Kuil Wat Phra Dhammakaya memiliki banyak pengikut dan didukung oleh politikus-politikus berpengaruh Thailand serta pebisnis setempat, namun para kritikus mengatakan kuil mengeksploitasi masyarakat dan agama demi uang.
Kejaksaan Thailand menyatakan bahwa pada November mereka akan menuntut Kepala Biara Phra Dhammachayo dan empat lainnya dengan tuduhan berkonspirasi untuk melakukan pencucian uang dan menerima barang-barang hasil curian.
Upaya polisi untuk memasuki kompleks kuil di dekat bandara internasional Don Muang di ibu kota Thailand itu dan memeriksa kepala biara beberapa bulan lalu sia-sia.
Saat polisi bersiap memasuki kuil pada Selasa, wartawan Reuters melihat ratusan biarawan dan pengikutnya di dalam kompleks kuil. Sebagian menutup pintu masuk, yang lain mengenakan penutup muda dan melantunkan sutra Buddha.
"Tujuan dari operasi hari ini adalah untuk menyingkirkan penghalang apa pun, termasuk pagar," kata Khempak Photipak, pejabat kepolisian yang bertanggung jawab dalam operasi tersebut.
"Kami menunggu perintah soal kapan harus menggerebek kuil," ujarnya, menambahkan bahwa 750 polisi dikerahkan dalam operasi itu.
Pengurus kuil menyatakan ada sekitar 10 ribu orang di dalam kompleks kuil.
Serangkaian skandal korupsi, seks, dan narkoba yang melibatkan sejumlah biarawan di sejumlah kuil telah membuat umat Buddha di Thailand menjadi sorotan dalam beberapa tahun terakhir.
Credit ANTARA News
Pemimpin Junta Thailand desak biksu berpengaruh serahkan diri
Ketegangan antara penyidik dan Kuil Wat Dhammakaya yang berpengaruh di Bangkok utara telah berlangsung berbulan-bulan.
Badan penyelidik Thailand mendakwa Phra Dhammachayo (72), mantan pemimpin Kuil Dhammakaya, menerima uang hasil penggelapan dana senilai 1,2 miliar baht (setara Rp456,52 miliar) dari pemilik satu bank koperasi yang sudah dipenjara.
Tenggat waktu penyerahan diri Phra Dhammachayo adalah Rabu malam.
Polisi enggan menggerebek kuil tempat ribuan umat Buddha siap membela sang biksu, meningkatkan risiko bentrok di negara dengan penduduk mayoritas pemeluk Buddha tersebut.
Kuil yang dikenal karena bentuknya mirip UFO besar dan kegiatan meditasi massalnya itu membantah sang biksu berkonspirasi melakukan pencucian uang dan menyebut dakwaan tersebut "tidak berdasar dan tidak berbudi."
Mereka juga menyatakan bahwa mantan kepala biara itu terlalu sakit untuk menjalani pemeriksaan polisi namun dalam beberapa hari terakhir tidak mengonfirmasi apakah sang biksu berada di kuil.
Menjawab pertanyaan mengenai kasus tersebut, Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, yang juga merupakan pemimpin junta Thailand, mengeluarkan peringatan.
"Saya tidak akan melanggar (hak asasi siapa pun)... biksu adalah biksu, tetapi hukum negara tetap hukum," katanya kepada para reporter.
"Jadi harus memberikan tekanan terhadap pelanggar hukum dan bukan terhadap pejabat," katanya, menanggapi prospek buruk konfrontasi antara pengikut kuil dan polisi.
Guna menghindari bentrokan antara umat Buddha dan aparat kepolisian, Prayut mendesak biksu tersebut untuk menyerahkan diri.
Kontroversi Dhammakaya menyorot perpecahan politik pahit di jantung iman Thailand, dan ketidakmampuan penegak hukum menghadapi tuduhan pidana terhadap biksu.
Kasus itu memasukkan Dhammakaya ke dalam kekusutan kancah politik negeri itu.
Para pencela menuduh Phra Dhammachayo mendorong pembelian jalan menuju filosofi nirwana dan punya hubungan dekat dengan mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra, yang digulingkan dalam kudeta militer tahun 2006.
Pemerintahan adik perempuannya, Yingluck, yang juga perdana menteri, juga digulingkan oleh militer pada 2014 setelah protes berbulan-bulan.
Para biksu ultra-nasionalis, sebagian di antaranya pengkritik Dhammakaya dan Shinawatra, memainkan peran utama dalam protes-protes tersebut, demikian menurut warta kantor berita AFP.
Credit ANTARA News