Aktivis HAM menyebut 45 meninggal dunia selama aksi protes sejak 19 Desember 2018.
CB, KHARTOUM
– Kepala Staf Angkatan Bersenjata, Kamal Abdul Maarouf mengatakan,
militer Sudan tidak akan membiarkan negara runtuh akibat aksi protes
yang terjadi beberapa waktu belakangan.
Aksi protes tersebut menuntut diakhirinya pemerintahan Presiden Omar al-Bashir yang telah memerintah selama 30 tahun.
"Angkatan bersenjata tidak akan membiarkan Sudan jatuh," ujar Maarouf dilansir Aljazeera, Kamis (31/1).
Maarouf mengatakan, pihak yang memimpin aksi protes tersebut telah merusak citra negara.
Sementara, beberapa aktivis telah meminta militer untuk mendukung para pengunjuk rasa dan menekan pemerintah untuk mundur.
Sebelumnya,
pasukan keamanan menahan putri pemimpin oposisi Sudan, Sadiq al-Mahdi
pada Rabu (31/1). Sementara aksi-aksi unjuk rasa anti-pemerintah meluas
ke universitas utama di ibu kota Sudan.
Dua
kendaraan keamanan tiba di rumah Mariam Sadiq al-Mahdi di Khartoum pada
Rabu pagi dan membawa dia, kata saudara perempuannya, Rabah kepada
Reuters.
Penahanan itu terjadi sehari setelah
kepala keamanan Sudan memerintahkan pembebasan puluhan pengunjuk rasa
yang ditahan. Mariam adalah Wakil Kepala Partai Umma, oposisi
pemerintah.
Partai itu dipimpin ayahnya, yang
merupakan perdana menteri terpilih secara demokratis terakhir dan
digulingkan Presiden Sudan Omar al-Bashir dalam kudeta pada 1989.
Mariam telah mendukung gelombang protes yang telah mengguncang seluruh Sudan sejak 19 Desember.
Para
demonstran, yang frustrasi karena kekurangan roti dan bahan bakar serta
kesulitan ekonomi, menyerukan diakhirinya pemerintahan Bashir yang
sudah berlangsung selama tiga dekade.
Kelompok-kelompok HAM menyatakan sedikitnya 45 orang tewas tapi pemerintah menyebutkan 30 orang.
Sekitar
250 profesor dari Universitas Khartoum berunjuk rasa di kampus pada
Rabu, menuntut pemerintahan transisi baru untuk menggantikan
pemerintahan saat ini.
Sekitar 510 profesor
menandatangani memo yang menyerukan pembentukan suatu "badan berdaulat"
untuk membentuk pemerintahan baru dan mengawasi periode transisi
empat-tahun.
Universitas itu mendidik banyak
politisi terkemuka Sudan dan telah menjadi tempat protes-protes dan
kerusuhan sepanjang sejarah negeri itu.
"Peran
Universitas Khartoum sebagai institusi akademik ialah menemukan
solusi-solusi bagi peralihan damai kekuasaan," kata Montasser al-Tayeb,
salah seorang guru besar, kepada wartawan.
Sadiq
al-Mahdi kembali ke Sudan bulan lalu dari tempat pengasingannnya selama
hampir setahun dan menyerukan transisi demokratis di hadapan ribuan
pendukungnya.
Sadiq digulingkan aliansi Islamis dan
para panglima militer, dipimpin Bashir, yang masih menduduki posisi
inti dari Partai Kongres Nasional yang berkuasa.