CB, Washington - Krisis politik di Venezuela
masih berlangsung sejak pekan lalu dan menciptakan dua kubu dan
menyulitkan posisi pemerintah pimpinan Presiden Nicolas Maduro. Kubu
penantang dipimpin pemimpin oposisi Venezuela, Juan Guaido, yang
merupakan Presiden Majelis Nasional dan telah mendeklarasikan diri
sebagai Presiden interim untuk menggantikan Presiden Venezuela, Nicolas
Maduro.
Guaido didukung Amerika Serikat, Uni Eropa, Brasil, Argentina dan sejumlah negara Amerika Latin lainnya.
Sedangkan kubu inkumben dikomandoi Presiden Venezuela, Nicolas
Maduro, yang baru saja dilantik sebagai Presiden pada 10 Januari 2019.
Dia mulai menjalani periode kedua sebagai Presiden untuk enam tahun.
Maduro mendapat dukungan dari sejumlah negara seperti Rusia, Cina,
Turki, Meksiko dan Kuba.
“Sekarang ini saatnya bagi semua negara untuk membuat pilihan,” kata Mike Pompeo, menteri luar negeri AS, dalam sidang Dewan Keamanan PBB pada Sabtu pekan lalu, 26 Januari 2019 seperti dilansir Reuters.
Berikut ini alasan tiga negara mendukung Maduro, 56 tahun, seperti dilansir CNN:
Jumlah total pinjaman ini mencapai sekitar US$62.2 miliar atau sekitar Rp869 triliun, menurut catatan dari lembaga pemikir Inter-American Dialogue. Jumlah pinjaman ini jauh melampaui pinjaman kepada negara Amerika Latin lainnya.
Sejak 2005 – 2015, perusahaan Cina telah berinvestasi dengan nilai US$19.15 miliar untuk berbagai proyek seperti dilansir lembaga American Enterprise Institute, yang berbasis di Washington.
Belakangan, Cina mengurangi drastis investasi di Venezuela menjadi hanya US$1.84 miliar atau sekitar Rp25.7 triliun. Cina sepertinya merasa khawatir mengenai kemampuan Venezuela untuk mengembalikan pinjaman itu.
“Hubungan kedua negara semakin bersifat politik karena Cina berkepentingan untuk mendukung Maduro dengan pertimbangan ekonomi dan geopolitik terkait ketegangan Cina dengan AS,” kata Mijares.
Menurut Mijares, Venezuela juga mendukung posisi Rusia di Suriah dan Ukraina. Cina dan Rusia menjadi penting bagi Venezuela karena keduanya merupakan negara pemegang hak veto di Dewan Keamanan PBB.
“Sekarang
Rusia telah menjadi mitra bisnis Venezuela paling penting di sabuk
Orinoco,” kata Mijares mengenai ladang minyak di utara Venezuela.
Perusahaan pelat merah minyak Rusia, Rosneft, memiliki kepentingan dengan pemerintahan Maduro. Rosneft mengambil nyaris 50 persen saham di Citgo, yang merupakan anak perusahaan minyak Venezuela yaitu PDVSA, sebagai jaminan US$ 1.5 miliar atau Rp21 triliun pinjaman ke pemerintah Maduro.
Pada 2017, Rusia dan Venezuela menyepakatai restrukturisasi utang negara Amerika Latin itu senilai US$3.15 miliar atau sekitar Rp44 triliun. “Putin mencoba memberi pesan kepada AS bawa dia dapat bermain di halaman belakang kita,” kata Derek Chollet, bekas asisten menhan AS.
“Pemimpin Turki khususnya Erdogan melihat Maduro sebagai orang yang menjadi target tidak adil dari Barat,” kata Asli Aydintasbas, peneliti di Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri.
Venezuela mengirim emas ke Turki sebagai pembayaran untuk bahan makanan dan bantuan kemanusiaan untuk Caracas.
“Hubungan Venezuela dengan Argentina dan Brasil hilang, yang awalnya sekutu, sehingga hubungan dengan Turki merupakan penyeimbang,” kata Helen Yaffe, peneliti di London School of Economics di Pusat Studi Karibia dan Amerika Latin.
