Jumat, 22 Desember 2017

Israel Tolak Keputusan Majelis Umum PBB Terkait Yerusalem

Presiden Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Presiden Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
 
 
 
CB, TEL AVIV -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak keputusan Majelis Umum PBB menyetujui resolusi yang meminta Amerika Serikat (AS) menarik pengakuannya atas Yerusalem sebagai ibu kota negara tersebut. Netanyahu pun berterima kasih kepada Presiden AS Donald Trump karena dianggap berkomitmen terhadap keputusannya.

"Israel menolak keputusan PBB dan pada saat yang sama cukup puas dengan tingginya jumlah negara yang tidak memberikan suara untuk mendukungnya," kata kantor Netanyahu dalam sebuah pernyataan pada Kamis (22/12).

"Israel berterima kasih kepada Presiden Trump atas pendiriannya yang tegas atas Yerusalem dan terima kasih kepada negara-negara yang memilih bersama Israel, bersama dengan kebenaran," ujar Netanyahu menambahkan.

Pada Kamis Majelis Umum PBB telah menyetujui resolusi yang dengan tegas meminta AS menarik pengakuannya atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Resolusi ini disepakati oleh 128 negara. Sementara sembilan negara menolaknya dan 35 negara lainnya memilih abstain.

Dalam resolusi tersebut dinyatakan,"Setiap keputusan dan tindakan yang dimaksudkan untuk mengubah karakter, status, atau komposisi demografis Kota Suci Yerusalem, tidak memiliki efek hukum, tidak berlaku, dan harus dibatalkan sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan (PBB) yang relevan."

Pada awal Desember lalu, Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Hal ini memicu gelombang protes serta kecaman dari berbagai negara, terutama negara-negara Arab dan Muslim. Pengakuan Trump tersebut dinilai telah menabrak dan melanggar berbagai kesepakatan serta resolusi internasional terkait Yerusalem.


Credit   REPUBLIKA.CO.ID

Isreal Sebut Voting Resolusi PBB 'Teater Kaum Absurd'

 
Isreal Sebut Voting Resolusi PBB 'Teater Kaum Absurd'   
 PM Israel Benjamin Netanyahu. Ia menolak resolusi PBB yang mengecam Trump soal status Yerusalem sebagai ibu kota Israel. (Foto: REUTERS/Dan Balilty)
 
 
Jakarta, CB -- Israel menolak resolusi PBB yang meminta Amerika Serikat untuk menarik keputusannya yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan menyebutnya sebagai hal yang tak masuk akal. Sidang itupun dikatakan sebagai ‘teater kaum absurd’.

"Yerusalem adalah ibu kota kami, dari dulu hingga nanti. Tapi saya menghargai kenyataan bahwa semakin banyak negara menolak untuk berpartisipasi dalam teater kaum absurd ini," kata Perdana Menteri Israel benjamin Netanyahu, dalam  sebuah video yang diunggah di laman Facebook-nya, seperti dikutip dari Reuters, Kamis (21/12).


Sebelumnya, sebuah pernyataan resmi dari kantor PM Israel juga menyatakan penolakan terhadap resolusi tersebut.

"Israel menolak keputusan PBB dan pada saat yang sama puas dengan tingginya jumlah negara yang tidak memberikan suara untuk mendukungnya," kata pernyataan tersebut.

"Israel berterima kasih kepada Presiden Trump atas pendiriannya yang tegas atas Yerusalem dan terima kasih kepada negara-negara yang memilih bersama Israel, bersama dengan kebenaran," lanjut pernyataan tersebut.

Diketahui, pemungutan suara di Majelis Umum PBB soal resolusi kecaman pada keputusan Trump itu menghasilkan dukungan dari 128 negara. Sementara, ada sembilan negara yang menolak, dan 35 lainnya abstain.

Selain AS dan Israel, negara yang menyatakan “tidak” pada voting ini adalah negara-negara kecil, yakni Mikronesia, Nauru, Togo dan Tonga, Palau, Kepulauan Marshall, Guatemala, dan Honduras.


