CB, Jakarta - Sejumlah kelompok HAM menyerukan agar PBB melakukan investigasi ke sebuah kawasan penahanan massal penduduk Uighur di
wilayah barat Xinjiang, Cina. Seruan itu untuk merespon derasnya dugaan
adanya penyiksaan terhadap pemeluk Islam di wilayah itu.
"Derasnya tuduhan penyiksaan yang terjadi di Xinjiang tidak bisa dikompromikan. Tuntutan integritas Dewan HAM PBB bahwa negara-negara di dunia tidak mengizinkan Cina menyembunyikan keanggotaan atay ekonominya yang bisa membuat Beijing menghindar dari pertanggung jawabannya," kata Kenneth Roth, Direktur Eksekutif Human Rights Watch atau HRW.
Dikutip dari nytimes.com, Kamis, 7 Februari 2019, kelompok-kelompok HAM di dunia mendesak agar dibuat sebuah misi pencari fakta. Permintaan ini diharapkan bisa menjadi pembahasan dalam sebuah sesi pertemuan Dewan HAM PBB pada akhir Februari nanti.
Hasil investigasi yang dilakukan oleh akademisi dan wartawan dalam beberapa tahun terakhir menemukan adanya sebuah kampanye yang menghilangkan sekitar satu juta orang, yang sebagian besar penduduk Muslim Uighur. Mereka dimasukkan dalam kamp-kamp penahanan di penjuru Xinjiang dengan alasan untuk di 'edukasi' ulang.
Otoritas Cina juga dituding telah melakukan sebuah penumpasan terahadap pemeluk Islam yang melakukan praktik agama dan tradisi dalam Islam. Pemerintah daerah diduga telah melarang jenggot hingga pemberian nama berbau agama pada anak.
"Ini adalah sebuah upaya untuk mengubah agama dan identitas etnik dari sebuah kelompok minoritas yang penting. Ini membutuhkan sebuah respon internasional," kata Roth.
Kumi Naidoo, Sekjen Lembaga Amnesty Internasional mengatakan Xinjiang telah menjadi sebuah penjara terbuka, sebuah tempat dimana teknologi mata-mata dikerahkan, indoktrinasi politik, asimilasi budaya paksa, penangkapan dan penghilangan sewenang-wenang telah mengubah etnis minoritas menjadi orang asing di tanah kelahiran mereka sendiri.
Dikonfirmasi mengenai tuduhan penyiksaan terhadap Muslim Uighur ini, perwakilan Cina di PBB belum bisa dihubungi. Banyak kantor-kantor pemerintah Cina masih libur Imlek.
"Derasnya tuduhan penyiksaan yang terjadi di Xinjiang tidak bisa dikompromikan. Tuntutan integritas Dewan HAM PBB bahwa negara-negara di dunia tidak mengizinkan Cina menyembunyikan keanggotaan atay ekonominya yang bisa membuat Beijing menghindar dari pertanggung jawabannya," kata Kenneth Roth, Direktur Eksekutif Human Rights Watch atau HRW.
Dikutip dari nytimes.com, Kamis, 7 Februari 2019, kelompok-kelompok HAM di dunia mendesak agar dibuat sebuah misi pencari fakta. Permintaan ini diharapkan bisa menjadi pembahasan dalam sebuah sesi pertemuan Dewan HAM PBB pada akhir Februari nanti.
Hasil investigasi yang dilakukan oleh akademisi dan wartawan dalam beberapa tahun terakhir menemukan adanya sebuah kampanye yang menghilangkan sekitar satu juta orang, yang sebagian besar penduduk Muslim Uighur. Mereka dimasukkan dalam kamp-kamp penahanan di penjuru Xinjiang dengan alasan untuk di 'edukasi' ulang.
Otoritas Cina juga dituding telah melakukan sebuah penumpasan terahadap pemeluk Islam yang melakukan praktik agama dan tradisi dalam Islam. Pemerintah daerah diduga telah melarang jenggot hingga pemberian nama berbau agama pada anak.
"Ini adalah sebuah upaya untuk mengubah agama dan identitas etnik dari sebuah kelompok minoritas yang penting. Ini membutuhkan sebuah respon internasional," kata Roth.
Kumi Naidoo, Sekjen Lembaga Amnesty Internasional mengatakan Xinjiang telah menjadi sebuah penjara terbuka, sebuah tempat dimana teknologi mata-mata dikerahkan, indoktrinasi politik, asimilasi budaya paksa, penangkapan dan penghilangan sewenang-wenang telah mengubah etnis minoritas menjadi orang asing di tanah kelahiran mereka sendiri.
Dikonfirmasi mengenai tuduhan penyiksaan terhadap Muslim Uighur ini, perwakilan Cina di PBB belum bisa dihubungi. Banyak kantor-kantor pemerintah Cina masih libur Imlek.
Credit tempo.co