Foto: Muhammad Aminudin/detikcom
Malang - Pemerintah dan PT Freeport Indonesia saat ini sedang bersitegang terkait negosiasi kelanjutan usaha perusahaam tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut. Freeport saat ini menghentikan operasinya karena tidak bisa mengekspor konsentrat.
Freeport telah menghentikan kegiatan produksinya sejak 10 Februari 2017 lalu, karena tak bisa mengekspor konsentrat tembaga. Para pekerja tambangnya di Mimika, Papua, yang berjumlah puluhan ribu sudah dirumahkan.
Pangkal masalahnya, Freeport membutuhkan kepastian dan stabilitas untuk investasi jangka panjangnya di Tambang Grasberg, Papua. Sedangkan pemerintah menginginkan kendali yang lebih kuat atas kekayaan sumber daya mineral.
Pada 10 Februari 2017 lalu, pemerintah telah menyodorkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) kepada Freeport sebagai pengganti Kontrak Karya (KK). Jika tak mau menerima IUPK, Freeport tak bisa mengekspor konsentrat tembaga, kegiatan operasi dan produksi di Tambang Grasberg pasti terganggu.
IUPK bukan kontrak, posisi pemerintah sebagai pemberi izin jadi lebih kuat daripada korporasi sebagai pemegang izin. KK memposisikan pemerintah dan Freeport sebagai 2 pihak yang berkontrak dengan posisi setara. Ini adalah langkah pemerintah untuk memperkuat penguasan negara terhadap kekayaan alam.
Tapi Freeport tak mau begitu saja mengubah KK-nya menjadi IUPK. Sebab, IUPK dinilai tak memberikan kepastian, pajaknya bisa berubah mengikuti aturan perpajakan yang berlaku (prevailing), tak seperti KK yang pajaknya tak akan berubah hingga masa kontrak berakhir (naildown).
Untuk menyelesaikan masalah ini, Menteri ESDM, Ignasius Jonan, menawarkan 3 pilihan solusi kepada Freeport. Opsi pertama, Freeport menerima IUPK dan izin ekspor konsentrat yang sudah diberikan pemerintah sambil meneruskan negosiasi terkait stabilitas jangka panjang yang mereka inginkan.
Pilihan kedua, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba) direvisi, agar ada ruang untuk mengakomodasi keinginan Freeport. Lalu pilihan terakhir adalah bersengketa di Arbitrase.
Kemarin, President and CEO Freeport McMoRan Inc, Richard C. Adkerson, menyebutkan pemerintah Indonesia telah menerima 60% manfaat finansial langsung dari operasi Freeport.
Menteri ESDM, Ignasius Jonan, mengatakan penerimaan negara dari Freeport jauh dibandingkan penerimaan negara dari cukai rokok yang sebesar Rp 139,5 triliun per tahun. "Sedangkan Freeport hanya Rp 8 triliun. Hanya bayar kewajiban Rp 8 triliun kok rewel," kata Jonan saat menghadiri Workshop dan Kuliah Umum Capacity Building Energi Baru Terbarukan (EBT) di Kampus Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Jalan Raya Tlogomas, Malang, Selasa (21/2/2017).
Pada kesempatan itu, Jonan juga menyampaikan, nilai jual Freeport saat ini sudah murah. Dia membandingkan PT Telkom Tbk nilai jualnya lebih mahal ketimbang Freeport.
"Freeport nilai jualnya tidak mahal, masih kalah dengan PT Telkom mencapai US$ 29 miliar," jelasnya.
Pada kesempatan itu, Jonan juga menanggapi kemungkinan pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan yang akan dilakukan Freeport, karena berhenti beroperasi. Menurut Jonan, opsi PHK adalah pilihan terakhir bagi perusahaan.
"PHK itu pilihan terakhir, bukan utama. Jika perusahaan itu baik, tidak akan melakukannya," kata Jonan.
"Ada waktu enam bulan. Kalau mau berjalan tidak apa-apa, asal mereka komitmen. mungkin mereka sudah mengurangi produksi hingga merumahkan karyawan. Dirumahkan kan tetap dapat gaji, daripada mem-PHK akan mengeluarkan pesangon cukup besar," ujar Jonan.
