Rabu, 06 Desember 2017

PBB Buka Pintu Negosiasi dengan Korut


PBB Buka Pintu Negosiasi dengan Korut
PBB Buka Pintu Negosiasi dengan Korut. (Ilustrasi. SINDOnews).


NEW YORK - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berupaya membuka jalur negosiasi dengan Korea Utara (Korut) seiring memanasnya ketegangan di wilayah tersebut.

Upaya itu terlihat dari kunjungan Kepala Urusan Politik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Jeffrey Feltman ke Korut pekan ini. Feltman merupakan mantan pejabat senior Departemen Luar Negeri (Deplu) Amerika Serikat (AS) yang akan berkunjung ke Korut sejak Selasa (5/12/2017) hingga Jumat (10/12/2017) dan bertemu para pejabat di sana. Ini menjadi kunjungan pejabat PBB paling tinggi ke Pyongyang dalam lebih enam tahun.

“Dia akan membahas berbagi isu yang menjadi kepentingan dan kekhawatiran bersama,” ungkap pernyataan PBB, dikutip kantor berita Reuters.

Dia akan bertemu Menteri Luar Negeri (Menlu) Korut Ri Yong-ho dan Wakil Menlu Pak Myong-guk. “Kunjungan itu merupakan respon atas undangan lama dari otoritas di Pyongyang untuk dialog kebijakan dengan PBB. Dia juga akan bertemu Tim Perwakilan PBB dan anggota korps diplomatik, serta mengunjungi lokasi proyek PBB,” papar juru bicara PBB Stephane Dujarric.

Feltman menjadi pejabat senior pertama PBB yang mengunjungi Korut setelah pendahulunya Lynn Pascoe ke sana pada Februari 2010 dan kunjungan mantan kepala bantuan PBB Valerie Amos pada Oktober 2011.

Kunjungan itu dilakukan di tengah ketegangan akibat tes rudal Korut yang dapat mencapai AS. Pejabat Deplu AS menyatakan mengetahui rencana perjalanan itu.

“AS akan terus bekerja sama dengan negara-negara lain, termasuk anggota Dewan Keamanan PBB, untuk meningkatkan tekanan diplomatik dan ekonomi pada Korut, demi meyakinkan rezim agar meninggalkan persenjataan nuklir dan program pengembangan rudal ilegal,” papar pejabat AS tersebut.

Pejabat AS itu menambahkan, “Sangat penting bahwa negara-negara di dunia memiliki respon satu dan tegas pada berbagai provokasi Korut yang melanggar hukum.”

Dia menyatakan, AS tetap fokus mencari solusi damai atas krisis tersebut. “Tapi kenyataannya rezim itu menunjukkan tidak tertarik pada negosiasi kredibel,” katanya.

Meski menekankan solusi diplomatik, pemerintahan Presiden AS Donald Trump menyatakan tidak akan pernah menerima Korut sebagai negara bersenjata nuklir dan memperingatkan bahwa semua opsi ada, termasuk serangan militer.

Sejak awal pekan ini, AS dan Korea Selatan (Korsel) menggelar latihan udara gabungan skala besar. Korut menganggap latihan itu mendorong semenanjung Korea ke jurang perang nuklir. Rusia dan China juga mendesak latihan perang itu dibatalkan. 

Korut mendapat sanksi PBB sejak 2006 atas program rudal dan nuklirnya. Pertemuan Dewan Keamanan PBB pekan lalu membahas tes rudal terbaru Pyongyang. Saat pertemuan itu, Duta Besar AS untuk PBB Nikki Halley menyatakan Washington tidak menginginkan perang dengan Korut. “Jika perang terjadi, jangan membuat kesalahan, rezim Korut akan benar-benar hancur,” ujarnya.

Sementara, Jepang bersiap mengakuisisi rudal yang memiliki kemampuan menyerang lokasi rudal Korut. Tokyo akan menganggarkan dana pada belanja pertahanan untuk mempelajari apakah pesawat F-15 dapat meluncurkan rudal jarak jauh, termasuk Joint Air-to-Surface Standoff Missile (JASSM-ER) buatan Lockheed Martin Corp. JASSM-ER dapat menyerang target dalam jarak 1.000 km. 

“Ada tren global untuk menggunakan rudal jarak jauh dan alami jika Jepang ingin mempertimbangkannya,” kata sumber yang mengetahui rencana pemerintah Jepang itu.

Jepang juga tertarik membeli Joint Strike Missile yang didesain Kongsberg Defence & Aerospace asal Norwegia. rudal ini dapat diangkut dengan jet tempur siluman F-35 dan menyerang target dalam jarak 500 km.

Kedua jenis rudal itu belum masuk dalam anggaran USD46,76 miliar yang telah diajukan oleh Kementerian Pertahanan Jepang. Meski demikian, tambahan dana dapat dikucurkan berdasarkan hasil evaluasi untuk membeli rudal tersebut.


Credit  sindonews.com