Gelombang protes meluas di Sudan yang menuntut Presiden Bashir mundur.
CB,
 KHARTOUM -- Pasukan keamanan menahan putri pemimpin oposisi Sudan, 
Sadiq al-Mahdi pada Rabu (31/1). Sementara aksi-aksi unjuk rasa 
anti-pemerintah meluas ke universitas utama di ibu kota Sudan.
Dua kendaraan keamanan tiba di rumah Mariam Sadiq al-Mahdi di 
Khartoum pada Rabu pagi dan membawa dia, kata saudara perempuannya Rabah
 kepada 
Reuters. Penahanan itu terjadi sehari setelah kepala keamanan Sudan memerintahkan pembebasan puluhan pengunjuk rasa yang ditahan.
Sejauh ini tidak ada komentar segera dari pemerintah.
Mariam
 adalah wakil kepala Partai Umma yang beroposisi. Partai itu dipimpin 
oleh ayahnya, yang merupakan perdana menteri terpilih secara demokratis 
terakhir dan digulingkan oleh Presiden Sudan Omar al-Bashir dalam kudeta
 pada 1989.
Ia telah mendukung gelombang protes yang telah 
mengguncang seluruh Sudan sejak 19 Desember. Para demonstran, yang 
frustrasi karena kekurangan roti dan bahan bakar serta kesulitan 
ekonomi, menyerukan diakhirinya pemerintahan Bashir yang sudah 
berlangsung selama tiga dekade.
Kelompok-kelompok HAM 
menyatakan sedikitnya 45 orang tewas tapi pemerintah menyebutkan 30 
orang. Sekitar 250 profesor dari Universitas Khartoum berunjuk rasa di 
kampus pada Rabu, menuntut pemerintahan transisi baru untuk menggantikan
 pemerintahan saat ini.
Sekitar 510 profesor menandatangani
 memo yang menyerukan pembentukan suatu "badan berdaulat" untuk 
membentuk pemerintahan baru dan mengawasi periode transisi empat-tahun. 
Universitas itu mendidik banyak politisi terkemuka Sudan dan telah 
menjadi tempat protes-protes dan kerusuhan sepanjang sejarah negeri itu.
"Peran
 Universitas Khartoum sebagai institusi akademik ialah menemukan 
solusi-solusi bagi peralihan damai kekuasaan," kata Montasser al-Tayeb, 
salah seorang guru besar, kepada wartawan.
Sadiq al-Mahdi 
kembali ke Sudan bulan lalu dari tempat pengasingannnya selama hampir 
setahun dan menyerukan transisi demokratis di hadapan ribuan 
pendukungnya. Ia digulingkan oleh aliansi Islamis dan para panglima 
militer, dipimpin Bashir, yang masih membentuk inti dari Partai Kongres 
Nasional yang berkuasa.