Isyarat untuk pengerahan banyak pasukan AS itu disampaikan Kepala Komando Sentral AS, Jenderal Joseph L Votel kepada wartawan.
”Saya sangat prihatin tentang momentum ini,” katanya. Menurutnya, pasukan lokal yang didukung AS selama ini tidak memiliki mobilitas yang baik.
“Mereka tidak memiliki banyak senjata, jadi kita harus siap untuk mengisi beberapa kesenjangan mereka,” ujarnya. ”Bisa jadi kita mengambil beban yang lebih besar diri kita sendiri. Itu pilihan.”
Meski mempertimbangkan untuk mengirimkan lebih banyak pasukan AS ke Suriah, namun Votel menekankan bahwa pasukan AS yang dikirim tidak untuk mengambil alih pertempuran. Strategi sudah dikembangkan selama pemerintahan Presiden Barack Obama, yakni mengandalkan kekuatan pasukan lokal di garis depan pertempuran.
Votel memuji keberhasilan pasukan Irak yang meraih kemenangan dalam upaya membebaskan sebagian wilayah Mosul dari pendudukan ISIS. ”Ujian sesungguhnya terjadi ketika kita masuk ke kota itu sendiri,” kata Votel.
AS memiliki sekitar 500 tentara dalam misi Operasi Khusus di Suriah. Menurut laporan New York Times, jika kehadiran militer AS diperluas, maka pasukan tambahan bisa datang dari unit-unit tempur konvensional.
Tapi, Votel menekankan bahwa dia tidak akan merekomendasikan penggelaran formasi tempur berskala besar di Suriah.
”Kami ingin membawa kemampuan yang tepat ke depan,” ujarnya. ”Tidak semua dari mereka ada di komunitas Operasi Khusus. Jika kita perlu artileri tambahan atau hal-hal seperti itu, saya ingin bisa membawanya untuk meningkatkan operasi kami,” imbuh Votel, yang dikutip Kamis (23/2/2017).
Credit sindonews.com