Foto: Istimewa
Jakarta - Indonesia tak lagi mengekspor gas alam cair (Liquified Natural Gas/LNG) ke Jepang dan Korea Selatan (Korsel) mulai 2018. Sebab, gas yang dijual ke kedua negara itu berasal dari Blok Mahakam, Sanga Sanga, dan East Kalimantan, diolah di Kilang LNG Bontang.
Kontrak perjanjian jual beli gas (PJBG) ke Jepang dan Korsel berakhir bersamaan dengan terminasi kontrak ketiga blok itu. Kontrak Total E&P di Blok Mahakam habis akhir tahun ini, Chevron angkat kaki dari Blok East Kalimantan pada 2018, kontrak Vico di Blok Sanga Sanga juga selesai di 2018.
"Kontrak LNG kita ke Korea dan Jepang dari Bontang akan habis berkaitan dengan terminasi Blok Mahakam, Sanga Sanga, East Kalimantan," kata Kepala Divisi Humas SKK Migas, Taslim Z Yunus, dalam diskusi di Penang Bistro, Jakarta, Selasa (14/2/2017).
Dengan berakhirnya kontrak ekspor LNG ke Jepang dan Korsel ini, maka alokasi gas untuk kebutuhan domestik bisa semakin besar.
"Potensinya banyak untuk disuplai ke dalam negeri. Itu banyak. Awal 2018 kita sudah enggak ekspor lagi ke Jepang dan Korea," tuturnya.
Saat ini gas dari Blok Mahakam, Sanga Sanga, dan East Kalimantan yang diolah di Kilang LNG Bontang dan diekspor ke Jepang dan Korsel mencapai 5,5 million ton per annual (MTPA). Semuanya bisa dialihkan jika ada permintaan dari dalam negeri pada 2018 mendatang.
"Jumlahnya kira-kira 2 train dari Bontang. 1 train sekitar 2,75 MTPA. Jadi totalnya 5,5 MTPA," paparnya.
Suplai gas untuk industri dan kelistrikan dalam negeri akan semakin kuat lagi dengan mulai berproduksinya Train 3 Tangguh pada 2020. Persentase alokasi gas domestik pun terus ditingkatkan oleh SKK Migas, tahun ini sudah mencapai 70% dari seluruh produksi dalam negeri.
Taslim menjamin pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) di program 35.000 MW tak akan kekurangan gas. Tak perlu tambahan dari impor, gas dari dalam negeri sudah mencukupi.
"Pasti mencukupi. Sudah banyak tambahan pasokan, belum lagi nanti dari Train 3 Tangguh," tutupnya.
Credit finance.detik.com