Senin, 29 Desember 2014

BPH Migas Bela Rekomendasi Tim Antimafia Hapuskan Premium


BPH Migas Bela Rekomendasi Tim Antimafia Hapuskan Premium  
Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Migas Ibrahim Hasyim (kanan) menyampaikan pendapatnya disaksikan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri (kiri) saat diskusi di Jakarta, Sabtu (27/12). (ANTARA FOTO/Andika Wahyu)
 
 
Jakarta, CB -- Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Ibrahim Hasyim menilai pro-kontra yang muncul akibat rekomendasi yang diberikan tim Reformasi Tata Kelola Migas kepada pemerintah terkait kebijakan impor bahan bakar minyak (BBM) merupakan hal yang wajar. Namun Ibrahim menilai, enam rekomendasi yang dikeluarkan tim yang dipimpin oleh Faisal Basri tersebut masuk akal dan dapat dipertanggungjawabkan.

“Selama ini bensin yang dijual ke masyarakat 10 persen pertamax dan sisanya premium. Kemudian demi mengutamakan kebutuhan rakyat, kami mendiversifikasi pasokan BBM dengan melibatkan perusahaan lain selain Pertamina yaitu PT AKR Corporindo. Jadi tidak hanya monopoli Pertamina saja,” kata Ibrahim dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Sabtu (27/12).

Pernyataan Ibrahim tersebut sekaligus menjawab kritikan yang disampaikan Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik Sofyano Zakaria kepada Faisal Basri, Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas, yang disebutnya harus bertanggungjawab jika Pertamina tidak bisa menyediakan pertamax sesuai kebutuhan masyarakat jika premium dihapuskan.

Ibrahim menilai diversifikasi pasokan BBM juga dilakukan dalam rangka ketahanan energi, namun selama ini dianggap lebih mudah oleh banyak pihak dengan mengimpor langsung produk BBM tersebut. “Makanya, itu adalah tugas lanjutan dari tim Reformasi Tata Kelola Migas untuk melihat lebih dalam. Kalau Pertamina menyatakan sanggup memproduksi pertamax ya bagus, jangan sampai ketersediaannya jadi masalah,” ujarnya.

BPH Migas menurut Ibrahim sudah membuat rencana untuk melakukan sosialisasi kebijakan penghapusan premium ke masyarakat. Sehingga ketika kebijakan tersebut diberlakukan, tidak terlalu banyak resistensi.

Sementara Faisal kembali menjelaskan salah satu alasan utama tim Reformasi Tata Kelola Migas mengeluarkan rekomendasi larangan impor bensin RON 88 karena banyak ketidakjelasan dalam proses pembentukan harga bensin yang dibeli PT Pertamina (Persero) tersebut.

“Proses pembentukan harga tidak jelas dan tidak dilandasi dinamika pasar. Pasar RON 88 itu tidak ada, kemudian harga ditentukan melalui rumus yang aneh-aneh. Akibat penetapan harga itu di ruang gelap, muncullah mafia-mafia ini. Cara paling mudah untuk menyingkirkan setan adalah dengan membuat ruang yang terang, terbuka dan bisa dilihat semua orang,” ujar Faisal.

Faisal menolak pernyataan Sofyano Zakaria yang menyebut kilang Pertamina tidak akan mampu memproduksi pertamax untuk memenuhi kebutuhan konsumsi BBM masyarakat.
“Jangan kira kilang Pertamina tidak sanggup. Mereka juga punya saham di PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) yang kilangnya bisa memproduksi 46 ribu barel bensin RON 92 per hari,” kata Faisal.

Bahkan kalau dari hasil peremajaan kilang Pertamina dan menggunakan kilang TPPI di Tuban, Jawa Timur tidak juga cukup untuk memenuhi kebutuhan BBM masyarakat, Faisal menyebut pengusaha Sandiaga Uno juga memiliki fasilitas pengolahan minyak yang bisa digunakan.

“Tapi karena orang kita lebih suka yang mudah dengan cara trading, sehingga kita malah dikuasai trader. Bukan berarti trader itu jelek, tapi kalau mata rantainya kebanyakan, malah jadi tidak efisien,” kata Faisal.

Credit CNN Indonesia