Jonan mengatakan, apa yang dilakukan pemerintah adalah sesuai dengan Undang-Undang No.4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba). Bila Freeport menolak, perusahaan ini bisa mengajukan keberatan ke parlemen dan meminta UU Minerba direvisi.
"Kalau masih keberatan ya ke parlemen, biar dikaji undang-undang minerbanya. Kita pemerintah mengacu kepada peraturan yang berlaku," beber mantan Menteri Perhubungan ini.
Terkait ancaman Freeport membawa persoalan ini ke Arbitase, Jonan tetap santai menanggapi. "Iya dihadapi, soal bagaimananya itu menyangkut strategi, masak mau diomongkan," celetuknya.
Credit finance.detik.com
Bos Besar Freeport: Sejak 1992 Kami Setor Rp 214 T Untuk RI
Foto: Ari Saputra
Jakarta - Sudah 5 dekade PT Freeport Indonesia melakukan kegiatan pertambangan di Timika, Papua. Dimulai dari Tambang Erstberg, dan kemudian Tambang Grasberg. Di Grasberg, Freeport telah bercokol sejak 1991, sudah 26 tahun.
Seberapa besar kontribusi Freeport terhadap perekonomian Indonesia?
President and CEO Freeport McMoRan Inc, Richard C. Adkerson, menyebutkan pemerintah Indonesia telah menerima 60% manfaat finansial langsung dari operasi Freeport. Pajak-pajak, royalti, dan dividen yang dibayarkan Freeport kepada pemerintah Indonesia sejak 1991 mencapai US$ 16,1 miliar, atau setara dengan Rp 214 triliun (dengan asumsi kurs dolar Rp 13.300).
Freeport mengaku hanya menerima US$ 10,8 miliar atau 40% dari hasil penambangan bijih tembaga, emas, dan perak di Grasberg sejak 1991.
"Pajak, royalti, dan dividen yang dibayar pada pemerintah Indonesia sejak 1991 melebihi US$ 16,1 miliar, sedangkan Freeport McMoRan menerima US$ 10,8 miliar dalam bentuk dividen," kata Richard dalam konferensi pers di Hotel Fairmont, Jakarta, Senin (20/2/2017).
Berdasarkan data Freeport, total dividen yang disetor pada pemerintah Indonesia sejak 1992 sampai 2015 mencapai US$ 1,287 miliar.
Lalu royalti yang dibayar sejak 1992 hingga 2015 totalnya US$ 1,769 miliar. Adapun total pembayaran pajak dan pungutan lainnya US$ 13,085 miliar. Pajak dan pungutan ini meliputi PPh Badan, PPN, Iuran Tetap, Pajak Penghasilan Karyawan, PDBR, Bea Masuk, Pajak dan Retribusi Daerah.
"Total manfaat langsung ini melebihi jumlah yang dibayarkan Freeport jika beroperasi di negara-negara lain," ucapnya.
Freeport juga mengklaim berkontribusi sebesar US$ 32,5 miliar terhadap perekonomian Indonesia dari pembayaran gaji karyawan, pembelian dalam negeri, pengembangan masyarakat, pembangunan daerah, dan investasi dalam negeri.
"Selain itu, PT Freeport Indonesia menginvestasikan US$ 7,7 miliar untuk infrastruktur dan memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Domestrik Bruto Nasional sebesar lebih dari US$ 60 miliar sejak 1992," papar Richard.
Dari sisi lapangan pekerjaan, menurut data per 31 Desember 2015, Freeport Indonesia menyerap tenaga kerja sebanyak 32.416, terdiri dari pekerja langsung Freeport Indonesia dan pekerja dari perusahaan-perusahaan kontraktor yang disewa Freeport.
Dari 32.416 pekerja itu, 12.085 di antaranya adalah pekerja langsung alias karyawan PT Freeport Indonesia. Sebanyak 4.321 orang karyawan Freeport adalah orang asli Papua. Jumlah pekerja asing 152 orang atau 1,26%.
Credit finance.detik.com