Pulau Sentosa, lokasi pertemuan Presiden AS
Donald Trump dan pemimpin Korut Kim Jong-un itu memiliki sisi kelam
selama masa Perang Dunia. (Capella Singapore/Handout via Reuters)
Melalui Twitter, juru bicara Gedung Putih, Sarah Sanders, mengumumkan bahwa pertemuan bersejarah antara Trump dan Kim itu akan digelar di Capella Hotel, Pulau Sentosa.
Sejumlah sumber yang terlibat dalam persiapan acara mengatakan para diplomat AS dan Korut sepakat memilih Pulau Sentosa menjadi lokasi pertemuan puncak Trump dan Kim Jong-un karena relatif terisolir dari keramaian kota.
Pulau Sentosa hanya memiliki satu jembatan yang menghubungkan wilayah itu dengan pulau utama Singapura sehingga bisa mudah dikontrol aparat keamanan.
Pulau di selatan Singapura itu merupakan salah satu destinasi wisata mewah bagi para borjuis yang ingin menghabiskan uang untuk bersenang-senang.
Pulau lokasi pertemuan Trump dan Kim itu dikelilingi pantai-pantai indah, belasan hotel mewah kelas dunia, fasilitas hiburan, dan olahraga mulai dari kasino hingga lapangan golf. Taman hiburan Universal Studio juga berlokasi di pulau ini.
Di wilayah seluas 4 kilometer persegi ini terdapat vila-vila serta perumahan elit yang dihuni oleh orang-orang terkaya di Singapura, dengan harga rata-rata rumah sekitar US$29 juta atau Rp410 miliar.
Namun, siapa sangka dibalik kemewahannya, Pulau Sentosa dulu memiliki cerita gelap.
Sebelum berubah nama menjadi Sentosa, pulau lokasi pertemuan Trump dan Kim itu dikenal sebagai Pulau Belakang Mati. Saat Perang Dunia II, pulau tersebut menjadi markas militer Inggris dan Australia.
Pasukan Inggris sempat membangun benteng pertahanan besar dilengkapi dengan senjata kaliber besar yang dipasang di berbagai titik di sepanjang pulau itu demi membendung invasi Jepang.
Namun, pasukan sekutu tetap tak sanggup membendung Jepang hingga akhirnya pulau itu direbut oleh pasukan nipon. Setelah menyerahnya sekutu sekitar Februari 1942, pulau tersebut menjadi kamp tawanan pasukan Jepang yang menampung tahanan Australia dan Inggris.
Pulau yang menjadi tempat pertemuan Kim dan Trump itu juga menjadi saksi ketika Jepang membunuh orang-orang China di situ yang dicurigai terlibat dalam gerakan anti-Jepang. Sedikitnya 300 mayat terdampar di pulau tersebut hingga akhirnya dimakamkan oleh tahanan Inggris di sana.
Singkat cerita, pemerintah Singapura mengubah nama pulau itu menjadi Sentosa yang memiliki makna damai serta tenang pada 1972 lalu. Perubahan nama itu dilakukan sebagai salah satu upaya pemerintah membangun pulau yang bakal menjadi sorotan dunia karena menjadi lokasi pertemuan Trump dan Kim itu.
Sejak itu, sedikitnya modal US$420 juta dari kantong swasta dan kantong pemerintah sebesar US$500 juta telah diinvestasikan mengembangkan pulau itu.
Hotel Capella mengalahkan sejumlah lokasi lain seperti Hotel Shang-ri La dan Istana Kepresidenan Singapura, yang sempat digadang-gadang menjadi lokasi pertemuan Trump dan Kim Jong-un.
Terletak di lahan seluas 30 hektar, Hotel Capella memiliki 112 kamar. Tidak seperti Hotel Shang-ri La di pusat kota, Hotel Capella belum pernah digunakan pertemuan penting atau kenegaraan sebelumnya.
Dikutip The Guardian, hotel bertema kolonial Inggris ini pernah ditinggali selebritas dunia seperti Madonna dan Lady Gaga. Harga per kamar standar di hotel ini pun mencapai sedikitnya 663 dolar Singapura atau setara Rp6 juta per malamnya. Sementara itu, untuk kamar jenis presidential suits, harga bisa dibandrol hingga 10.000 dolar Singapura atau setara Rp104 juta.
Pada akhir Mei lalu, Direktur Komisioner Kesekretariatan Urusan Negara Korut, Kim Chang Son, telah bertemu dengan Wakil Kepala Staf Gedung Putih, Joe Hagin, di hotel tersebut untuk mempersiapkan logistik dan keamanan pertemuan.
Sejak dinyatakan sebagai lokasi pertemuan Trump dan Kim Jong-un, pengamanan Hotel Capella semakin diperketat. Akses masuk ke penginapan itu pun semakin terbatas.
Demi memaksimalkan keamanan guna menyukseskan pertemuan Trump dan Kim, otoritas Singapura juga telah membentuk sejumlah zona pengamanan khusus termasuk di Pulau Sentosa.
Credit cnnindonesia.com