Sementara, negara yang abstain, di antaranya, adalah Republik Ceko, Polandia, Hungaria, Kroasia, Sudan Selatan, Australia, Kanada, Meksiko, Argentina, dan Kolombia.

Seusai sidang Majelis Umum PBB itu, Duta Besar Israel untuk PBB Danny Danon menyatakan bahwa resolusi PBB itu tidak akan membuat Israel mengangkat kaki dari Yerusalem. Baginya, pengakuan Trump soal Yerusalem itu adalah fakta.

"Mereka yang mendukung resolusi ini seperti boneka, boneka yang dikendalikan oleh senar guru Palestina Anda,” ketusnya.

Berbeda dengan Israel, Juru bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Nabil Abu Rdainah, menyebut resolusi ini bak sebuah kemenangan.

"Pemungutan suara adalah kemenangan bagi Palestina," cetus dia .


Sementara, Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan, melalui akun Twitter, berharap, Presiden AS Donald Trump membatalkan “keputusan yang mengecewakan” soal pengakuannya atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel dalam waktu singkat.

Senada, Menteri Luar Negeri Turki  Mevlut Cavusoglu, mengatakan, kemenangan pada pemungutan suara di Majelis Umum PBB itu menunjukkan bahwa martabat dan kedaulatan tidak bisa dibeli. Meskipun, AS sudah mengancam menarik bantuan bagi negara-negara yang pro-resolusi.






Credit  cnnindonesia.com



Soal Yerusalem, Netanyahu Sebut PBB Rumah Kebohongan

 
Soal Yerusalem, Netanyahu Sebut PBB Rumah Kebohongan 
 PM Netanyahu mengecam rencana sejumlah negara mendorong resolusi terkait status Yerusalem ke Majelis Umum PBB. (AFP Photo/Dan Balilty)
 
 
Jakarta, CB -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengecam rencana sejumlah negara untuk mendorong resolusi terkait status kota Yerusalem ke Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Kamis (21/12) siang waktu New York, AS.

Lantaran tidak mengakui status Yerusalem sebagai ibu kota Israel itu, ia menganggap PBB sebagai 'rumah kebohongan'.

"Negara Israel sama sekali menolak pemungutan suara itu, bahkan sebelum (voting) persetujuan (resolusi)," cetus Netanyahu, seperti dikutip dari Reuters, Kamis (21/12).


Pernyataan itu diutarakan menjelang sidang yang digelar melibatkan 193 negara anggota PBB khusus untuk membahas respons atas keputusan AS.

Netanyahu, dalam sambutannya itu, mengucapkan terima kasih kepada Presiden AS Donald Trump dan DUta Besar AS untuk PBB Nikki Haley atas "sikap berani dan tanpa kompromi mereka". Ia juga memprediksi, pada akhirnya negara lain akan mengikuti jejak Washington untuk memindahkan kedutaan mereka dari Tel Aviv ke Yerusalem.

"Sikap banyak negara terhadap Israel, di semua benua, di luar tembok dinding PBB, berubah, dan pada akhirnya akan merembet ke dalam PBB, rumah kebohongan," ucapnya.

Netanyahu berkeras bahwa Yerusalem kini dan selamanya adalah ibu kota Israel. Dia akan terus melakukan pembangunan dan menempatkan kedutaan-kedutaan asing di kota suci tiga agama itu.

"Yerusalem adalah ibu kota Israel, terlepas PBB mengakuinya atau tidak. Butuh waktu 70 tahun sampai AS secara resmi mengakuinya dan akan memakan waktu bertahun-tahun sampai PBB menyadarinya juga," kata Netanyahu dikutip AFP.

Draf resolusi itu akhirnya diajukan ke Majelis Umum oleh sejumlah negara seperti Turki, Yaman, serta Indonesia--mewakili negara Arab dan negara Muslim--setelah upaya serupa gagal di DK PBB.

Menanggapi langkah itu, AS menyatakan akan mencatat negara-negara yang mendukung resolusi itu dan menyetop bantuan kepada mereka.




Credit  cnnindonesia.com