Kairo, Mesir (CB) - Qatar pada Senin (10/7) mengancam akan
keluar dari Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) dengan menetapkan persyaratan
buat blok pimpinan Arab Saudi, demikian laporan kantor berita resmi
Mesir, MENA.
Menteri Urusan Luar Negeri Qatar Mohammed bin Abdulrahman Ath-Thani pada Senin mengirim surat kepada Sekretaris Jenderal GCC Abdul Latih Bin Rashid Az-Zayani. Surat tersebut berisi persyaratan negerinya agar Qatar tidak keluar dari GCC.
Ath-Thani mengatakan Qatar berkomitmen pada konvensi dan hukum internasional, terutama yang berkaitan dengan memerangi terorisme dan pendanaannya, demikian laporan Xinhua, Selasa pagi. Ia menambahkan Qatar takkan merundingkan kedaulatannya.
Ia menambahkan negaranya akan memberi waktu tiga-hari buat negara Teluk lainnya untuk mencabut "blokade" yang dijatuhkan atas Qatar dan membayar ganti-rugi bagi kerugian politik serta ekonomi.
Setelah tenggat tersebut, Qatar secara resmi akan mengumumkan penarikan diri dari GCC, demikian isi surat itu.
Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UAE), Bahrain dan Mesir mengeluarkan daftar 13 tuntutan untuk Qatar pada akhir Juni, termasuk penutupan stasiun televisi Al-Jazaeera, dihentikannya pendanaan dan dukungan buat terorisme, dan penurunan hubungannya dengan Iran, sebagai prasyarat utama bagi diakhirinya boikot mereka.
Keempat negara tersebut berikrar akan melakukan tindakan politik, ekonomi dan hukum lebih lanjut guna memperketat cengkeraman atas Doha, setelah Qatar menolak untuk menerima tuntutan itu.
Mereka dijadwalkan menyelenggarakan pertemuan lain tingkat menteri luar negeri di Bahrain dalam waktu dekat guna membahas langkah berikutnya, setelah pertemuan yang diadakan di Kairo, Mesir, pada 5 Juli.
Sebagai tanggapan, Qatar telah membantah sebagai "tak berdasar" tuduhan blok pimpinan Arab Saudi bahwa Doha mendukung terorisme dan mencampuri urusan dalam negeri mereka.
Telah beredar spekulasi bahwa Arab Saudi, UAE dan Bahrain akan berusaha mengusir Qatar dari Dewan Kerja Sama Teluk --yang memiliki enam anggota-- atau bahkan membahayakan keanggotaan Qatar di Liga Arab.
Menteri Urusan Luar Negeri Qatar Mohammed bin Abdulrahman Ath-Thani pada Senin mengirim surat kepada Sekretaris Jenderal GCC Abdul Latih Bin Rashid Az-Zayani. Surat tersebut berisi persyaratan negerinya agar Qatar tidak keluar dari GCC.
Ath-Thani mengatakan Qatar berkomitmen pada konvensi dan hukum internasional, terutama yang berkaitan dengan memerangi terorisme dan pendanaannya, demikian laporan Xinhua, Selasa pagi. Ia menambahkan Qatar takkan merundingkan kedaulatannya.
Ia menambahkan negaranya akan memberi waktu tiga-hari buat negara Teluk lainnya untuk mencabut "blokade" yang dijatuhkan atas Qatar dan membayar ganti-rugi bagi kerugian politik serta ekonomi.
Setelah tenggat tersebut, Qatar secara resmi akan mengumumkan penarikan diri dari GCC, demikian isi surat itu.
Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UAE), Bahrain dan Mesir mengeluarkan daftar 13 tuntutan untuk Qatar pada akhir Juni, termasuk penutupan stasiun televisi Al-Jazaeera, dihentikannya pendanaan dan dukungan buat terorisme, dan penurunan hubungannya dengan Iran, sebagai prasyarat utama bagi diakhirinya boikot mereka.
Keempat negara tersebut berikrar akan melakukan tindakan politik, ekonomi dan hukum lebih lanjut guna memperketat cengkeraman atas Doha, setelah Qatar menolak untuk menerima tuntutan itu.
Mereka dijadwalkan menyelenggarakan pertemuan lain tingkat menteri luar negeri di Bahrain dalam waktu dekat guna membahas langkah berikutnya, setelah pertemuan yang diadakan di Kairo, Mesir, pada 5 Juli.
