Rabu, 27 Desember 2017

RI Kecam Rencana Guatemala Pindahkan Kedutaan ke Yerusalem


RI Kecam Rencana Guatemala Pindahkan Kedutaan ke Yerusalem
Indonesia mengecam keputusan Presiden Guatemala Jimmy Morales untuk memindahkan kedutaan di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. (AFP PHOTO / Jewel SAMAD)



Jakarta, CB -- Pemerintah Indonesia mengecam keputusan Guatemala yang berencana memindahkan kedutaannya dari Tel Aviv ke Yerusalem mengikuti langkah Presiden AS Donald Trump mengakui kota suci tersebut sebagai ibu kota Israel.

"Indonesia mengecam keputusan Guatemala yang berencana memindahkan kedutaannya di Israel ke Yerusalem," demikian Kementerian Luar Negeri RI pada Selasa Malam lewat akun resmi Twitternya.

Keputusan tersebut dianggap tidak sesuai dengan hukum internasional mengenai status Yerusalem.


Kemlu RI menyatakan bahwa mempertahankan kesepakatan internasional terkait status quo Yerusalem adalah penting bagi tercapainya solusi dua negara dalam konflik Palestina-Israel.


Kota Yerusalem
Foto: REUTERS/Ronen Zvulun
Kota Yerusalem


Pada Minggu (24/12), Presiden Guatemala Jimmy Morales mengumumkan  bahwa dia telah memberikan instruksi untuk memindahkan kedutaannya di Israel ke Yerusalem, beberapa hari setelah pemerintahnya mendukung Amerika Serikat mengenai status kota tersebut.

Reuters melaporkan bahwa dalam sebuah kiriman singkat di akun Facebook resminya, Morales mengatakan bahwa dia memutuskan memindahkan kedutaannya tersebut dari Tel Aviv ke Yerusalem setelah berbicara dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Minggu (24/12).

Pada 6 Desember 2017,  Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, bertolak belakang dengan kebijakan luar negeri AS selama beberapa dekade. Keputusan tersebut membuat kemarahan dunia Arab serta sekutu-sekutunya di Barat.


Status Yerusalem merupakan salah satu halangan paling sulit untuk mencapai kesepakatan damai antara Israel dan Palestina, yang menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota mereka. Sejak Perang Enam Hari pada 1967, Yerusalem Timur berada dalam jajahan Israel.

Masyarakat internasional tidak mengakui kedaulatan Israel atas seluruh kota tersebut, yang merupakan tempat suci bagi umat Islam, Yahudi dan Kristen. Resolusi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) No. 478 tahun 1980 mengecam klaim sepihak Israel atas Yerusalem sebagai ibu kotanya dan melarang negara-negara untuk membangun kedutaan di Yerusalem.

Pada Kamis, 128 negara menentang Trump dengan mendukung resolusi Majelis Umum PBB. Meski tidak mengikat, pengesahan Resolusi Majelis Umum itu menandakan penolakan terhadap langkah AS soal Yerusalem.




Guatemala dan negara tetangganya, Honduras, adalah dua dari sembilan negara yang bergabung dengan AS dan Israel yang menolak pengesahan resolusi tersebut. Lima lainnya, selain AS, Israel, Guatemala dan Honduras adalah Kepulauan Marshall, Mikronesia, Nauru, Palau, dan Togo.

AS merupakan sumber bantuan penting bagi Guatemala dan Honduras, dan Trump telah mengancam akan memotong bantuan keuangan ke negara-negara yang mendukung resolusi PBB.


