Jumat, 22 Desember 2017

Korsel Gunakan 'Dronebot Tempur' jika Perang Korut Pecah


Korsel Gunakan Dronebot Tempur jika Perang Korut Pecah
Militer Korea Selatan kembangkan 'dronebot combat' untuk persiapan perang di masa depan. Foto/Yonhap


SEOUL - Militer Korea Selatan (Korsel) berencana meluncurkan unit pesawat tak berawak yang bisa menjadi ”game changer” utama dalam peperangan di masa depan. Negara itu sudah membuat “dronebot combat” (dronebot tempur) yang akan digunakan jika perang dengan Korea Utara (Korut) benar-benar terjadi.

Dronebot tersebut nantinya akan beroperasi dalam pengintaian terhadap target di Korut serta memata-matai lokasi senjata nuklir dan rudal negara komunis tersebut.

Seorang pejabat militer Seoul mengatakan kepada kantor berita Yonhap bahwa unit "dronebot combat" akan beroperasi pada 2018.

Mereka akan menggabungkan teknologi dengung dan robot dan akan menjadi model untuk teknologi Israel.

”Untuk memulai, kami akan meluncurkan unit tempur dronebot tahun depan dan menggunakannya sebagai 'game changer' dalam peperangan,” kata pejabat militer tersebut.

”Jika terjadi kontingensi, segerombolan dronebot akan dimobilisasi untuk melancarkan serangan,” lanjut pejabat tersebut yang berbicara dalam kondisi anonim.

Para ahli menyarankan agar pesawat nirawak itu diandalkan untuk menyerang lokasi militer, infrastruktur dan komunikasi di Korea Utara.

Pakar pertahanan dan peneliti senior di lembaga think tank Heritage Foundation yang berbasis di Washington mengatakan kepada CNBC bahwa pesawat tak berawak berpotensi melakukan pengintaian dan serangan terhadap sasaran lunak. Namun, peralatan itu juga memiliki keuntungan lain.

”Ada kemungkinan yang cukup masuk akal peralatan itu bisa lolos dari deteksi,” kata Dean Cheng, peneliti di lembaga tersebut.

Dr Malcolm Davis, seorang analis senior strategi dan kemampuan pertahanan di Australian Strategic Policy Institute, mengatakan kepada news.com.au bahwa itu adalah ide yang menarik.

Dia mengatakan, jaringan pengaman pesawat tak berawak mulai dikembangkan dan ini bisa menjadi game changer dalam peperangan masa depan.

Namun, menurutnya Korea Selatan menghadapi tantangan, terkait apakah militernya bisa mengendalikan pesawat tak berawak mini dan membawanya ke sasaran yang tepat.

”Ini adalah masalah hukum fisika, semakin kecil platform-nya, semakin sedikit potensi energi yang dimilikinya, yang membatasi jangkauan, kecepatan dan kemampuan manuver,” katanya. 

”Mereka tidak bisa menerbangkannya dari Korea Selatan, jadi mereka perlu mengirimkannya ke sasaran yang umum, tapi lalu bagaimana drone tersebut mendiskriminasi target? Kecuali mereka dapat berbagi informasi seperti tim dan membangun pemahaman bersama tentang apa yang mereka lihat,” ujarnya.

Davis mengatakan, sangat sulit untuk menentukan apa yang mereka lihat pada sensor infra merah yang beresolusi rendah.

”Tapi bukan tidak mungkin melakukan ini, mungkin ini adalah sesuatu yang menjadi lebih layak dalam waktu 10 tahun, mungkin lebih murah menggunakan rudal yang dipandu secara presisi daripada pesawat tak berawak,” katanya.

”Orang Korea Selatan dan Amerika dilengkapi dengan cara ini,” paparnya, yang dikutip Jumat (22/12/2017).


Credit  sindonews.com