Sebagai tanggapan, Qatar telah membantah sebagai "tak berdasar" tuduhan blok pimpinan Arab Saudi bahwa Doha mendukung terorisme dan mencampuri urusan dalam negeri mereka.
Telah beredar spekulasi bahwa Arab Saudi, UAE dan Bahrain akan berusaha mengusir Qatar dari Dewan Kerja Sama Teluk --yang memiliki enam anggota-- atau bahkan membahayakan keanggotaan Qatar di Liga Arab.
Credit antaranews.com
Qatar kejar kompensasi dampak "blokade" negara Teluk
Doha (CB) - Qatar mengumumkan pembentukan sebuah komite
untuk mengejar klaim kompensasi yang kemungkinan bernilai miliaran dolar
AS akibat "blokade" negara-negara Teluk terhadap negara itu.
Jaksa Agung Ali bin Fetais al-Marri mengatakan Komite Klaim Kompensasi akan menangani berbagai kasus yang meliputi perusahaan-perusahaan besar seperti Qatar Airways, dan individu pelajar Qatar yang dipulangkan dari negara tempat mereka belajar.
"Komite ini akan menerima semua klaim, baik dari sektor publik, sektor swasta maupun individu," kata Marri kepada wartawan dalam sebuah konferensi pers di Doha, Minggu (9/7) waktu setempat.
Calon penggugat seperti Qatar Airways, bank atau individu akan dapat mengajukan klaim terkait apa yang disebut Doha sebagai "pengepungan" itu di pengadilan di dalam dan luar negeri, termasuk di London dan Paris, imbuh Marri sebagaimana dikutip kantor berita AFP.
Komite Klaim Kompensasi akan diawasi oleh Marri, serta pejabat dari Kementerian Urusan Luar Negeri dan Kementerian Kehakiman.
Pada 5 Juni, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain dan Mesir mengumumkan bahwa mereka memutuskan semua hubungan dengan Qatar, menuduh Doha mendukung ekstremis.
Keempat negara itu menarik diplomat mereka dari Qatar, menangguhkan seluruh penerbangan ke dan dari Doha dan memerintahkan seluruh warga Qatar dipulangkan dalam waktu 14 hari.
Qatar mengatakan ribuan warga negaranya terkena dampak dari langkah isolasi yang menimbulkan krisis diplomatik terburuk yang melanda Teluk dalam beberapa tahun terakhir itu.
Komite Hak Asasi Manusia Doha pada Juni menyatakan sanksi-sanksi itu mewakili pelanggaran hak terhadap sekitar 140 anak Qatar yang belajar di Uni Emirat Arab, Arab Saudi dan Bahrain.
Qatar Airways telah membuat Doha menjadi pusat global dalam beberapa tahun, namun para ahli menyatakan kebijakan negara Teluk melarangnya melewati wilayah udara mereka mengancam polisinya sebagai maskapai penerbangan transkontinental utama.
Pada 22 Juni, empat negara Arab mengeluarkan 13 tuntutan yang meliputi penurunan hubungan dengan Iran dan penutupan lembaga siaran Al-Jazeera terhadap Qatar sebagai prasyarat pencabutan sanksi.
Doha menolak menuruti tuntutan itu dan menolak tuduhan-tuduhan mengenai hubungannya dengan kelompok-kelompok ekstremis.
Jaksa Agung Ali bin Fetais al-Marri mengatakan Komite Klaim Kompensasi akan menangani berbagai kasus yang meliputi perusahaan-perusahaan besar seperti Qatar Airways, dan individu pelajar Qatar yang dipulangkan dari negara tempat mereka belajar.
"Komite ini akan menerima semua klaim, baik dari sektor publik, sektor swasta maupun individu," kata Marri kepada wartawan dalam sebuah konferensi pers di Doha, Minggu (9/7) waktu setempat.
Calon penggugat seperti Qatar Airways, bank atau individu akan dapat mengajukan klaim terkait apa yang disebut Doha sebagai "pengepungan" itu di pengadilan di dalam dan luar negeri, termasuk di London dan Paris, imbuh Marri sebagaimana dikutip kantor berita AFP.
Komite Klaim Kompensasi akan diawasi oleh Marri, serta pejabat dari Kementerian Urusan Luar Negeri dan Kementerian Kehakiman.
