Eks CEO Starbucks, Howard Schultz, mengumumkan
ambisinya mengalahkan Donald Trump di pemilu 2020 dengan mencalonkan
diri sebagai kandidat presiden independen. (Reuters/David Ryder/File
photo)
"Saya serius berpikir untuk mencalonkan diri sebagai presiden," kata Schultz dalam wawancara dengan stasiun televisi CBS pada Minggu (27/1).
Schultz menggambarkan dirinya sendiri sebagai "Demokrat seumur hidup."
Namun, dia mengatakan akan mencalonkan diri sebagai kandidat presiden sebagai politikus poros tengah yang independen di luar sistem dua partai. Menurutnya, saat ini warga AS tengah "hidup dalam waktu yang paling rapuh."
"Tidak hanya karena Trump tidak memenuhi syarat untuk menjadi presiden, tetapi Partai Republik dan Demokrat secara konsisten tidak melakukan apa yang dibutuhkan atas nama rakyat Amerika dan malah terlibat dalam politik balas dendam setiap harinya," ucap pria 65 tahun itu.
Schultz menyalahkan Republik dan Demokrat atas utang negara yang kini mencapai US$21,5 triliun. Menurutnya, utang sebesar itu menggambarkan "contoh sembrono" dari "kegagalan tanggung jawab konstitusional mereka."
Salah satu kandidat presiden dari Demokrat, Texas Julian Castro, mengatakan jika Schultz benar-benar maju sebagai calon independen, upaya tersebut hanya "akan memperbesar peluang Trump untuk terpilih kembali."
"Saya tidak berpikir itu akan menjadi kepentingan terbaik bagi negara kita," katanya kepada CNN.
Schultz menepis kekhawatiran tersebut dengan berkata, "Saya ingin melihat rakyat Amerika menang. Saya ingin melihat Amerika menang."
Pihak ketiga atau politikus independen selalu dianggap sebagai kejanggalan yang tidak dapat diatasi dalam politik AS. Kaum independen kerap memainkan peran sebagai pihak yang merusak tatanan suara dalam pemilihan.
Sebagai contoh, pada 1992, konglomerat konservatif Ross Perot menyedot suara cukup banyak dari George H.W Bush hingga membuat dirinya menyerahkan kursi kepresidenan kepada Bill Clinton.
Hal serupa juga terjadi pada pemilu AS 2000. Demokrat menyalahkan Ralph Nader karena merebut suara kandidat presiden Partai Demokrat Al Gore sehingga suaranya tak cukup mengalahkan George W. Bush. Namun, Nader membantah tuduhan itu.
Schultz sendiri tumbuh di lingkungan kelas pekerja di New York City. Dia menjadi pengusaha sukses ketika pindah ke Washington barat sekitar 1980-an.
Dia membantu membesarkan kedai kopi Starbucks yang berdiri sejak 1971 dan kini telah memiliki lebih dari 28 ribu gerai di seluruh dunia.
Credit cnnindonesia.com