WASHINGTON
- Amerika Serikat (AS) memiliki senjata gelombang mikro yang diyakini
oleh para ahli mampu menghentikan Korea Utara untuk meluncurkan peluru
kendali (rudal). Alat yang dikenal sebagai senjata microwave ini bekerja
untuk melumpuhkan sistem elektronik objek-objek musuh.
Dua pejabat AS yang mengetahui tentang hal itu mengatakan bahwa senjata tersebut pernah dibahas pada pertemuan Gedung Putih bulan Agustus terkait krisis Korut.
Nama senjata microwave ini adalah Counter-electronics High Power Microwave Advanced Missile Project (CHAMPs). Alat ini bisa dipasang di rudal jelajah yang diluncurkan dari pesawat pembom B-52.
Dengan jangkauan 700 mil, senjata itu bisa terbang ke wilayah udara musuh di ketinggian rendah dan memancarkan energi gelombang mikro yang tajam untuk melumpuhkan sistem elektronik musuh.
”Sinyal gelombang mikro bertenaga tinggi ini sangat efektif untuk mengganggu dan mungkin melumpuhkan sirkuit elektronik,” kata Mary Lou Robinson, yang memimpin pengembangan senjata di Laboratorium Riset Angkatan Udara di Albuquerque, dalam sebuah wawancara eksklusif dengan NBC News, yang dilansir Selasa (5/12/2017).
Lou Robinson mengatakan bahwa AS dapat menggunakannya untuk menghentikan Korea Utara meluncurkan rudal dengan menargetkan kontrol darat dan sirkuit di rudal itu sendiri. Senjata CHAMPs saat ini tidak beroperasi.
Senator Martin Heinrich membenarkan kepemilikan senjata microwave AS tersebut.
”Pikirkan kapan Anda memasukkan sesuatu ke microwave Anda yang memiliki logam di atasnya,” kata Heinrich. ”Anda tahu betul apa yang terjadi? Bayangkan untuk mengarahkan gelombang mikro ke peralatan elektronik seseorang,” ujarnya menggambarkan secara sederhana tentang sistem kerja senjata tersebut.
Senator Heinrich yang menjadi anggota Komite Angkatan Bersenjata AS memulai kariernya sebagai insinyur di Laboratorium Riset Angkatan Udara di Albuquerque.
Pensiunan Letnana Jenderal David Deptula, yang pernah menjalankan misi tempur udara AS di Afghanistan dan Irak mengatakan pusat komando militer memang dipenuhi infrastruktur elektronik.
”Pusat komando dan kontrol dipenuhi dengan infrastruktur elektronik yang sangat rentan terhadap gelombang mikro bertenaga tinggi,” kata Deptula yang pensiun sebagai Kepala Intelijen Angkatan Udara.
Angkatan Udara dan badan-badan pemerintah lainnya telah bekerja dalam pembuatan senjata gelombang mikro selama lebih dari dua dekade. Berbagai pemancar telah terapkan di wilayah darat Afghanistan dan Irak untuk menonaktifkan alat peledak improvisasi (IED) dan pesawat tak berawak kecil.
Dua pejabat AS yang mengetahui tentang hal itu mengatakan bahwa senjata tersebut pernah dibahas pada pertemuan Gedung Putih bulan Agustus terkait krisis Korut.
Nama senjata microwave ini adalah Counter-electronics High Power Microwave Advanced Missile Project (CHAMPs). Alat ini bisa dipasang di rudal jelajah yang diluncurkan dari pesawat pembom B-52.
Dengan jangkauan 700 mil, senjata itu bisa terbang ke wilayah udara musuh di ketinggian rendah dan memancarkan energi gelombang mikro yang tajam untuk melumpuhkan sistem elektronik musuh.
”Sinyal gelombang mikro bertenaga tinggi ini sangat efektif untuk mengganggu dan mungkin melumpuhkan sirkuit elektronik,” kata Mary Lou Robinson, yang memimpin pengembangan senjata di Laboratorium Riset Angkatan Udara di Albuquerque, dalam sebuah wawancara eksklusif dengan NBC News, yang dilansir Selasa (5/12/2017).
Lou Robinson mengatakan bahwa AS dapat menggunakannya untuk menghentikan Korea Utara meluncurkan rudal dengan menargetkan kontrol darat dan sirkuit di rudal itu sendiri. Senjata CHAMPs saat ini tidak beroperasi.
Senator Martin Heinrich membenarkan kepemilikan senjata microwave AS tersebut.
”Pikirkan kapan Anda memasukkan sesuatu ke microwave Anda yang memiliki logam di atasnya,” kata Heinrich. ”Anda tahu betul apa yang terjadi? Bayangkan untuk mengarahkan gelombang mikro ke peralatan elektronik seseorang,” ujarnya menggambarkan secara sederhana tentang sistem kerja senjata tersebut.
Senator Heinrich yang menjadi anggota Komite Angkatan Bersenjata AS memulai kariernya sebagai insinyur di Laboratorium Riset Angkatan Udara di Albuquerque.
Pensiunan Letnana Jenderal David Deptula, yang pernah menjalankan misi tempur udara AS di Afghanistan dan Irak mengatakan pusat komando militer memang dipenuhi infrastruktur elektronik.
”Pusat komando dan kontrol dipenuhi dengan infrastruktur elektronik yang sangat rentan terhadap gelombang mikro bertenaga tinggi,” kata Deptula yang pensiun sebagai Kepala Intelijen Angkatan Udara.
Angkatan Udara dan badan-badan pemerintah lainnya telah bekerja dalam pembuatan senjata gelombang mikro selama lebih dari dua dekade. Berbagai pemancar telah terapkan di wilayah darat Afghanistan dan Irak untuk menonaktifkan alat peledak improvisasi (IED) dan pesawat tak berawak kecil.
Laboratorium Penelitian Angkatan Udara mulai mengerjakan CHAMP pada bulan April 2009. Laboratorium tersebut memasang pemancar HPM ke versi non-nuklir dari rudal jelajah yang diluncurkan Boeing.
Pada bulan Oktober 2012, menurut dokumen Angkatan Udara, CHAMP siap untuk tes operasional. Sebuah pesawat pembom B-52 meluncurkan rudal tersebut di atas Utah Test and Training Range, area uji seluas 2.500 mil persegi.
Credit sindonews.com