Presiden Prancis, Emmanuel Macron. (Ludovic Marin/Pool via REUTERS)
Salah satu dampak buruk aksi unjuk rasa kelompok Rompi Kuning yang berkepanjangan yakni mengganggu ekonomi Prancis. Melalui sepucuk surat, Macron berharap perbedaan pendapat itu tidak terjadi terus-menerus dan segera menemukan jalan keluar.
"Bagi saya, tidak ada isu yang terlarang. Kami tidak akan setujui semuanya, yang merupakan hal lazim dalam demokrasi. Tapi paling tidak kita akan tunjukkan bahwa kita adalah masyarakat yang tidak takut berbicara, bertukar [pendapat] dan berdebat," tulis Macron dalam suratnya, seperti dilansir oleh Reuters pada Senin (14/1).
Macron menjanjikan akan tetap setia terhadap janji kampanyenya. Ia menyatakan tidak bakal melakukan pembaruan kebijakan ekonomi yang dianggap tidak memihak rakyat jelata, yakni tetap mencabut penerapan pajak kekayaan.
Di dalam surat yang akan dipublikasikan di koran-koran Prancis itu, Macron juga turut menanyakan beberapa pertanyaan yang ia harap akan dijawab oleh masyarakat saat pertemuan di balai kota dilakukan atau melalui isian secara daring.
Beberapa pertanyaan disampaikan sebagi berikut:
-Pajak apa yang seharusnya dipotong?
-Penghematan pengeluaran publik seperti apa yang harus diprioritaskan?
-Apakah terlalu banyak proses administrasi?
-Haruskah referendum digunakan lebih sering dan siapa yang semestinya mengusulkan referendum?
Macron berharap hasil debat akan membantu menciptakan kesepakatan baru bagi bangsa Prancis, dan mempengaruhi penerbitan kebijakan oleh pemerintah serta sikap Prancis terhadap berbagai isu di Eropa dan dunia.
Ia juga mengatakan dirinya akan memberikan kesimpulannya sebulan setelah debat berakhir pada 15 Maret mendatang.
"Ini adalah bagaimana saya mengubah kemarahan menjadi solusi," ujar Macron.
Aksi Rompi Kuning berjalan sejak akhir 2018. Mereka yang kebanyakan adalah para penduduk di pedesaan Prancis yang datang ke Paris memprotes kenaikan pajak bahan bakar minyak. Namun, aspirasi yang dibawa melebar dan mereka juga menuntut Macron turun karena kebijakan ekonominya disebut tidak berpihak kepada rakyat jelata.
Credit cnnindonesia.com