Amerika jangan pernah meninggalkan sejarah Perang Dunia II.
China gelar latihan di Laut China Selatan. (REUTERS / Stringer)
CB – Amerika Serikat perlu 'membersihkan' sejarah tentang Laut China Selatan. Perjanjian yang tertera usai Perang Dunia II menyebutkan bahwa seluruh wilayah China yang diambil oleh Jepang harus dikembalikan ke China atas bantuan AS.
Hal itu diungkapkan Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, di Canberra, Australia. "Amerika jangan pernah meninggalkan sejarah Perang Dunia II. Ini untuk memperjelas masalah di wilayah sengketa," kata Wang, seperti dikutip situs Reuters, Rabu, 8 Februari 2017.
Menurut Wang, Deklarasi Kairo 1943 dan Deklarasi Postdam 1945 secara jelas menyatakan bahwa Jepang harus mengembalikan seluruh wilayah China setelah sebelumnya dijajah. Wilayah tersebut, dia melanjutkan, termasuk Kepulauan Nansha, atau lebih dikenal sebagai Kepulauan Spratly.
Kemudian, pada 1946, pemerintah China, dengan bantuan AS, secara terbuka dan sesuai hukum, resmi mengambil alih gugusan pulau karang di Kepulauan Nansha yang sebelumnya di bawah Jepang.
"Setelah itu, negara-negara tertentu di sekitar China menggunakan 'metode ilegal' untuk memasukkan beberapa pulau karang di Nansha, yang kemudian terjadilah apa yang disebut sengketa Laut China Selatan," ungkap Wang.
Oleh karena itu, China tetap berkomitmen untuk menggelar pembicaraan dengan negara-negara yang terlibat langsung, dan berdialog sesuai dengan fakta-fakta sejarah dan hukum internasional dalam penyelesaian sengketa dengan damai. "Dan, posisi kami tidak akan berubah,” tutur Wang.
Beijing mengklaim, jalur laut strategis yang memiliki sumber alam berupa hasil perikanan dan minyak serta gas ini, bersama dengan Taiwan, Malaysia, Vietnam, Filipina, dan Brunei Darussalam. Pernyataan Wang ini menangkal tudingan Menteri Luar Negeri AS, Rex Tillerson.
Dalam rapat dengar pendapat dengan Senat AS, Tillerson mengatakan China seharusnya tidak diperbolehkan memiliki akses tunggal ke pulau-pulau yang bersengketa. Ia juga bersumpah untuk mempertahankan 'wilayah internasional' di perairan strategis.
Credit VIVA.co.id