Kamis, 07 Mei 2015

Jepang Diminta Hentikan Manipulasi Jugun Ianfu


 
Mahandis Y. Thamrin/NGI Potret Rita la Fontaine de Clercq Zubli di buku memoarnya tentang masa pendudukan Jepang 1942-45. Jelang pendudukan Jepang, seorang pastor menyarankan kepadanya supaya berganti penampilan menjadi seorang anak lelaki. Rita pun menjadi

CB - Lebih dari 180 sejarawan dari berbagai negara mengeluarkan surat terbuka kepada pemerintah Jepang agar berhenti melakukan manipulasi, sensor, dan intimidasi terhadap sejarawan yang menulis Perang Dunia II.

Sebagian besar berasal dari perguruan tinggi di Amerika Serikat, namun ada pula sejarawan Inggris dan Eropa.

Mereka terdorong menulis surat terbuka setelah muncul kontroversi secara terus-menerus tentang perempuan penghibur atau dikenal dengan nama jugun ianfu yang bekerja di rumah bordil militer Jepang di masa perang.

Persoalan itu telah menjadi batu sandungan dalam hubungan Jepang dengan sejumlah negara tetangga.

Jumlah perempuan penghibur untuk tentara Jepang tidak diketahui pasti tetapi diperkirakan mencapai puluhan atau bahkan ratusan ribu. Mereka berasal dari Cina, Korea dan negara-negara lain yang dijajah Jepang, termasuk Indonesia.

Seperti dilaporkan oleh wartawan BBC Nick Higham, perempuan penghibur untuk tentara Jepang sering disebut sebagai budak seks.
Pemerintah Jepang dituduh berusaha menutup-nutupi fakta sejarah, antara lain ditunjukkan dengan tindakan konsul Jepang di Amerika Serikat Desember lalu.

Ia meminta penerbit McGraw-Hill untuk mengubah beberapa paragraf di dalam buku yang menyebutkan bahwa militer Jepang merekrut paksa perempuan-perempuan muda.

Disebutkan pula militer Jepang "membunuh massal mereka untuk menutup-nutupi operasi itu."




Credit  KOMPAS.com