Pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, akhirnya angkat bicara soal pembunuhan pengacara Muslim. (REUTERS/Carlo Allegri)
Ko Ni, pengkritik keras kekuatan militer di negara tersebut, ditembak mati di luar bandara Yangon pada 29 Januari lalu, mengguncang pemerintahan sipil yang masih seumur jagung.
Seorang pengemudi taksi, Ne Win, juga terbunuh ketika mencoba menghentikan pelaku yang kini sudah ditahan. Otoritas menyebut penembak direkrut oleh mantan pejabat militer berstatus buron.
Partai Suu Kyi, Liga Demokrasi Nasional (LND), menyebut pembunuhan tersebut sebagai tindakan politis dan aksi terorisme melawan kebijakan negara.
|
Minggu (27/2), sebagaimana diberitakan Channel News Asia, dia baru berbicara. Pernyataan dilontarkan ketika dia menghadiri pemakaman kedua korban.
"Kehilangan U Ko Ni adalah kerugian besar untuk LND. Dia bekerja sama dengan kami selama bertahun-tahun dengan kepercayaannya," kata Suu Kyi di Yangon, sebelum menyebut korban lainnya sebagai martir.
Ko Ni ditembak mati oleh orang tak dikenal di bandara Yangon setelah pulang dari sebuah diskusi di Habibie Center, Jakarta.
Sebagai seorang pakar konstitusi, Ko Ni kerap mengkritik pengaruh politik militer yang berkelanjutan, termasuk soal kendalinya di sejumlah kementerian kunci dan jatah kursi di parlemen.
Dia juga mengecam peningkatan sentimen negatif terhadap muslim yang menyebar di seluruh penjuru negara, dipicu kelompok nasionalis Buddha garis keras.
Sikap Suu Kyi yang tidak banyak berbicara mengejutkan beberapa pengamat. Namun, karena pemerintahannya baru berdiri Mei lalu setelah bertahun-tahun negara dipimpin militer, pemerintah memang lebih banyak bersembunyi.
Suu Kyi jarang berpidato politik, melontarkan pernyataan atau menggelar konferensi pers.
Pemerintahannya yang baru berdiri juga harus menghadapi ekspektasi tinggi elektorat dan sejumlah krisis.
Salah satunya adalah konflik antara militer dan pemberontak etnis. Masalah ini menghambat mimpinya memperoleh gencatan senjata di seluruh negeri.
Sementara itu, PBB menyatatakan aparat keamanan "kemungkinan besar" melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dan pembersihan etnis terhadap warga etnis Rohingya, tahun lalu.
Suu Kyi membela tindakan militer, mengherankan banyak sekutu Myanmar di Barat yang menilai peralihan kekuasaan dari kediktatoran menjadi demokrasi sebagai kesuksesan.
Di peringatan pemakaman Ko Ni, Suu Kyi menghindari pembicaraan politik, tapi dia meminta publik bersabar karena pemerintahannya baru berdiri 10 bulan setelah kepemimpinan junta militer selama berdekade.
"Warga negara kami yang telah berjuang keras selama bedekade mungkin berpikir waktu ini sudah cukup lama. Tapi, untuk sejarah sebuah negara, untuk sejarah pemerintahan, 10 bulan atau setahun itu tidak banyak. Ini waktu yang singkat," ujarnya.
Credit CNN Indonesia
Pulang dari Indonesia, Pengacara Muslim Myanmar Mati Ditembak
Ilustrasi. (Thinkstock/Smitt)
Seorang petugas keamanan bandara mengatakan kepada AFP bahwa Ko Ni ditembak saat baru saja memasuki taksi di terminal kedatangan sekitar pukul 17.00 waktu setempat. Sopir taksi yang ditumpangi Ko Ni juga dikabarkan tewas.
"Berdasarkan informasi awal yang kami terima, Ko Ni dan sopir taksinya tewas. Seorang pria tak dikenal menembak kepalanya saat sedang menghampiri taksi. Dia (pelaku) kemudian ditahan," ujar sumber anonim tersebut.
|
Habibie Center selaku penyelenggara konferensi yang mengundang Ko Ni di Jakarta, menyatakan belasungkawa melalui sebuah pernyataan.
Dalam pernyataan tersebut, Habibie Center menjabarkan bahwa Ko Ni merupakan salah satu anggota delegasi Myanmar dalam diskusi bertajuk Democratic Transition, Military Reform and Communal Conflict: What can Myanmar Learn from Indonesia’s Communal Violence in a Time of Democratic Transition (1999 – 2003).
Selama ini, Myanmar masih bergelut dengan masalah transisi kekuasaan dari militer ke pemerintahan yang dipilih secara demokratis pada 2015 lalu. Pemilu yang dimenangkan oleh NLD itu dianggap sebagai harapan baru bagi Myanmar.
Namun setelah NLD berkuasa, masih banyak pemberontakan, juga kekerasan terhadap minoritas. Dengan mayoritas penduduk Buddha, sejumlah etnis Muslim minoritas, termasuk Rohingya, kerap didiskriminasi bahkan disiksa dan dibunuh.
Beberapa bulan belakangan, kekerasan terhadap Rohingya kembali marak terjadi di negara bagian Rakhine.
Meskipun beberapa negara bagian Myanmar masih bergejolak, Yangon merupakan daerah yang dikenal sebagai wilayah bisnis dengan lingkungan aman.
Credit CNN Indonesia