Kamis, 28 Juni 2018

PBB Tuding Koalisi Saudi Dalang Kematian Anak-Anak Yaman


Anak-anak di Yaman menderita gizi buruk dan kelaparan karena blokade yang dilakukan koalisi Arab Saudi.
Anak-anak di Yaman menderita gizi buruk dan kelaparan karena blokade yang dilakukan koalisi Arab Saudi.
Foto: Ali Ashwal/Save the Children

Dari 552 orang tewas di Yaman, 370 di antaranya adalah anak-anak



CB, JAKARTA -- Sebuah koalisi pimpinan Saudi bertanggung jawab atas lebih dari setengah kematian anak-anak dan yang terluka di Yaman pada perang tahun lalu. Itu diungkapkan oleh sekretariat PBB pada laman Aljazirah Rabu (27/6).


Laporan tahunan itu menyoroti anak-anak yang menjadi korban di seluruh dunia, menemukan bahwa total 1.316 anak tewas dan cacat di negara termiskin di Arab pada 2017. Arab Saudi, bersama dengan beberapa negara Arab lainnya, meluncurkan kampanye militer pada tahun 2015 untuk mendukung pemerintah Yaman yang diakui secara internasional, yang bertujuan untuk menggulingkan kemajuan yang dibuat oleh pemberontak Houthi setelah mereka menyerbu banyak negara pada tahun 2014.


Sebagian besar negara telah menarik pasukannya dari koalisi dukungan AS, dengan hanya Arab Saudi dan Uni Emirat Arab melakukan serangan di Yaman. Laporan PBB disusun oleh staf Sekretaris Jenderal Antonio Guterres dan diserahkan ke Dewan Keamanan pada Senin malam.


Ini memverifikasi bahwa dari 552 anak-anak yang tewas (398 anak laki-laki, 154 perempuan), mayoritas dikaitkan dengan koalisi, yang juga disalahkan atas 300 cedera anak-anak. Kaum Houthi bertanggung jawab atas 83 anak yang tewas dan 241 orang terluka; kelompok Perlawanan Populer yang pro-pemerintah untuk 41 korban; pasukan internasional lainnya berjuang untuk pemerintah Yaman untuk 19 korban; Alqaidah di Jazirah Arab (AQAP) untuk 10 korban; dan Angkatan Bersenjata Yaman, di antara pihak-pihak lain, untuk empat korban.


"Lima puluh satu persen dari total 1.316 korban jiwa disebabkan oleh serangan udara," kata laporan itu.


Laporan itu juga menuduh Houthi maupun koalisi Saudi telah merekrut tentara anak berusia 11 tahun. Sebagian besar anak-anak berusia antara 15 dan 17 tahun, dan hampir dua pertiga dari mereka (534) bertempur di jajaran kelompok milisi Houthi.


Prajurit anak biasanya digunakan untuk mengawasi pos-pos pemeriksaan dan gedung-gedung pemerintah, patroli, atau untuk mengambil makanan dan air dan membawa peralatan ke posisi militer. Jumlah mereka yang berperang untuk berbagai pihak adalah 76.


Selain Yaman, laporan itu juga mengatakan bahwa jumlah kasus rekrutmen dan penggunaan anak-anak yang terverifikasi di Somalia (2.127), Sudan Selatan (1.221), Republik Arab Suriah (961) bertahan pada tingkat yang mengkhawatirkan. Di negara-negara seperti Republik Afrika Tengah, perekrutan tentara anak meningkat empat kali lipat menjadi 299 dibandingkan tahun 2016, dengan 196 anak laki-laki dan 103 anak perempuan, yang paling muda berusia delapan tahun.





Credit  republika.co.id