Dalam kurun waktu kurang dari tiga pekan,
Perdana Menteri Inggris, Presiden Perancis, dan Kanselir Jerman
melontarkan pendapat berbeda soal imigrasi di Eropa.
(Ilustrasi/Reuters/Pascal Rossignol)
Perbedaan pendapat dari ketiga pemimpin Eropa ini betapa sulitnya negara-negara Uni Eropa mencapai kesepakatan soal reformasi kebijakan Uni Eropa terkait imigran.
Seperti dilaporkan Reuters, Cameron meminta Uni Eropa mengubah perjanjian yang mengutamakan prinsip pergerakan bebas bagi migran, barang dan modal.
"Saya akan bernegosiasi soal imigrasi dengan Uni Eropa, dan mengupayakan reformasi kesejahteraan," kata Cameron dalam pidatonya, akhir November silam, dikutip dari Reuters, Selasa (16/12).
Cameron telah gagal mencapai target pemotongan jumlah imigran, yaitu di bawah 100 ribu per tahun. Hingga Juni 2014 saja, imigran di Inggris telah mencapai 260 ribu orang.
Pengamat menilai, Cameron menjadikan masalah imigrasi sebagai upaya agar Inggris keluar dari Uni Eropa, sekaligus sebagai upaya untuk melemahkan dukungan yang meningkat terhadap UKIP sebelum pemilihan umum pada Mei mendatang.
Padahal, sebuah studi menunjukkan imigran yang berasal dari negara non Uni Eropa merupakan kontributor besar untuk sistem kesejahteraan di Inggris.
Sementara, Presiden Perancis Francois Hollande menghimbau rakyatnya untuk merangkul imigran, yang tahun ini mencapai 230 ribu orang, sebagai bagian dari peningkatan ekonomi dan budaya mereka.
Hollande menampik anggapan bahwa Perancis kehilangan identitas sekuler karena penyebaran Islam di negara itu.
"Selalu ada pihak yang menyebutkan sejumlah tragedi sebagai alasan untuk membenarkan penolakan imigrasi," kata Hollande, pada minggu ini, dikutip dari Reuters, Selasa (16/12).
Hollande menyatakan imigran di Perancis, yang sebagian besar adalah pencari suaka, serta pasangan dan anak hasil keturunan warga negara Perancis dengan negara asing, berhak tinggal Perancis .
Pernyataan Hollande tersebut menempatkan dirinya bersebrangan dengan mantan presiden Perancis, Nicolas Sarkozy dan pemimpin Front Nasional Marine Le Pen, yang menggambarkan Perancis kini dibanjiri oleh imigran Muslim, jilbab dan daging halal.
Sementara di tengah demonstrasi menolak imigran di Jerman, Kanselir Jerman Angela Merkel menolak rasisme dan menekankan bahwa Jerman membutuhkan imigran untuk membantu mengatasi populasi penduduk asli yang mulai berkurang.
"Kami menjungjung tinggi kebebasan di Jerman. Namun, tak ada tempat bagi mereka yang menghina imigran, " kata Merkel, Senin (15/12).
Protes imigran terjadi di timur kota Dresden, danv dipimpin oleh kelompok Patriotik Eropa Melawan Islamisasi Barat, atau PEGIDA.
Sekitar 15 ribu warga melambaikan bendera Jerman, dan mengibarkan slogan, "Kami adalah orang-orang yang membantu untuk menggulingkan pemerintahan komunis di Jerman Timur pada tahun 1989".
Credit CNN Indonesia