Rabu, 24 Desember 2014

Bebatuan Diduga Peninggalan Purbakala Ditemukan di Gunung Jompong Trenggalek





Trenggalek (CB) - Ratusan bebatuan yang diduga peninggalan purbakala ditemukan tersebar di Gunung Jompong, Desa Sukokidul, Kecamatan Pule, Kabupaten Trenggalek.

Bebatuan itu tersebar di lahan seluas sekitar 15 hektar milik Perhutani dan terletak sekitar 26 kilometer sebelah barat Kota Trenggalek, namun bentuknya berbeda dengan situs bebatuan yang ada di Gunung Padang.

Jika di Gunung Padang batu-batunya hampir merata bentuknya persegi panjang. Sedangkan di Gunung Jumpong, bentuknya beragam, seperti lonjoran, lingga, pipih bulat bahkan ada yang seperti tulang. Bebatuan itu tersebar mulai dari puncak hingga menurun sekitar 100 meter dan letaknya tidak beraturan.

Dari penelusuran detikcom, lokasi situs hanya berjarak sekitar 300 meter dari pemukiman penduduk Desa Sukokidul. Untuk mencapai ke lokasi tersebut, terlebih dahulu melintasi jalan setapak di tengah ladang tanaman jagung maupun ketela pohon milik warga. Kondisi jalan sangat licin setelah diguyur hujan.

Setelah melintasi ladang milik warga, baru kita naik menuju ke lahan Gunung Jompong milik Perhutani. Ada tiang tanda bahwa lahan tersebut adalah milik negara. Namun, boleh dikelola warga sekitar untuk bercocok tanam jagung.

Perjalanan dari rumah penduduk sampai ke perbatasan lahan masih tak ditemukan bebatuan situs yang diduga peninggalan purbakal. Setelah mendekat sekitar 150 meter dari pucuk Gunung Jompong, baru ditemukan bebatuan yang bentuknya lonjong tersebar dan berserakan di ladang yang digarap warga. Semakin mendekat ke atas, semakin banyak bebatuan yang sebagian tertata dan bertumpukan.

"Batu-batu ini sudah lama ada di sini," kata Kepala Desa Sukokidul, Pule, Trenggalek kepada detikcom yang turut menyusuri situs tersebut, Selasa (23/12/2014

 


 Semakin naik semakin banyak bebatuan. Namun, ada yang tertanam dengan bertumpukan dan ada yang terpisah-pisah. Di atas bagian puncak, juga ditemukan batu yang biasa digunakan sebagai tempat ritual.

Setelah melihat lokasi di bagian atas, Kades Trimo menunjukkan struktur batu lainnya. Ada bongkahan batu besar yang strukturnya terdapat garis-garis tembok dan melekat. Namun, tidak ada unsur semen atau perekat batu. Semuanya terlihat menyatu.

Ada batu besar yang permukaan atasnya ukuran sekitar 3,5 x 5 meter. Ada batu yang berdiri agak miring dengan motif bergaris seperti pilar-pilar yang menyatu.

http://images.detik.com/thumbnail/2014/12/24/10/074533_treng3.jpg




Sebelum menuju ke lokasi batu yang ukurannya besar dan seperti tembok, detikcom melihat ada bongkahan batu seperti tulang. Tak jauh dari lokasi tersebut, juga ditemukan batu yang seperti tulang yang sudah patah. Sebagian patahnya tetanam di tanah dan separuhnya tergeletak berdekatan dengan batuan lainnya.

Juga ada batu yang seperti linggah. Di dekat batu tersebut, berjejer rapi bebatuan dengan bentuk yang lonjong dan ukuran yang tak sama.

Kepala Desa Trimo mengaku tidak tahu siapa pertama kali yang menemukan 'situs' bebatuan tersebut. "Tidak tahu siapa yang pertama kali menemukannya. Tapi dari dulu masyarakat sudah tahu ada bebatuan, cuma dianggap seperti batu biasa," tuturnya.

Ia menambahkan, sejarah munculnya bebatuan di Gunung Jumpong yang lokasinya sekitar 26 km sebelah barat Kota Trenggalek tersebut juga tidak tahu. Apakah ada kaitannya bebatuan tersebut sebagai tempat peribadatan atau pemukiman manusia purbakala.

"Mohon maaf, secara persis juga nggak tahu sejarahnya," jelasnya.


Credit DetikNews