BEIJING - Armada Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) yang dipelopori oleh kapal induk, USS John C Stennis, berlayar di Laut China Selatan di dekat pulau sengketa. Kapal Induk AS itu disertai rombongan kapal perang dan ribuan pelaut AS.
Dua kapal perang AS dalam rombongan itu antara lain, kapal perusak USS Stockdale dan USS Chung-Hoon. Selain itu kapal penjelajah Mobile Bay dan Atietam ikut serta dalam pelayaran.
Para pejabat AS berdalih, pelayaran kapal induk dan rombongan kapal perang itu merupakan misi patroli rutin. Patroli itu berlangsung di tengah ketegangan di Laut China Selatan setelah China mengerahkan sistem rudal canggih dan sistem radar militer di pulau sengketa.
Patroli rombongan kapal perang AS itu membuat pejabat pemerintah Beijing marah.
”Kami merasa bahwa tindakan AS dalam mengirim kapal dan pesawat di dekat Kepulauan Spratly dan terumbu sebagai unjuk kekuatan bukan hal yang baik. Ini membangkitkan perasaan jijik di kalangan orang-orang China,” kata Fu Ying, juru bicara dari National People Congress (NPC) yang juga mantan Wakil Presiden China, kepada wartawan pada Jumat (4/3/2016).
”AS telah mengatakan; tidak mengambil sikap atas sengketa teritorial Laut China Selatan, tetapi tindakannya tampaknya ditujukan untuk memanaskan ketegangan, yang menimbulkan pertanyaan serius atas motifnya,” lanjut Fu.
AS telah lama menuduh Beijing melakukan militerisasi di Laut China Selatan. Namun Beijing membela diri dengan mengklaim bahwa apa yang dilakukan China adalah untuk pertahanan atas pulau-pulau di wilayah kedaulatannya.
”Tuduhan (China melakukan militerisasi) dapat menyebabkan salah perhitungan situasi. Jika Anda melihat pada materi yang erat, AS justru mengirim pesawat paling canggih dan kapal militer ke Laut China Selatan,” imbuh Fu, seperti dikutip IB Times.
AS telah melakukan dua patroli navigasi kontroversial di Laut China Selatan sejak Oktober 2015. Dalam salah satu patroli, kapal perang AS berlayar 12 mil laut dari pulau yang disengketakan yang dianggap Beijing sebagai langkah provokatif.
Dua kapal perang AS dalam rombongan itu antara lain, kapal perusak USS Stockdale dan USS Chung-Hoon. Selain itu kapal penjelajah Mobile Bay dan Atietam ikut serta dalam pelayaran.
Para pejabat AS berdalih, pelayaran kapal induk dan rombongan kapal perang itu merupakan misi patroli rutin. Patroli itu berlangsung di tengah ketegangan di Laut China Selatan setelah China mengerahkan sistem rudal canggih dan sistem radar militer di pulau sengketa.
Patroli rombongan kapal perang AS itu membuat pejabat pemerintah Beijing marah.
”Kami merasa bahwa tindakan AS dalam mengirim kapal dan pesawat di dekat Kepulauan Spratly dan terumbu sebagai unjuk kekuatan bukan hal yang baik. Ini membangkitkan perasaan jijik di kalangan orang-orang China,” kata Fu Ying, juru bicara dari National People Congress (NPC) yang juga mantan Wakil Presiden China, kepada wartawan pada Jumat (4/3/2016).
”AS telah mengatakan; tidak mengambil sikap atas sengketa teritorial Laut China Selatan, tetapi tindakannya tampaknya ditujukan untuk memanaskan ketegangan, yang menimbulkan pertanyaan serius atas motifnya,” lanjut Fu.
AS telah lama menuduh Beijing melakukan militerisasi di Laut China Selatan. Namun Beijing membela diri dengan mengklaim bahwa apa yang dilakukan China adalah untuk pertahanan atas pulau-pulau di wilayah kedaulatannya.
”Tuduhan (China melakukan militerisasi) dapat menyebabkan salah perhitungan situasi. Jika Anda melihat pada materi yang erat, AS justru mengirim pesawat paling canggih dan kapal militer ke Laut China Selatan,” imbuh Fu, seperti dikutip IB Times.
AS telah melakukan dua patroli navigasi kontroversial di Laut China Selatan sejak Oktober 2015. Dalam salah satu patroli, kapal perang AS berlayar 12 mil laut dari pulau yang disengketakan yang dianggap Beijing sebagai langkah provokatif.
Credit Sindonews