Jumat, 29 Juni 2018

AS Ancam Jatuhkan Sanksi Negara yang Impor Minyak Iran



AS Ancam Jatuhkan Sanksi Negara yang Impor Minyak Iran
Foto/Ilustrasi/SINDOnews/Ian

WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) kemungkinan akan menjatuhkan sanki kepada negara yang tidak menghentikan impor minyak Iran. Namun, sanksi yang rencananya akan dijatuhkan pada awal bulan Novenmber itu mendapat perlawanan dari sejumlah negara.

AS telah mendorong sekutu-sekutunya untuk mengikuti jejak Presiden Donald Trump setelah ia memutuskan keluar dari perjanjian nuklir internasional. Seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS mengatakan bahwa ia telah melakukan perjalanan ke Eropa dan Asia untuk meyakinkan sekutu Washington untuk mengisolasi aliran dana Iran.

Sekutu Washington, termasuk mereka yang bergantung pada minyak Iran, pada akhirnya harus menolak impor pada 4 November atau menghadapi sanksi sekunder AS. Ditekankan bahwa tidak ada rencana untuk memberikan keringanan.

Ini berarti bahwa pemerintahan Trump tidak akan mengizinkan negara-negara secara bertahap menghapuskan ekspor minyak Iran selama beberapa bulan seperti yang dilakukan oleh Gedung Putih di era Obama.

"Kami memiliki banyak memori otot diplomatik untuk mendesak, membujuk, bernegosiasi dengan mitra kami untuk mengurangi investasi mereka ke nol," kata pejabat Departemen Luar Negeri yang tidak disebutkan namanya seperti dikutip dari Russia Today, Kamis (28/6/2018).

Perjalanan mereka tidak termasuk Turki, dan importir terbesar minyak Iran - India dan China - sejauh ini. Tetapi negara-negara itu juga harus didesak untuk menghentikan pembelian pada awal November.

India dan China secara tradisional diabaikan dari sanksi dan terus melakukan perdagangan dengan Iran bahkan sebelum perjanjian nuklir tahun 2015, sehingga spekulasi tersebar luas mengenai apakah mereka akan berhasil menemukan penyelesaiannya saat ini.

Departemen Luar Negeri mengakui bahwa memotong impor minyak Iran sepenuhnya adalah tantangan yang tidak ada negara ingin lakukan secara sukarela.

"Di antara pelanggan Iran yang paling signifikan adalah China, Korea Selatan (Korsel), India, dan Jepang. Departemen Luar Negeri mengatakan bahwa, bahkan dengan enggan, Tokyo memahami bahwa Menteri Luar Negeri AS dan Gedung Putih tidak bercanda tentang sanksi," kata pejabat itu.

Di Eropa, di mana pelanggan terbesar adalah Prancis dan Italia, AS menemui perlawanan terutama di antara negara-negara yang membantu merundingkan kesepakatan Iran. Inggris, Prancis, dan Jerman menyuarakan oposisi terhadap penarikan Trump dari Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) dan Uni Eropa menetapkan langkah-langkah yang ditujukan untuk melindungi perusahaan dari sanksi sekunder.

Harga minyak melonjak saat pengumuman, yang sudah muncul selama kekhawatiran tentang kekurangan dan harga minyak mentah mencapai tertinggi tiga setengah tahun.

Penarikan dari kesepakatan nuklir itu membuat AS terisolasi, karena sekutu dekatnya, termasuk Prancis, Inggris, dan Jerman, telah bekerja untuk mencegah perjanjian itu runtuh. Sementara itu Iran berjanji untuk membuka kembali fasilitas pengayaan uraniumnya yang kedua jika kesepakatan nuklir itu gagal.



Credit  sindonews.com