Pada 5 Juni, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain dan Mesir mengumumkan bahwa mereka memutuskan semua hubungan dengan Qatar, menuduh Doha mendukung ekstremis.
Keempat negara itu menarik diplomat mereka dari Qatar, menangguhkan seluruh penerbangan ke dan dari Doha dan memerintahkan seluruh warga Qatar dipulangkan dalam waktu 14 hari.
Qatar mengatakan ribuan warga negaranya terkena dampak dari langkah isolasi yang menimbulkan krisis diplomatik terburuk yang melanda Teluk dalam beberapa tahun terakhir itu.
Komite Hak Asasi Manusia Doha pada Juni menyatakan sanksi-sanksi itu mewakili pelanggaran hak terhadap sekitar 140 anak Qatar yang belajar di Uni Emirat Arab, Arab Saudi dan Bahrain.
Qatar Airways telah membuat Doha menjadi pusat global dalam beberapa tahun, namun para ahli menyatakan kebijakan negara Teluk melarangnya melewati wilayah udara mereka mengancam polisinya sebagai maskapai penerbangan transkontinental utama.
Pada 22 Juni, empat negara Arab mengeluarkan 13 tuntutan yang meliputi penurunan hubungan dengan Iran dan penutupan lembaga siaran Al-Jazeera terhadap Qatar sebagai prasyarat pencabutan sanksi.
Doha menolak menuruti tuntutan itu dan menolak tuduhan-tuduhan mengenai hubungannya dengan kelompok-kelompok ekstremis.
Credit antaranews.com
Inggris desak negara Arab akhiri boikot terhadap Qatar
Kuwait City (CB) - Menteri Luar Negeri Inggris Boris
Johnson pada Sabtu (8/7) mendesak negara-negara Arab mengakhiri boikot
mereka terhadap Qatar.
Johnson bertemu dengan Menteri Luar Negeri Kuwait Sheikh Sabah Khaled Al-Sabah pada Sabtu dan dijadwalkan mengunjungi Qatar di hari yang sama.
“Yang perlu dilihat orang-orang adalah deeskalasi dan progres dalam menangani pendanaan teroris di lawasan ini, dan progres untuk mengakhiri blokade ini," ucap Johnson, menyuarakan dukungan kepada Kuwait sebagai mediator dalam krisis tersebut.
Johnson, yang juga mengadakan pembicaraan di Arab Saudi pada Jumat, mengatakan "sangat tidak mungkin" krisis saat ini akan mengarah pada konflik militer.
"Semua orang yang saya ajak bicara mengatakan sebaliknya. Tidak ada kemungkinan konfrontasi militer," imbuhnya.
"Blokade tersebut tidak diinginkan dan kami berharap akan ada deeskalasi," ungkapnya.
Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir dan Bahrain bulan lalu mengumumkan pemutusan hubungan diplomatik dengan Qatar atas tuduhan bahwa negara emirat itu mendanai ekstremis dan memiliki hubungan dekat dengan musuh bebuyutan Arab Saudi, Iran, demikian seperti dilansir AFP.
Johnson bertemu dengan Menteri Luar Negeri Kuwait Sheikh Sabah Khaled Al-Sabah pada Sabtu dan dijadwalkan mengunjungi Qatar di hari yang sama.
“Yang perlu dilihat orang-orang adalah deeskalasi dan progres dalam menangani pendanaan teroris di lawasan ini, dan progres untuk mengakhiri blokade ini," ucap Johnson, menyuarakan dukungan kepada Kuwait sebagai mediator dalam krisis tersebut.
Johnson, yang juga mengadakan pembicaraan di Arab Saudi pada Jumat, mengatakan "sangat tidak mungkin" krisis saat ini akan mengarah pada konflik militer.
"Semua orang yang saya ajak bicara mengatakan sebaliknya. Tidak ada kemungkinan konfrontasi militer," imbuhnya.
"Blokade tersebut tidak diinginkan dan kami berharap akan ada deeskalasi," ungkapnya.
Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir dan Bahrain bulan lalu mengumumkan pemutusan hubungan diplomatik dengan Qatar atas tuduhan bahwa negara emirat itu mendanai ekstremis dan memiliki hubungan dekat dengan musuh bebuyutan Arab Saudi, Iran, demikian seperti dilansir AFP.
Credit antaranews.comr