Atas dukungan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), pengacara Lisa Hiariej akan mewakili para penggugat yang mengklaim dipenjara atau ditahan di detensi imigrasi Australia meski mereka masih remaja di bawah umur saat itu. "Mereka ketakutan. Mereka bukan penjahat. Kesehatan mental mereka masih belum pulih," ujar Lisa Hiariej kepada ABC sebelum sidang gugatan dilaksanakan.
Menurut dia, sebanyak 31 remaja berusia antara 13 dan 17 tahun dipenjara di penjara orang dewasa di Sydney, Melbourne, Brisbane dan Perth antara 2008 dan 2012 karena menjadi awak perahu pencari suaka.
Sedangkan 84 remaja lainnya, kata Lisa, mendekam lebih dari tga bulan dalam detensi imigrasi. Hal ini, katanya, melanggar hukum.
Disebutkan dalam persidangan ini akan disampaikan betapa para remaja ini adalah korban penyelundupan manusia. Mereka akan meminta ganti rugi jutaan dolar dari Pemerintah Australia. Tiga hakim akan memimpin persidangan ini.
"Para pengacara mengetahui mereka ini masih di bawah umur setelah mendatangi kampung mereka dan mendapatkan akta kelahiran mereka," kata Lisa.
Dia menambahkan pihaknya memegang 115 akta kelahiran sebagai bukti untuk persidangan ini.
Credit REPUBLIKA.CO.ID
Australia Akui Bukti Umur Kasus Nelayan Ali Yasmin tidak Kuat
Ali dihukum penjara pada 2010 selama lima tahun di penjara super ketat di Australia Barat, meskipun ada dokumen yang menunjukkan dia masih berumur 13 tahun pada saat ditangkap. Dia berasal desa nelayan di Pulau Flores, dan direkrut sebagai juru masak pada perahu penyelundup manusia. Perahu itu dihentikan otoritas Australia saat mengangkut 55 warga Afghanistan di dekat Ashmore Reef pada Desember 2009.
Kini Ali berupaya hukumannya dibatalkan melalui pengadilan banding. Upaya ini dianggap ujian bagi 14 orang Indonesia lainnya yang sudah dibebaskan bersama Ali tahun 2012 oleh Jaksa Agung Nicola Roxon saat itu karena adanya keraguan tentang umur mereka. Kebijakan Commonwealth saat itu menyatakan setiap awak perahu penyelundup manusia yang masih di bawah umur harus dikembalikan, bukannya menghadapi dakwaan hukum.
Dalam persidangan di Pengadilan Banding Australia Barat, Selasa (21/2), Kate Gregory dari Kejaksaan Australia mengatakan bukti yang menyebutkan Ali berumur lebih 18 tahun pada saat kasusnya di sidangkan waktu itu tidak kuat. Artinya, bukti-bukti itu berasal dari sumber yang tidak dapat diandalkan.
Setelah ditangkap pada 2009, Departemen Imigrasi menemukan Ali masih anak-anak. Tapi hal ini ditolak oleh Kepolisian Australia yang menggunakan hasil X-ray pergelangan untuk menentukan Ali orang dewasa.
Dia kemudian diputus bersalah meskipun ada dokumen akta kelahiran dan Kartu Keluarga dari Indonesia yang menyebutkan usianya 13 tahun pada saat ditangkap. Dokumen-dokumen tersebut tidak pernah diajukan sebagai bagian dari pembelaan Ali saat itu.
Pengadilan banding kini meminta pengacara Ali dan pijak jaksa mengajukan pendapat apakah peradilan ini berwenang membatalkan vonis Ali 2010 dan membebaskannya, meskipun saat itu dia sudah mengaku bersalah. Kate Gregory mengatakan jika hal ini dikembalikan ke Pengadilan Negeri atau Pengadilan Anak untuk diadili ulang, pihaknya akan menghentikan kasusnya dengan pertimbangan tidak boleh mendakwa secara hukum bagi anak di bawah umur dalam kasus penyelundupan manusia.
Kompensasi
Jika hukuman Ali itu dibatalkan, maka akan membuka peluang adanya ganti rugi terhadap Pemerintah Federal. Ali dibebaskan 2012, setelah liputan media yang luas atas kasusnya, lalu dideportasi ke Indonesia.Pada Juli 2014, pengacaranya mengajukan hak kliennya untuk banding terhadap hukuman tersebut. Keputusannya berada di tangan Jaksa Agung George Brandis selama lebih dari satu tahun.
Pengacara Ali Yasmin kemudian membawa kasus ini ke Pengadilan Federal dalam upaya memaksa Jaksa Agung Brandis segera membuat keputusan. Pada November 2015, Brandis mengakui adanya keraguan tentang keandalan X-ray pergelangan tangan untuk menentukan umur Ali Yasmin.
Hal ini menimbulkan isu yang harus ditangani di pengadilan dan menyerahkan masalahnya ke Pengadilan Tinggi Australia Barat. Pengadilan hari ini membalik keputusannya dalam masalah itu.
Credit REPUBLIKA.CO.ID