Putin dan Modi menandatangani 20
kesepakatan dalam pertemuan Kamis kemarin. India seakan menjadi
penyelamat Rusia di tengah sanksi dan embargo Barat. (Reuters/Ahmad
Masood)
Sebelumnya Rusia telah membangun dua reaktor nuklir di fasilitas pengaya uranium di Kudankulum, selatan India, setelah mengalami penundaan yang lama. India sebagai negara maju yang haus energi mendesak Rusia memberikan reaktor tambahan.
"Kami menekankan visi ambisius untuk energi nuklir untuk sedikitnya 10 reaktor tambahan," kata Modi dalam konferensi pers, dikutip dari Reuters.
Dalam pertemuan tersebut, Putin dan Modi menandatangani 20 kesepakatan, termasuk meningkatkan kerja sama pertahanan dan eksplorasi proyek energi gabungan di Arktik yang nilainya miliaran dollar.
India adalah mitra utama Rusia di bidang tenaga nuklir, minyak dan gas alam. India juga menjadi salah satu harapan Rusia untuk meningkatkan perekonomian mereka yang ambruk akibat sanksi Barat terkait konflik di Ukraina.
Modi dalam pertemuan itu mengatakan bahwa India berniat mengembalikan kerja sama dengan Rusia seperti masa puncaknya di era Soviet. Pembangunan reaktor akan dilakukan oleh perusahaan nuklir negara Rusia Rosatom, sementara perusahaan minyak Moskow Rosneft dapat kesepakatan penyaluran minyak mentah dengan Essar Oil selama 10 tahun dan India juga sepakat untuk merakit 400 helikopter multi-fungsi Rusia dalam setahun.
Modi juga menegaskan bahwa Rusia adalah mitra pertahanan paling penting India.
"Bahkan jika pilihan India bertambah, Rusia tetap merupakan mitra pertahanan kami yang paling penting," kata Modi.
Hubungan India dan Rusia terjadi sejak tahun 1950an setelah kematian Stalin. Namun nilai perdagangan kedua negara hanya US$10 miliar tahun lalu, yang menurut Putin tidak cukup.
Putin datang di tengah menurunnya harga minyak dan perekonomian Rusia yang anjlok akibat sanksi Amerika Serikat dan Eropa. India dianggap merupakan salah satu penyelamat Rusia di saat sulit seperti ini.
"Kami sangat menghargai persahabatan, rasa percaya dan kesepahaman bersama dengan India," kata Putin.
Credit CNN Indonesia