Ramallah, Palestina (CB) - Presiden Palestina pada Kamis mengecam pernyataan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berkaitan dengan Jalur Gaza, yang menghadapi blokade Israel.

Nabil Abu Rudeineh, Juru Bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas, mengatakan komentar Netanyahu --saat ia melontarkan kemungkinan "untuk menyerahkan" tanggung-jawab atas daerah kantung Palestina itu kepada satu negara Arab-- mengungkapkan betapa besarnya persekongkolan yang dinamakan "Kesepakatan Abad ini".

Apa yang disebut "Kesepakatan Abad Ini" adalah jalan belakang rencana perdamaian Timur Tengah yang saat ini dirancang oleh pemerintah AS, yang perinciannya belum disebar-luaskan.

Jika dilaksanakan, kata Abu Rudeineh, rencana perdamaian AS tersebut akan menjadi persekongkolan terhadap semua negara Arab sebab itu bertentangan dengan Palestina, demikian laporan Kantor Berita Turki, Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Kamis malam.

"Presiden Abbas terus-menerus telah memperingatkan untuk menentang ini," ia menambahkan, "jadi, penolakannya untuk melepaskan Al-Quds (Jerusalem), yang menjadi tonggak sejarah yang akan memelihara kepentingan nasional Palestina dan Arab."

Abu Rudeineh juga mendesak HAMAS, yang telah menguasai Jalur Gaza sejak 2007, "agar sepenuhnya memahami apa yang sedang direncanakan untuk Jalur Gaza".

Rencana perdamaian AS, demikian peringatannya, "akan mengarah ke Judaisasi Al-Quds, dihentikannya kasus Palestina dan hilangnya kebebasan serta kemerdekaan".

Juru Bicara Presiden Palestina itu menambahkan, "Posisi pemimpin Palestina sejak dulu ialah takkan ada negara (Palestina) di Jalur Gaza --juga tak ada Negara Palestina tanpa Jalur Gaza-- dan tak ada Negara Palestina tanpa Al-Quds."

Ketika berbicara dengan The Jerusalem Post pada Kamis pagi, Netanyahu memperingatkan bahwa Israel dapat kembali menduduki Jalur Gaza --daerah kantung yang ditinggalkannya pada 2005-- sebagai "pilihan terakhir".

"Semua pilihan tersedia, termasuk memasuki Jalur Gaza dan mendudukinya," kata Netanyahu sebagaimana dikutip.

Pilihan lain, kata Netanyahu, ialah menyerahkan tanggung-jawab atas daerah kantung yang diblokade tersebut --bersama dengan sebanyak dua juta warganya-- kepada satu negara lain.

"Saya telah berbicara dengan banyak pemimpin Arab mengenai kemungkinan ini ... (tapi) tak seorang pun mau melakukan ini," kata Netanyahu kepada The Jerusalem Post.