Credit  cnnindonesia.com



Palestina Kecam Sikap Guatemala Soal Yerusalem


Palestina Kecam Sikap Guatemala Soal Yerusalem
Issa Kassissieh, menggunakan kostum Santa Claus menunggangi unta saat membagikan pohon Natal pada warga di Kota Tua Yerusalem, 21 Desember 2017. Kassissieh melakukan ini bertujuan untuk menghilangkan beberapa ketegangan setelah Trump menjadikan Yerusalem jadi ibukota Israel. REUTERS

CB, Palestina -- Kementerian Luar Negeri Palestina mengecam keputusan pemerintah Guatemala, yang mengumumkan bakal memindahkan kantor kedutaan-besarnya ke Kota Yerusalem mengikuti langkah Amerika Serikat.
Langkah Guatemala ini menyusul pengumuman Presiden AS, Donald Trump, pada Rabu, 6 Desember 2017, untuk memindahkan kantor kedubes AS dari Tel Aviv ke Kota Yerusalem. Trump juga menyebut status kota ini sebagai ibu kota Israel.

"Itu merupakan tindakan ilegal dan memalukan yang melanggar keinginan para pemimpin gereja di Yerusalem dan melanggar resolusi PBB yang mengutuk langkah itu," begitu pernyataan Kementerian Luar Negeri Palestina seperti dilansir Asharq Al Awsat, Senin, 25 Desember 2017.

Kementerian menyatakan tindakan Guatemala ini sebagai pelanggaran nyata dan sikap bermusuhan terhadap hak-hak bangsa Palestina dan hukum internasional. "Negara Palestina akan bertindak dengan mitra regional dan internasional untuk menolak keputusan ilegal ini," begitu pernyataan dari Kementerian Luar Negeri Palestina.
Pengumuman Guatemala ini disampaikan beberapa hari setelah negara itu mendukung Amerika Serikat dalam pemungutan suara tidak mengikat di PBB mengenai status Kota Yerusalem, Kamis 21 Desember 2017. Resolusi PBB itu menganulir keputusan AS untuk mengubah status Kota Yerusalem menjadi ibu kota Israel. Resolusi juga melarang pemindahan misi diplomatik ke Kota Yerusalem.
Dalam proses voting, resolusi ini mendapat dukungan 128 negara dengan empat diantaranya merupakan anggota Dewan Keamanan PBB seperti Cina, Rusia, Inggris dan Perancis. Amerika Serikat, Guatemala dan tujuh negara lainnya menolak resolusi ini. 35 negara memilih abstain seperti Kanada dan Meksiko. Lalu 21 negara absen dalam proses voting.
Presiden Guatemala, Jimmy Morales, mengatakan,"Hari ini, saya berbicara dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam suasana hubungan yang sangat baik. Kami mendukung berdirinya negara Israel." Pernyataan ini diunggah di akun Facebook dan dilansir media Al Jazeera. Sebelumnya, Morales mengatakan kepada media di Guatemala bahwa negaranya secara historis adalah pendukung Israel.
"Kami adalah sekutu setia Israel sejak 70 tahun silam," ucapnya.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel, Emmanuel Nahshon, menyambut baik niat pemindahan kedutan besar Guatemala ke Yerussalem. "Itu sebuah keputusan yang sangat penting," tulis Nahshon di akun Twitternya.




Credit  TEMPO.CO


Qatar Desak Guatemala Batalkan Pemindahan Kedutaan ke Yerusalem


Qatar Desak Guatemala Batalkan Pemindahan Kedutaan ke Yerusalem
Qatar melemparkan kecaman keras atas keputusan Guatemala untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, dan memindahkan kedutaannya ke Yerusalem. Foto/Istimewa


DOHA - Qatar melemparkan kecaman keras atas keputusan Guatemala untuk mengikuti langkah Amerika Serikat (AS) mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, dan memindahkan Kedutaan Besarnya ke Yerusalem. Doha kemudian mendesak Guatemala untuk segera membatalkan keputusan tersebut.

Kementerian Luar Negrei Qatar menuturkan, keputusan Guatemala tersebut tidak sesuai dengan resolusi yang disetujui oleh Majelis Umum PBB. Karenanya, Qatar meminta Guatemala segera menarik keputusan itu.

