CB, Washington – Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat menyetujui penjualan sistem anti-rudal AEGIS Ashore darat ke udara buatan Lockheed Martin ke Jepang.
Ini merupakan bagian dari persiapan teknologi senjata Jepang dalam menghadapi Cina.
Nilai penjualan senjata supercanggih ini adalah sekitar US$2.15 miliar atau sekitar Rp30.3 triliun. Kontrak ini termasuk pembelian sejumlah perlengkapan rudal pertahanan yang juga dibuat oleh Lockheed.
Rencana penjualan ini dilaporkan oleh Lembaga Kerja sama Keamanan Pertahanan milik Pentagon kepada Kongres pada Selasa, 29 Januari 2019. Pentagon juga melaporkan penjualan prosesor control dan command, yang dibuat oleh General Dynamics.
“Sistem anti-rudal AEGIS Ashore merupakan versi darat dari versi kapal selam yang telah dibeli Jepang dari AS sebelumnya,” begitu dilansir Russia Today pada Rabu, 30 Januari 2019.
Batere sistem anti-rudal ini mampu menembakkan rudal SM-3 Block IIA/Block IB, yang bertugas mencegat serangan rudal. Ini bakal beroperasi pada 2023.
Sistem ini bakal dilengkapi dengan rudal supersonic SM-6 yang merupakan sistem anti-rudal. Japan Times melansir sistem anti serangan rudal canggih ini bakal dipasang di daerah Akita, dan Yamaguchi.
Media RT menyebut sistem AEGIS Ashore ini sebagai sistem senjata kontroversial. Ini karena meskipun bersifat bertahan, sistem ini mampu diubah untuk menembakkan rudal penyerang seperti Tomahawk, yang merupakan rudal jelajah.
Pemerintah Rusia mengkritik penempatan sistem AEGIS Ashore ini di Polandia dan Romania. Ini karena sistem senjata ini bisa menarget sebagian besar wilayah Rusia secara tiba-tiba. Pemerintah Cina juga menolak rencana Jepang menempatkan sistem anti-rudal canggih ini, yang diumumkan sejak 2017.
Pemerintah
Jepang menegaskan sistem ini bersifat murni bertahan dan untuk
melindungi negara dari kemungkinan serangan rudal Korea Utara.
Pemerintah juga merilis dokumen peningkatan kemampuan teknologi
pertahanan Jepang dengan alokasi dana sekitar US$243 miliar atau sekitar
Rp3.4 triliun. Dana ini termasuk untuk pembelian 150 unit jet tempur
F-35 yang bisa terbang dan mendarat secara horisontal di wilayah sempit.
Ini merupakan bagian dari persiapan teknologi senjata Jepang dalam menghadapi Cina.
Nilai penjualan senjata supercanggih ini adalah sekitar US$2.15 miliar atau sekitar Rp30.3 triliun. Kontrak ini termasuk pembelian sejumlah perlengkapan rudal pertahanan yang juga dibuat oleh Lockheed.
Rencana penjualan ini dilaporkan oleh Lembaga Kerja sama Keamanan Pertahanan milik Pentagon kepada Kongres pada Selasa, 29 Januari 2019. Pentagon juga melaporkan penjualan prosesor control dan command, yang dibuat oleh General Dynamics.
“Sistem anti-rudal AEGIS Ashore merupakan versi darat dari versi kapal selam yang telah dibeli Jepang dari AS sebelumnya,” begitu dilansir Russia Today pada Rabu, 30 Januari 2019.
Batere sistem anti-rudal ini mampu menembakkan rudal SM-3 Block IIA/Block IB, yang bertugas mencegat serangan rudal. Ini bakal beroperasi pada 2023.
Sistem ini bakal dilengkapi dengan rudal supersonic SM-6 yang merupakan sistem anti-rudal. Japan Times melansir sistem anti serangan rudal canggih ini bakal dipasang di daerah Akita, dan Yamaguchi.
Media RT menyebut sistem AEGIS Ashore ini sebagai sistem senjata kontroversial. Ini karena meskipun bersifat bertahan, sistem ini mampu diubah untuk menembakkan rudal penyerang seperti Tomahawk, yang merupakan rudal jelajah.
Pemerintah Rusia mengkritik penempatan sistem AEGIS Ashore ini di Polandia dan Romania. Ini karena sistem senjata ini bisa menarget sebagian besar wilayah Rusia secara tiba-tiba. Pemerintah Cina juga menolak rencana Jepang menempatkan sistem anti-rudal canggih ini, yang diumumkan sejak 2017.
Credit tempo.co