Kapal selam China menyita drone bawah
laut milik AS di perairan sengketa Laut China Selatan, hingga memicu
ketegangan antar kedua negara. (Reuters/China Daily)
Juru bicara Pentagon Kapten Jeff Davis mengatakan, perangkat bawah laut tak berawak itu disita sekitar 90 kilometer barat laut dari Subic Bay di Filipina pada Kamis (15/12). Insiden tersebut terjadi saat sejumlah kru sipil USNS Bowditch mengambil perangkat 'glider angkatan laut' yang rutin dipasang guna mengumpulkan informasi kadar garam dan suhu air di wilayah itu.
Sebuah kapal selam penyelamat China, Dalang-III, tiba-tiba berhenti sekitar 500 meter di bawah kapal Bowditch dan menyita salah satu drone AS tersebut. Sementara drone satunya berhasil diangkut kru USNS ke atas kapal mereka.
Meski personel USNS telah memperingatkan kapal selam China untuk mengembalikan drone milik AS itu melalui sambungan radio, namun tak ada respons yang datang dari kapal selam tersebut.
|
Menanggapi insiden ini, Washington mengeluarkan permintaan resmi melalui jalur diplomatik guna meminta kembali perangkat angkatan laut AS yang bernilai sekitar US$150 ribu atau Rp2 miliar.
"Drone itu memiliki tanda jelas yang menunjukan bahwa benda itu milik kami [AS]. Kami ingin drone itu kembali dan kejadian ini tidak terulang lagi," kata Davis.
"Drone itu berada di bawah kedaulatan AS. Kami menyerukan China untuk segera mengembalikannya dan mematuhi semua kewajiban China di bawah hukum internasional," ucap juru bicara Pentagon lain, Peter Cook.
Insiden ini terjadi di tengah tingginya tensi hubungan Washington dan Beijing menyusul sejumlah sikap dan pernyataan Presiden AS terpilih Donald Trump yang menimbulkan protes dari China, khsusunya mengenai isu Taiwan.
Pernyataan Trump beberapa waktu lalu dianggap mendiskreditkan prinsip Satu China, yang selama ini digaungkan Beijing sebagai upaya mempertahankan Taiwan yang berupaya memerdekakan diri dari China.
"Penyitaan ini sangat mungkin dilakukan China guna menunjukan negara itu tidak akan menganggap remeh setiap pernyataan Trump [yang menyinggung kedaulatan China]," kata Harry Kazianis, Direktur Studi Pertahanan di Pusat Konservatif Kepentingan Nasional.
"Beijing menunjukan bahwa negaranya memiliki kapabilitas untuk menentukan cara mereka merespons sesuatu yang menyinggung mereka," tutur Kazianis menambahkan.
Baru-baru ini, China semakin memperjelas klaim teritorinya di wilayah LCS. Beijing disebut telah memasang sistem persenjataan seperti peralatan anti serangan udara dan anti rudal di tujuh pulau buatan yang dibuat negara itu di perairan LCS.
Selama ini, China memiliki sengketa wilayah di LCS dengan sejumlah negara Asia Tenggara seperti Brunei, Malaysia, Filipina, dan Vietnam. Meskipun AS tidak memiliki klaim wilayah di perairan itu, Washington berulang kali menekankan "kebebasan bernavigasi" di perairan internasional itu dengan melayarkan sejumlah kapalnya di perairan itu, yang memicu amarah Beijing.
Credit CNN Indonesia
China Segera Kembalikan Drone Bawah Laut AS
Ilustrasi aktivitas kapal milik AS. (US Navy/CPO John Hageman/Handout via Reuters)
Juru Bicara Pentagon Peter Cook mengatakan pihaknya sudah mendaftarkan keberatan pemerintah terhadap penyitaan yang dilakukan oleh negara Tirai Bambu tersebut.
“Melalui keterlibatan langsung dengan otoritas China, kami memeroleh pemahaman bahwa China akan mengembalikan UUV kepada Amerika Serikat,” kata Cook seperti dilansir CNN.com, Sabtu (17/12).
Walaupun demikian, Cook tak memberikan detail mengenai kapan atau bagaimana drone bawah laut itu akan dikembalikan. UUV adalah unmanned underwater vehicles atau yang dikenal sebagai drone nirawak bawah laut.
Menteri Pertahanan China sebelumnya menyatakan pihaknya memutuskan untuk mengembalikan drone tersebut namun mengkritik AS karena ‘membesar-besarkan’ masalah tersebut.
Juru Bicara Kementerian Pertahanan China menyatakan China dan AS sudah berkomunikasi tentang proses tersebut, namun menyesalkan aksi AS secara sepihak yang ‘membesar-besarkan’ masalah.
Penyitaan itu berlangsung pada pekan ini di perairan internasional di Laut China Selatan, atau sekiatr 100 mil dari pelabuhan Filipna di Subic Bay. Usai disita, AS menyebut sebagai aksi oleh China adalah tak sah.
Credit CNN Indonesia