Para wartawan yang meliput protes-protes menjadi sasaran para demonstran.
CB, PARIS—
Media dan organisasi-organisasi wartawan Prancis pada Ahad (13/1)
mengecam serangan-serangan atas para wartawan oleh pengunjuk rasa "rompi
kuning" yang anti-pemerintah dan menyerukan perlindungan lebih baik
setelah serangkaian insiden akhir pekan lalu.
Polisi
Paris menembakkan gas air mata dan meriam air ke arah para demonstran
agar mereka keluar dari Monumen Arc de Triomphe pada Sabtu dalam aksi
unjuk rasa kesembilan menentang reformasi ekonomi Presiden Prancis
Emmanuel Macron.
Para wartawan yang meliput protes-protes itu belakangan menjadi sasaran para demonstran.
Di Rouen, kota di bagian barat Prancis, wartawan televisi
LCI
diserang sekelompok pengunjuk rasa. Salah seorang petugas keamanan yang
bekerja untuk awak TV itu dipukuli saat bertugas dan hidungnya patah.
Foto insiden itu tersebar luas di media sosial.
Di Paris, seorang wartawan
LCI didorong hingga jatuh sementara para pengunjuk rasa berusaha mengambil kameranya. Atas insiden tersebut,
LCI akan mengambil tindakan hukum terhadap para penyerang.
Beberapa
stasiun lain, termasuk BFM TV dan Fanceninfo, pada Ahad menunjukkan
gambar-gambar wartawan yang diganggu atau diusir dalam pawai-pawai
"rompi kuning" pada Sabtu (14/1).
Sekretaris
Jenderal "Reporters without Borders" Christophe Deloire menyerukan pihak
berwenang untuk mengambil tindakan. "Ini kekerasan anti-demokrasi dari
orang-orang yang memandang mereka dapat memukul para wartawan jika
mereka tidak setuju dengan cara peristiwa-peristiwa diliput," kata dia
di Radio
France Info.
Menteri Dalam Negeri
Prancis, Christophe Castaner, mengatakan dalam cuitan di Twitter bahwa
siapapun yang menyerang para wartawan akan diajukan ke pengadilan.
"Di dalam demokrasi kami, pers bebas ... menyerang wartawan adalah menyerang hak untuk memberi informasi," ujarnya.
Prancis
dilanda protes-protes rompi kuning menentang reformasi Macron sejak
pertengahan November dalam gerakan yang tak memiliki pemimpin unjuk rasa
yang ditunjuk dan tak terkait partai-partai politik atau serikat
pekerja.
Berawal sebagai protes terhadap kenaikan
harga bahan bakar, gerakan itu telah berubah menjadi perjuangn menuntut
keadilan sosial dan demokrasi yang lebih langsung. Bentrokan-bentrokan
antara polisi dan pengunjuk rasa tak dapat dielakkan.
Menghadapi
perkembangan tersebut, Macron akan meluncurkan debat nasional selama
tiga bulan ke depan terkait keluhan-keluhan pemerotes dengan harapan
gerakan tersebut mereda karena otoritas dan kebijakan reformasinya
terkendala.