Turki menjadi penting bagi Venezuela karena Ankara merupakan koneksi ke Eropa dan juga anggota NATO. Pada saat yang sama, Turki ingin menjadi pemain geopolitik yang lebih besar.
“Turki melihat dirinya sebagai salah satu pemain ekonomi global, mencoba menggunakan kekuatannya dan salah satu caranya adalah membangun aliansi dan memberikan bantuan kemanusiaan ke pemerintahan Maduro,” kata Mehmet Ozkan, yang merupakan peneliti di Center for Global Policy di Washington DC.
Guaido didukung Amerika Serikat, Uni Eropa, Brasil, Argentina dan sejumlah negara Amerika Latin lainnya.
“Sekarang ini saatnya bagi semua negara untuk membuat pilihan,” kata Mike Pompeo, menteri luar negeri AS, dalam sidang Dewan Keamanan PBB pada Sabtu pekan lalu, 26 Januari 2019 seperti dilansir Reuters.
Berikut ini alasan tiga negara mendukung Maduro, 56 tahun, seperti dilansir CNN:
- Cina
Jumlah total pinjaman ini mencapai sekitar US$62.2 miliar atau sekitar Rp869 triliun, menurut catatan dari lembaga pemikir Inter-American Dialogue. Jumlah pinjaman ini jauh melampaui pinjaman kepada negara Amerika Latin lainnya.
Sejak 2005 – 2015, perusahaan Cina telah berinvestasi dengan nilai US$19.15 miliar untuk berbagai proyek seperti dilansir lembaga American Enterprise Institute, yang berbasis di Washington.
Belakangan, Cina mengurangi drastis investasi di Venezuela menjadi hanya US$1.84 miliar atau sekitar Rp25.7 triliun. Cina sepertinya merasa khawatir mengenai kemampuan Venezuela untuk mengembalikan pinjaman itu.
“Hubungan kedua negara semakin bersifat politik karena Cina berkepentingan untuk mendukung Maduro dengan pertimbangan ekonomi dan geopolitik terkait ketegangan Cina dengan AS,” kata Mijares.
- Russia
Menurut Mijares, Venezuela juga mendukung posisi Rusia di Suriah dan Ukraina. Cina dan Rusia menjadi penting bagi Venezuela karena keduanya merupakan negara pemegang hak veto di Dewan Keamanan PBB.
Perusahaan pelat merah minyak Rusia, Rosneft, memiliki kepentingan dengan pemerintahan Maduro. Rosneft mengambil nyaris 50 persen saham di Citgo, yang merupakan anak perusahaan minyak Venezuela yaitu PDVSA, sebagai jaminan US$ 1.5 miliar atau Rp21 triliun pinjaman ke pemerintah Maduro.
Pada 2017, Rusia dan Venezuela menyepakatai restrukturisasi utang negara Amerika Latin itu senilai US$3.15 miliar atau sekitar Rp44 triliun. “Putin mencoba memberi pesan kepada AS bawa dia dapat bermain di halaman belakang kita,” kata Derek Chollet, bekas asisten menhan AS.
- Turki
“Pemimpin Turki khususnya Erdogan melihat Maduro sebagai orang yang menjadi target tidak adil dari Barat,” kata Asli Aydintasbas, peneliti di Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri.
Venezuela mengirim emas ke Turki sebagai pembayaran untuk bahan makanan dan bantuan kemanusiaan untuk Caracas.
“Hubungan Venezuela dengan Argentina dan Brasil hilang, yang awalnya sekutu, sehingga hubungan dengan Turki merupakan penyeimbang,” kata Helen Yaffe, peneliti di London School of Economics di Pusat Studi Karibia dan Amerika Latin.
Turki menjadi penting bagi Venezuela karena Ankara merupakan koneksi ke Eropa dan juga anggota NATO. Pada saat yang sama, Turki ingin menjadi pemain geopolitik yang lebih besar.
“Turki melihat dirinya sebagai salah satu pemain ekonomi global, mencoba menggunakan kekuatannya dan salah satu caranya adalah membangun aliansi dan memberikan bantuan kemanusiaan ke pemerintahan Maduro,” kata Mehmet Ozkan, yang merupakan peneliti di Center for Global Policy di Washington DC.
Credit tempo.co