Zona tumbukan 2 lempeng yang menimbulkan gempa di Nepal
sejalur hingga lempeng gempa di Indonesia (Grafis:
dongenggeologi.com/Rovicky Dwi Putrohari)
"Satu, BMKG mengembangkan teknologi prekursor, memprediksi dengan mengukur percepatan kulit bumi segala macam. Dengan begitu, kita mendapatkan informasi tentang gerakan besar di tempat lain yang kemudian membawa kemungkinan terjadi, tapi kemungkinan ya, bukan kita memprediksi," jelas Kepala BMKG Andi Eka Sakya saat ditanya langkah mitigasi gempa besar yang diprediksi akan terjadi di Indonesia.
Andi mengatakan hal itu di sela Rakornas BMKG 2015 dengan tema "Percepatan pembangunan BMKG untuk mendukung program Nawa Cita dalam rangka menuju organisasi kelas dunia" di Auditorium BMKG, Jl Angkasa, Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa (5/5/2015).
Dia menambahkan, bahwa belum ada teknologi yang bisa memprediksi waktu terjadinya gempa. Maka yang kemudian dilakukan adalah mengukur pergeseran kulit bumi dan memprediksi wilayah terjadinya gempa.
"Karena belum ada teknologinya (memprediksi waktu gempa) bahkan di Amerika. Ini perlu saya ingatkan, bukannya kita memprediksi tapi mendeteksi," imbuh Andi.
Langkah mitigasi bencana gempa kedua yang dilakukan BMKG adalah mengembangkan teknologi tsunami eary warning system atau sistem deteksi dini tsunami.
"Kedua, kita mengembangkan teknologi tsunami early warning sistem. Kalau kita bisa melokalisir gempa itu di mana, berapa besarnya, waktunya kapan, apakah terjadi tsunami atau tidak, supaya dampak tidak terjadi besar. Teknologi sudah diakui 28 negara, makanya Unesco menetapkan BMKG untuk menjadi pusat informasi tsunami di Samudra Hindia," jelas dia.
Mengenai prediksi para geolog dan pakar gempa, dia membenarkan prediksi itu. Namun, Andi kembali menekankan, gempa yang diprediksi para pakar itu tidak bisa diprediksi waktu terjadinya namun bisa diketahui di mana akan terjadi. Para geolog memprediksi berdasarkan riwayat pergerakan lempeng selama belasan bahkan puluhan tahun.
"Ya, karena ada jalur ring of fire di sana. Kemungkinan seperti itu (prediksi gempa besar di Indonesia setelah di Nepal). Oleh karena itu para pakar menyebutnya waspada," imbuh Andi.
Sedangkan seismolog BMKG Ariska Rudyanto menambahkan kemungkinan prediksi para pakar itu bisa terjadi karena ada baik Nepal dan Indonesia terletak di antara dua lempeng besar yakni Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Euroasia.
"Akan tetapi kita tidak mengetahui kapan gempa akan terjadi lalu kekuatan seperti apa, kita tidak pernah tahu. Misalnya gempa di Nepal terjadi akibat gempa di Aceh waktu itu, atau gempa di Jogja akibat kejadian di Jepang. Itu bisa saja. Karena sifatnya energi yang tidak bisa dilihat hanya bisa dirasakan," jelas dia.
Ariska juga menyarankan lebih memperhatikan mitigasi bencana gempa. Menurutnya, gempa alias goncangan bumi itu tidak membunuh.
"Korban yang terjadi justru akibat colapse building, reruntuhan gedung. Oleh karena itu kita perlu memperhatikan seberapa kokohnya bangunan gedung itu dan keberadaan pondasi mereka ada di tanah lunak atau bagaimana sehingga ini menjadi langkah mitigasi bencana gempa," tuturnya.
Credit Detiknews