Senin, 28 Mei 2018

Libanon Sebut UU Baru Suriah Hambat Kepulangan Pengungsi


Libanon Sebut UU Baru Suriah Hambat Kepulangan Pengungsi
Ilustrasi pengungsi Suriah. (Reuters/Yannis Behrakis)


Jakarta, CB -- Libanon menyatakan prihatin atas undang-undang baru yang tengah digodok pemerintah Suriah terkait pembangunan kembali area bekas perang. Menurut negara tetangganya itu, peraturan tersebut bisa menghambat kepulangan banyak pengungsi.

Menteri Luar Negeri Libanon Gebran Brassil dalam surat kepada Menlu Suriah Wali al-Moualem mengatakan "Pasal 10" dari UU tersebut bisa menyulitkan pengungsi membuktikan kepemilikan tanahnya, sehingga membuat mereka enggan kembali.



Hukum itu memungkinkan orang-orang membuktikan kepemilikan properti di area yang terpilih untuk pembangunan kembali, dan mengklaim kompensasi. Namun, kelompok bantuan kemanusiaan menyatakan kekacauan perang membuat hal itu tidak mungkin dilakukan dalam batas waktu yang ditentukan.

Libanon sebagai negara penampung jutaan pengungsi Suriah menyatakan prihatin atas keterbatasan rentang waktu yang disediakan bagi para pengungsi untuk membuktikan kepemilikan propertinya.



"Ketidakmampuan pengungsi untuk begitu saja hadir dan membuktikan kepemilikan dalam batas waktu yang ditentukan mungkin membuat mereka kehilangan properti dan rasa identitas nasional," kata Bassil dalam surat yang dikutip Reuters, Sabtu (27/5).

"Hal ini akan merenggut salah satu insentif utama dari kepulangan mereka ke Suriah," tulisnya sebagaimana dikutip Reuters, mengamini pernyataan yang lebih dulu dibuat Perdana Menteri Libanon Saad al-Hariri pekan lalu.


Hariri mengatakan undang-undang itu "meminta ribuan keluarga Suriah untuk tetap tinggal di Libanon" dengan mengancam mereka dengan penyitaan properti.

Bassil juga mengirim surat serupa kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres, menyerukan tindakan untuk melindungi hak pengungsi Suriah mempertahankan propertinya.





Credit  cnnindonesia.com