SANAA
- Protes kemarahan terjadi di Yaman setelah Uni Emirat Arab (UEA)
menyebarkan lebih dari 100 tentara ke pulau Socotra yang telah
ditetapkan sebagai situs warisan dunia. Rakyat Yaman menuntut ratusan
tentara asing ditarik dari pulau tersebut.
UEA menyebarkan ratusan tentara dengan empat pesawat militer. Pengerahan pasukan secara ilegal di pulau terkenal itu terjadi pada hari Rabu.
Penduduk setempat mengatakan kepada Al Jazeera bahwa tindakan pengerahan ratusan tentara itu sebagai upaya untuk mengintimidasi para pejabat dari pemerintah Yaman yang diakui secara internasional.
Ratusan warga Yaman keluar rumah untuk menyambut kedatangan Perdana Menteri Ahmed bin Daghr dan 10 menteri ke pulau tersebut. Massa mengecam kehadiran pasukan UEA di pulau Socotra.
Dalam aksinya, para demonstran meneriakkan slogan untuk mendukung Presiden Abed Rabbo Mansour Hadi dan seluruh rakyat Yaman bersatu.
Para warga setempat mengatakan banyak orang marah setelah muncul laporan bahwa pasukan Uni Emirat Arab telah mengusir tentara Yaman yang ditugaskan untuk melindungi bandara di pulau tersebut.
Pulau Socotra terletak di sebelah timur Tanduk Afrika di Laut Arab. Pulau yang dihuni sekitar 60.000 orang itu dikenal karena flora dan fauna yang unik, dan telah dikelola oleh Yaman selama lebih dari dua abad terakhir.
Namun sejak UAE intervensi perang Yaman pada Maret 2015, pasukan asing tersebut mengeksploitasi kekosongan keamanan dan mencoba mendapatkan pihakan di pulau strategis itu. Pasukan UEA hadir di Yaman sebagai bagian dari koalisi pimpinan Arab Saudi yang berusaha untuk menyingkirkan kelompok pemberontak Houthi atas permintaan Presiden Hadi.
UAE sendiri telah mengonfirmasi bahwa pasukannya melakukan operasi militer di Socotra. Media lokal melaporkan bahwa UAE telah menyewa Socotra dan pulau Abd al-Kuri di dekatnya selama 99 tahun.
Bendera UAE dan gambar Putra Mahkota Mohammed bin Zayed Al Nahyan menghiasi bangunan resmi dan jalan raya yang sibuk di pulau tersebut.
Andreas Krieg, seorang akademisi di King's College London, mengatakan bahwa perkembangan terakhir di Socotra adalah bagian dari strategi yang jauh lebih besar untuk mengkonsolidasikan kekuatan di Yaman selatan.
"UAE melihat diri mereka sendiri, atau ingin melihat diri mereka di masa depan, sebagai penghubung antara timur dan barat," ujarnya, yang dikutip Jumat (4/5/2018).
"Sangat penting bagi mereka untuk mengontrol
hubungan perdagangan yang sebagian besar melalui saluran dan Selat Bab
al-Mandeb antara Yaman dan Tanduk Afrika," lanjut Krieg.UEA menyebarkan ratusan tentara dengan empat pesawat militer. Pengerahan pasukan secara ilegal di pulau terkenal itu terjadi pada hari Rabu.
Penduduk setempat mengatakan kepada Al Jazeera bahwa tindakan pengerahan ratusan tentara itu sebagai upaya untuk mengintimidasi para pejabat dari pemerintah Yaman yang diakui secara internasional.
Ratusan warga Yaman keluar rumah untuk menyambut kedatangan Perdana Menteri Ahmed bin Daghr dan 10 menteri ke pulau tersebut. Massa mengecam kehadiran pasukan UEA di pulau Socotra.
Dalam aksinya, para demonstran meneriakkan slogan untuk mendukung Presiden Abed Rabbo Mansour Hadi dan seluruh rakyat Yaman bersatu.
Para warga setempat mengatakan banyak orang marah setelah muncul laporan bahwa pasukan Uni Emirat Arab telah mengusir tentara Yaman yang ditugaskan untuk melindungi bandara di pulau tersebut.
Pulau Socotra terletak di sebelah timur Tanduk Afrika di Laut Arab. Pulau yang dihuni sekitar 60.000 orang itu dikenal karena flora dan fauna yang unik, dan telah dikelola oleh Yaman selama lebih dari dua abad terakhir.
Namun sejak UAE intervensi perang Yaman pada Maret 2015, pasukan asing tersebut mengeksploitasi kekosongan keamanan dan mencoba mendapatkan pihakan di pulau strategis itu. Pasukan UEA hadir di Yaman sebagai bagian dari koalisi pimpinan Arab Saudi yang berusaha untuk menyingkirkan kelompok pemberontak Houthi atas permintaan Presiden Hadi.
UAE sendiri telah mengonfirmasi bahwa pasukannya melakukan operasi militer di Socotra. Media lokal melaporkan bahwa UAE telah menyewa Socotra dan pulau Abd al-Kuri di dekatnya selama 99 tahun.
Bendera UAE dan gambar Putra Mahkota Mohammed bin Zayed Al Nahyan menghiasi bangunan resmi dan jalan raya yang sibuk di pulau tersebut.
Andreas Krieg, seorang akademisi di King's College London, mengatakan bahwa perkembangan terakhir di Socotra adalah bagian dari strategi yang jauh lebih besar untuk mengkonsolidasikan kekuatan di Yaman selatan.
"UAE melihat diri mereka sendiri, atau ingin melihat diri mereka di masa depan, sebagai penghubung antara timur dan barat," ujarnya, yang dikutip Jumat (4/5/2018).
"Apa yang mereka lakukan adalah menemukan sebuah pulau yang terletak sangat strategis, bertindak sebagai pembawa pesawat di tengah samudra Hindia dan di mana mereka dapat mengontrol lalu lintas sambil memberikan akses yang menguntungkan ke negara-negara yang terkait dengan mereka," imbuh Krieg.
Credit sindonews.com