekat Menyerang, Inggris Hancur

Jika Rusia Nekat Menyerang, Inggris Hancur
Pesawat jet tempur Typhoon andalan Inggris. Inggris diyakini kewalahan jika Rusia menyerang. Foto Daily Mail.
LONDON (CB) - Mantan Kepala Angkatan Udara Inggris (RAF), Michael Graydon, memperingatkan, bahwa jika Rusia nekat menyerang, Inggris bisa hancur. Sebab, jumlah skuadron tempur Inggris menyusut jauh setelah Perang Dingin.

Manuver dua pesawat pembom Tupelov Tu95 Rusia di dekat wilayah udara Inggris yang kemudian dicegat dua pesawat jet tempur Typhoon Inggris dianggap sebagai ledekan dari Presiden Vladimir Putin. Sebab, Rusia tahu persis kekuatan tempur Inggris saat berbeda jauh dari masa lalu.

Graydon mengatakan, jumlah skuadron tempur Inggris dulunya ada 26 unit pesawat tempur. Tapi setelah Perang Dingin, jumlahnya yang bisa diandalkan hanya sekitar tujuh unit.


“Negara tidak bisa mengatasi jika Rusia menyerang, karena pertahanan kami telah 'hancur’,” kata Graydon, seperti dilansir Mail Online, Jumat (20/2/2015). ”Saya sangat meragukan apakah Inggris bisa mempertahankan diri jika perang dengan Rusia. Kami berada di setengah kemampuan kami sebelumnya.”.

Sebelum manuver dua pesawat pembom Rusia di dekat wilayah udara Inggris pada Kamis kemarin, militer Rusia juga kerap bermanuver dengan kapal perang dan kapal selam. “Mereka terbang di wilayah ini untuk memeriksa pertahanan udara kita dan mungkin telah bekerja di luar yang kita ketahui,” lanjut Graydon.

”Mereka tahu itu adalah provokatif, dan mereka melakukannya pada saat pertahanan di barat cukup ‘basah’ dibandingkan dengan di mana mereka berada sekarang,” imbuh dia.

Kondisi skuadron tempur Inggris yang memprihatinkan juga dibenarkan Andrew Lambert, komandan yang memimpin pasukan sekutu di Irak utara pada tahun 1999. ”Jika Rusia muncul (dengan aksi) panas, kami akan berjuang secara buruk,” ujar Lambert.

”Jika Putin ingin menyerang, dia tidak akan mengirim sepasang pesawat pembom, ia akan mengirim banyak dan menjenuhkan pertahanan kita; kita tidak bisa mengatasinya.”




Credit  SINDOnews