"Keputusan Guatemala bertentangan dengan konsensus internasional yang diwujudkan oleh penolakan Majelis Umum PBB untuk menolak pengakuan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel dan seruan majelis tersebut untuk menahan diri untuk tidak mendirikan misi diplomatik di sana," kata Kemlu Qatar.

"Kami menganggap keputusan oleh Guatemala ini  batal demi hukum dan tidak memiliki makna hukum. Kami berharap bahwa Guatemala akan mempertimbangkan kembali langkah tersebut," sambungnya dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Anadolu Agency pada Selasa (26/12).

Kecaman dan desakan serupa juga disampaikan oleh Yordania, dengan menggambarkan keputusan Guatemala sebagai tindakan provokatif, dan pelanggaran terhadap resolusi Majelis Umum PBB.

"Kami menolak keputusan Guatemala untuk memindahkan kedutaannya ke Yerusalem. Wilayah yang diduduki Israel, yakni Yerusalem adalah ibu kota negara Palestina, sesuai dengan pada perbatasan pra-1967, tetap merupakan prasyarat untuk mencapai perdamaian di wilayah ini," kata Menteri Luar Negeri Yordania Ayman al-Safad. 


Credit  sindonews.com


Qatar dan Yordania Minta Guatemala Tarik Keputusannya


Jerusalem
Jerusalem



CB, DOHA - Qatar dan Yordania mengecam keputusan Guatemala untuk memindahkan Kedutaan Besarnya untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. Mereka meminta Guatemala segera menarik keputusan itu karena bertentangan dengan seruan Majelis Umum PBB.
"Keputusan Guatemala bertentangan dengan konsensus internasional yang diwujudkan dalam keputusan Majelis Umum PBB yang menolak pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel [oleh AS] dan seruan majelis tersebut untuk menahan diri untuk tidak mendirikan misi diplomatik di sana," ujar Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Qatar dalam sebuah pernyataan, Selasa (26/12).
 
"Kami menganggap keputusan [Guatemala] ini batal demi hukum dan tidak memiliki makna hukum," tambahnya. Kemenlu Qatar berharap Guatemala dapat mempertimbangkan keputusan tersebut.
 
Sementara Yordania menggambarkan keputusan Guatemala itu sebagai tindakan provokatif dan pelanggaran terhadap resolusi internasional. "Kami menolak keputusan Guatemala untuk memindahkan kedutaannya ke Yerusalem," ujar Menteri Luar Negeri Yordania, Ayman al-Safadi, pada Senin (25/12) malam, dikutip Anadolu.
 
"Yerusalem yang diduduki [Israel] adalah ibu kota negara Palestina, yang pendiriannya, pada perbatasan 1967, tetap merupakan prasyarat untuk mencapai perdamaian di wilayah ini," tambah Safadi.
 
Pada Ahad (25/12), setelah berbicara dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Presiden Guatemala Jimmy Morales mengumumkan negaranya akan memindahkan Kedutaan Besar untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. Keesokan harinya, Kemenlu Palestina mengecam tindakan tersebut dan menganggapnya sebagai tindakan yang tidak terhormat.
 
Pernyataan Morales disampaikan sekitar tiga pekan setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan keputusannya untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Pekan lalu, Majelis Umum PBB telah mengadopsi sebuah resolusi yang meminta AS untuk menarik pengakuannya atas kota tersebut sebagai ibu kota Israel.
 
Sebanyak 128 negara anggota PBB memilih untuk mendukung resolusi tersebut. Namun ada sembilan negara yang menentangnya, termasuk Guatemala, dan 35 negara yang abstain. Sementara 21 negara anggota tidak memberikan surat suara.
 
Tidak seperti resolusi yang diadopsi oleh 15 anggota Dewan Keamanan PBB, resolusi Majelis Umum PBB dianggap tidak mengikat.




Credit  REPUBLIKA.CO.ID